webnovel

BWW #55

💝💝💝

Arjuna terkesiap mendengar permintaan Danuar. Matanya langsung melotot tajam ke arah Danuar seperti laser yang mampu membelah tubuh pria itu menjadi dua bagian. Sementara Ayushita pun tak kalah jengah dengan permintaan mantan tunangannya itu.

Danuar terlihat kacau dan perlu dihibur. Dia mungkin butuh sandaran untuk melepaskan semua perasaan bersalah yang bercokol di hatinya. Ayushita paham seperti apa perasaan Danuar saat ini. Namun, dia juga perlu menjaga perasaan suaminya.

"Maaf, maafkan permintaan konyolku ini," ujar Danuar dengan tawa canggung. Dia menunduk sejenak sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

"Kak, selesaikan masalahmu dengan bijak. Berusahalah," tukas Ayushita.

"Aku sudah berusaha, Ayu. Tetapi ... Elena masih menolakku," lirih Danuar dengan mata berkaca-kaca.

"Mungkin bagi Elena itu belum cukup. Berusahalah lagi lebih keras. Buat dia tidak bisa menghindarimu lalu perlakukan dia dengan baik kali ini," tegas Ayushita. Danuar mengangguk pelan, mengusap sudut matanya lalu mencoba tersenyum.

"Please, jangan buat pernikahanku seperti rumah duka," celutuk Arjuna disambut tawa Ayushita dan Danuar. Kedua pria itu berpelukan sejenak sebelum Danuar berlalu dari atas panggung. Sesaat kemudian, beberapa kolega bisnis Pak Salam menghampiri keduanya untuk memberikan ucapan selamat.

Ayushita menarik napas lega karena sejauh ini acara berlangsung lancar. Semua tamu tampak menikmati hidangan dengan bahagia. Semua duduk teratur di tempatnya dan mendapat pelayanan dengan sepatutnya.

Teddy tampak melambaikan tangan dari arah sayap kiri ruangan. Puluhan orang yang sangat dia kenal dari kampung Petak Hijau duduk mengelilingi meja yang disediakan. Pak Mardi, kakek dan nenek Joe, beberapa rekan kerjanya, juga Dian tersenyum lebar ke arah mereka.

Baik Ayushita maupun Arjuna awalnya terkejut melihat kehadiran mereka. Pasalnya mereka menyatakan tidak bisa menghadiri acara pernikahannya sebab tak punya biaya yang cukup untuk datang.

Ayushita tersenyum bahagia melihat kehadiran mereka. Semua orang-orang yang dekat dengannya hadir pada hari bersejarah dalam hidupnya.

Sementara keluarga besarnya masih bercakap-cakap dengan santai di deretan meja inti di tengah ruangan. Pak Junaid dan ibu Firda bergabung di sana sebagai tamu istimewa keluarga.

"Sayang, lapar," bisik Arjuna. Ayushita menoleh ke arah suaminya yang sedang mengelus perutnya dengan ekspresi memelas. Sejenak wanita itu mengedarkan pandangan sekeliling, mengamati jika masih ada tamu yang akan bersalaman.

"Ayo, sepertinya tamu sudah mulai sepi. Aku pun sudah lapar," balas Ayushita langsung menggandeng Arjuna turun dari panggung. Dengan senyum bahagia, Arjuna mengikuti langkah sang istri sambil membantu memegangi gaun yang lumayan merepotkan itu.

Keduanya bergabung di meja keluarga inti dan segera dilayani oleh pelayan. Arjuna makan dengan lahap. Sedari pagi dia tidak bisa makan dengan benar karena rasa gugup. Sementara Ayushita hanya menikmati salad buah tanpa selera makan.

"Kenapa tidak makan nasi?" tanya Arjuna dengan suara pelan.

"Capek dan tidak berselera," jawab Ayushita tanpa menoleh pada Arjuna. Tangannya hanya sibuk menusuk irisan buah satu per satu dan mengantarkan ke mulut.

"Perlu pijatan?" imbuh Arjuna dengan seringai lebar di wajahnya. Ayushita seketika melirik ke wajah sang suami. Alis indah miliknya berkerut sesaat seakan sedang memikirkan sesuatu.

