webnovel

Diinterogasi Pangeran (1)

Redakteur: Wave Literature

Qu Tan'er pun masuk ke dalam kereta yang mewah dan indah. Di dalam kereta istana itu tersedia kudapan mewah dan buah-buahan kering, selain itu terdapat pula beberapa buku bacaan. Mo Liancheng dengan santai duduk bersandar di dudukan yang empuk. Pria di hadapannya itu tampak berbeda sekali dengan Mo Liancheng yang berwibawa saat sebelum naik kereta.

Qu Tan'er tidak tahu harus berkata apa, tampaknya yang jago berakting bukan hanya dirinya saja. Benar, kan? Dia pun memilih untuk tidak membuka mulutnya. Terkadang, berbicara hanya akan merusak suasana.

Qu Tan'er memilih tempat duduk yang paling jauh jaraknya dengan Mo Liancheng. Dia duduk dengan posisi yang anggun dan sempurna layaknya putri bangsawan. Namun, posisi duduk seperti itu, apalagi dalam jangka waktu yang lama pasti akan melelahkan.

Lalu…

"Kembali ke kediaman." Kalimat singkat itu meluncur dari bibir Mo Liancheng. Setelah perintah dari Mo Liancheng, kereta kuda itu langsung bergerak. Suasana saat itu cukup membosankan, tidak ada seorang pun yang membuka suara sehingga waktu pun terasa berlalu dengan begitu lambat.

Mo Liancheng kemudian mengambil sebuah buku dan membacanya dengan santai. Terkadang dia mengambil satu hingga dua butir buah kering dan melemparnya ke dalam mulut. Dia sangat menikmati waktunya sendiri. 

Sementara itu, Qu Tan'er diam-diam menghitung waktu. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan dapat bertahan dengan posisi duduk seperti itu. Dudukan kursi di kereta itu sangat lembut, namun terlalu pendek. Dia tidak bisa duduk bersila seperti laki-laki, jadi dia hanya bisa memiringkan kedua kakinya ke arah yang sama. Saking menjaga penampilannya, bahkan dia menyembunyikan sepatu di balik gaun dan kedua tangannya yang mungil diletakkan di atas paha. Punggungnya harus tegap, kepala harus agak menunduk dan bernapas pun harus dengan pelan. Dia tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun.

Posisi duduk seperti itu sangat melelahkan bagi siapa pun. Apalagi bagi Qu Tan'er yang punggungnya sedang terluka parah, rasa sakit itu masih belum hilang hingga saat ini. Dia mencoba menahan rasa sakit itu sampai-sampai membuat alisnya terus mengerut. Tidak sedetikpun dia merasa santai seperti yang dilakukan Mo Liancheng.

"Apa ada yang ingin kamu katakan?" Mo Liancheng tiba-tiba bertanya pada Qu Tan'er.

"Tidak ada." 

"Kamu sedang tidak enak badan?" tanya Mo Liancheng lagi.

"Aku baik-baik saja." jawab Qu Tan'er singkat. Setelah itu, perbincangan sederhana antara keduanya pun tidak dilanjutkan lagi.

Waktu sudah berlalu cukup lama.

"Qu, Tan, Er?" ucap Mo Liancheng mengeja nama Qu Tan'er. Dia kemudian menyipitkan mata menatapnya.

"Ya." jawab Qu Tan'er sambil menganggukkan kepalanya. Dia merasa gelisah menunggu apa yang akan dikatakan Mo Liancheng selanjutnya. Awalnya dia kira bisa kembali ke kediaman Pangeran Kedelapan dengan tenang. Namun, sepertinya dia terlalu meremehkannya.

"Namamu tidak salah, kan?"

"Ya."

"Ini benar kamu, kan?" Mo Liancheng yang tampan tertawa. Hanya saja tawanya terasa sangat dingin.

"Ya." Qu Tan'er menjawab dengan tegas tanpa perasaan panik sedikitpun. Dipikir-pikir, dia kini punya tubuh berusia 16 tahun (saat baru terdampar di masa lalu, Qu Tan'er berusia 14 tahun) dan punya kecerdasan gadis usia 20 tahun. Mo Liancheng seharusnya merasa beruntung karena bisa bertemu dengan tokoh legendaris yang langka ini. Bukan, bisa dibilang dia adalah siluman yang berumur ribuan tahun. Tidak semua orang punya kesempatan bisa menemui hal aneh ini.

Mo Liancheng diam seketika, lalu Qu Tan'er tertawa dan balik bertanya, "Pangeran mencurigaiku?" Dia telah melakukan pertimbangan cukup lama untuk melontarkan pertanyaan tersebut. Dia merasa seperti sedang diinterogasi. Apa Mo Liancheng meragukan identitasku?, pikir Qu Tan'er.

Mo Liancheng lalu balas bertanya, "Bagaimana menurutmu?" 

Qu Tan'er tertawa ringan namun tanpa perasaan. Jika Mo Liancheng bisa tertawa dengan penuh kepalsuan, memang dirinya tidak bisa? "Pangeran memang pandai bercanda ya. Tan'er adalah Tan'er, Nona Keempat dari kediaman Qu. Kini Tan'er adalah istri Pangeran Kedelapan." 

Awalnya Qu Tan'er ingin memberitahu Mo Liancheng bahwa dirinya bukan Nona Keempat dan memintanya untuk melepaskan dia pergi. Namun setelah dipikir-pikir, masalah ini tidak sederhana. Bila Qu Tan'er mengaku bahwa dirinya bukan Nona Keempat, kemungkinan terbesar dia akan mati. Selain itu, kemungkinan lainnya adalah dia akan hidup penuh siksaan.