"Tentu saja. Malam ini aku perlu pijatan dari suamiku," bisik Ayushita seduktif. Kedua kelopak matanya berkedip perlahan. Seringai di wajah Arjuna kian lebar dua sentimeter.

"Ekhm!"

Ayub berdehem keras dari seberang meja demi menghentikan bisik-bisik mesra pasangan pengantin di depannya. Arjuna segera duduk tegak di tempatnya. Ayushita dan Firda tak bisa menahan tawa geli mereka melihat tingkah kedua pria itu.

"Kenapa kamu tertawa?" geram Ayub dengan mata menatap tajam pada Firda. Gadis mungil itu langsung menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

"Kakak galak sekali pada Firda. Jangan suka marah-marah sama anak gadis, nanti kena tula tidak bisa lepas lagi alias malah berjodoh," goda Ayushita.

"Kata-katamu itu malah jadi tula untuk saya. Apa bagusnya cewek cebol kaya gini. Dia malah lebih mirip siswa SD daripada gurunya," sindir Ayub dengan nada tajam.

Arjuna dan Ayushita secara bersamaan berdehem jengah saat melihat wajah imut Firda langsung berubah cemberut. Gadis itu langsung berdiri dan meninggalkan meja makan dengan mengentakkan kaki.

"Kak Ayub tanggung jawab sudah buat anak orang kesal," desis Ayushita melotot ke arah sang kakak.

"Apa salahku. Saya cuma mengatakan fakta," elak Ayub.

"Fakta? Dasar tembok tak berperasaan. Mana ada cewek mau dikatai cebol atau anak SD. Ckckckck ... pantas saja para gadis tidak ada yang betah dengan Kak Ayub. Kejar sana. Minta maaf. Atau nanti Kakak kena tula bapaknya tidak bisa menikah seumur hidup?" sungut Ayushita seraya mengacungkan kepalan tinju ke arah Ayub.

Ayub berdiri dengan enggan. Segera dia menyusul Firda dengan langkah lebar. Para orang tua yang duduk di meja sebelah menoleh dengan tatapan heran ke arah pria jangkung yang sedang berjalan tergesa-gesa itu.

"Honey wife, kamu galak juga ya sama Kak Ayub. Padahal tadi, dengan dia batuk saja aku langsung kaget. Nanti jangan galak-galak sama aku, ya?" ujar Arjuna tiba-tiba.

"Honey wife? Apakah itu panggilan baru lagi?"

"Iya, sayang. Karena kita sudah resmi jadi panggilan kamu seperti itu," cetus Arjuna dengan wajah serius.

Ayushita tertawa kecil melihat sisi kekanakan sang suami. Ternyata suaminya tipe romantis alay seperti kata anak-anak zaman sekarang.

"Terus aku panggil apa ke kamu? Honey hubby?" tanya Ayushita dengan mata mengerling jenaka.

"Boleh."

Keduanya tersenyum geli. Mereka membayangkan bagaimana perjalanan rumah tangga mereka kedepannya. Mungkin tak selamanya mulus, romantis, dan penuh canda tawa. Akan ada saatnya mereka bertengkar, berbeda pendapat, saling menjauh sesaat untuk menenangkan diri. Tetapi seperti itulah berumah tangga. Mereka berdua adalah dua orang berbeda pola pikir, berbeda kebiasaan, bahkan, mungkin berbeda tujuan masa depan awalnya. Kini mereka harus bisa berkompromi dengan perbedaan itu agar bisa berjalan bersama, seiring dalam satu langkah.

***

Pukul sebelas malam, Arjuna dan Ayushita masuk ke suite room pengantin mereka. Akhirnya keduanya bernapas lega sebab acara telah berakhir dan mereka bisa beristirahat.

Dengan langkah terhuyun Arjuna berusaha menggendong Ayushita yang kelelahan dengan sepasang sepatu bertengger di tangan kirinya melewati pintu kamar hingga tiba di depan ranjang. Perlahan pria itu menurunkan sang istri di atas ranjang king size tersebut sehingga Ayushita bisa merebahkan diri di atasnya.

"Kamu berat juga, sayang," celutuk Arjuna sembari meregangkan tangan dan pundaknya.

"Apa?" tanya Ayushita membuka lebar matanya yang hampir tertutup.

"Maksudku, gaunmu lumayan berat tapi sangat cantik," ralat Arjuna cepat menyadari kesalahannya.

"Lelahnya. Mana belum shalat Isya juga. Honey hubby, tolong tarik aku bangun, dong. Mau mandi nih terus shalat," rengek Ayushita mengulurkan tangan lalu disambut oleh Arjuna yang membantunya bangun dan duduk.

"Mau mandi bersama?" goda Arjuna.

"Tidak. Nanti lama. Bantu melepas aksesoris ini saja," tunjuk Ayushita ke kepalanya yang masih berbalut aksesoris pengantin.

"Tunggu sebentar," pinta Arjuna kemudian ikut duduk di atas ranjang menghadap Ayushita. Perlahan kedua tangannya menangkup kedua sisi wajah Ayushita, mengelus pelan sejenak, lalu menarik kepala wanita itu perlahan ke arahnya.

Sebuah kecupan lembut terpatri di kening sebelah kanan Ayushita, lalu lantunan doa pengantin terucap dari bibir Arjuna.

Allaahumma innii as'aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa 'alaihi, wa a'uudzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa 'alaihi.

"Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa."

Sebuah kecupan kembali terpatri di kening sebelah kiri Ayushita. Kecupan itu turun ke kedua belah mata Ayushita yang terpejam hikmad, lalu ke hidung, dan berakhir di bibir tipisnya. Arjuna melumat sejenak bibir yang baru pertama kali dicicipinya itu. Terasa hangat dan manis. Membuat jantungnya berdebar dengan sejuta kebahagiaan.

Beberapa saat keduanya terlena dalam gairah yang mulai merambat perlahan di tubuh keduanya, hingga Ayushita menyudahi ciuman itu yang dengan tidak rela tautan mereka harus terlepas.

"Kita belum shalat Isya dan shalat sunnat dua rakaat. Ayo cepat bantu aku melepas atribut merepotkan ini," ucap Ayushita dengan napas setengah memburu dan pipi merona. Arjuna hanya tersenyum melihat tingkah malu sang istri yang baru pertama kali berciuman.

Dengan sabar Arjuna membantu Ayushita membereskan segala hal sebelum wanita itu beranjak ke kamar mandi. Agar lebih praktis dan cepat, Arjuna memutuskan mandi di kamar Charly yang tidak jauh dari suit room pengantin.

"Apakah istrimu mengusirmu di malam pertama?" tanya Charly ketika mendapati Arjuna berdiri di depan suit room-nya masih dengan setelan tuxedo pengantin.

Tanpa menghiraukan ocehan kesal sang adik yang merasa terganggu tidurnya, Arjuna langsung masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan baju handuk berwarna putih sambil menenteng setelan tuxedo dan pakaian dalamnya.

"Hah, sudah kuduga. Ayushita pasti menyesal telah menikah denganmu dan memutuskan untuk mengusirmu di malam pertama. Ckckckck ...," decak Charly dengan nada meremehkan.

"Hentikan omong kosongmu. Justru karena aku ingin segera menikmati malam pertama makanya aku mandi di sini. Kamar mandi kami sedang digunakan istriku untuk ritual persiapan malam pertama. Aku harus bersiap menyambutnya saat dia keluar dari sana," balas Arjuna jumawa.

"Cih, kimir mindi kimi siding diginikin istriki intik ritiil pirsiipin milim pirtimi kimi ...," cibir Charly dengan raut sebal. Kalau bukan takut dapat geplakan dari Nyonya besar, Charly sudah berencana menghancurkan indahnya malam pernikahan pasangan itu.

"Sana keluar. Mau tidur nih, ngantuk," usir Charly. Dengan santai Arjuna melemparkan setelan tuxedo ke atas ranjang.

"Rapikan tuh. Besok kasi ke mama. Awas jangan sampai lecek." Arjuna keluar dan menutup pintu diiringi tatapan membunuh sang adik.

Di kamar pengantin, Arjuna sudah siap dengan memakai baju koko, kain sarung, juga kopiah. Dia juga sudah menggelar dua sajadah di atas lantai beralas karpet tebal.

Saat Ayushita keluar dari kamar mandi dengan baju handuk putih serta handuk melilit di atas kepala, dia terpesona dengan penampilan sang suami yang telah siap menjadi imam shalat.

"Honey wife, ayo segera bersiap. We are almost running out of the time, Baby," pungkas Arjuna sembari mengetuk jam tangannya.

(transl: Kita hampir kehabisan waktu, Baby)

"Oh, sure. I'll make it hurry." Dengan tergesa Ayushita memakai gaun malam, jilbab pendek, serta mukena yang telah disiapkan Arjuna di atas ranjang.

(Transl: Baik. Saya akan bersegera).

Sesaat kemudian Arjuna telah mengimami shalat Isya yang dilanjutkan dengan shalat sunnat dua rakaat. Suara rendah Arjuna melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan fasih dan tahsin. Perlahan bening kristal meluncur membasahi pipi Ayushita. Takdir Tuhan mengantarkan sebuah pertemuan dengan pria yang tak pernah dia duga sebelumnya.

Seandainya pertunangannya dengan Danuar tidak kandas, jika saja dia tidak melarikan diri ke Kampung Petak Hijau maka dia tidak akan pernah bertemu dengan pria luar biasa ini. Pria luar biasa sabar dalam proses penjajakan mereka, pria yang mampu menahan diri untuk mematuhi batasan yang ditetapkan Ayushita untuk hubungan mereka.

Dalam isaknya Ayushita mengucap syukur atas pilihan yang diberikan padanya. Dia yakin, apa pun yang ditakdirkan Tuhan baginya adalah yang terbaik. Ada hikmah dibalik semua kesedihan dan luka yang pernah hadir di masa lalu.

Arjuna menutup shalat mereka dengan doa untuk kebaikan dan keberkahan bagi pernikahan mereka. Ayushita mengaminkan dengan khusyuk dan berharap mereka diberikan ketabahan dan keluasan hati dalam menjalani rumah tangga.

Selesai berdoa, Arjuna memutar tubuh menghadap Ayushita. Perlahan Ayushita meraih tangan kanan Arjuna kemudian mencium punggung tangan sang imam sekaligus penyempurna agamanya.

Kini Arjuna yang kembali mengecup dahi sang istri dengan penuh cinta.

"Terima kasih sudah hadir dalam luka dan rasa putus asaku. Terima kasih sudah menerimaku dengan semua kekuranganku. Sekarang kamu menjadi imamku, bimbinglah aku di jalan yang seharusnya, tegurlah saat aku keliru dan khilaf, katakan apa yang kamu suka dan tidak suka dariku, maafkan jika aku salah, serta ridhoi semua pemberianmu padaku," tutur Ayushita seraya menatap netra gelap Arjuna.

"Terima kasih sudah mempercayaiku untuk menyembuhkan lukamu, juga menerima kekuranganku. Insyaallah aku akan berusaha membimbingmu, mencintaimu, menyayangimu, melindungimu, dan membahagiakanmu seperti janjiku di hadapan Allah. Tegurlah aku saat aku juga salah dan khilaf, katakan apa yang kamu suka dan tidak suka dariku, maafkan jika aku salah, dan ridholah dengan nafkahku meskipun hanya sedikit," balas Arjuna.

Sepasang mata indah Ayushita kembali berkaca-kaca mendengar janji yang diucapkan pasangan hidupnya itu. Janji itu lebih indah dan bermakna dari zigat taqlik yang diucapkan saat akad nikah. Janji itu adalah komitmen mereka dalam mendayung bahtera rumah tangga mereka.

"I love you, my honey wife."

"I love you more, my honey hubby," balas Ayushita tak kalah mesra.

Keduanya kembali berbalas senyum. Arjuna membantu Ayushita melepas mukena dan kerudung kecilnya. Wanita itu menunduk dengan pipi merona saat Arjuna tak henti melontarkan pujian. Tak pelak dadanya berdebar mengingat malam ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Malam pengantin yang paling ditunggu. Mungkin Arjuna akan segera meminta haknya malam ini.

Arjuna mengelus rambut panjang nan hitam milik Ayushita yang masih setengah basah. Wajah putih alami tanpa riasan Ayushita tak luput dari pengamatannya. Rasanya tidak sabar ingin kembali mencicipi bibir yang memerah dengan senyum malu itu.

Perlahan wajah Arjuna mendekati wajah Ayushita. Degup jantung keduanya semakin keras, saling berlomba bertalu tak beraturan. Rasa panas mulai menjalari ujung jari Arjuna yang sedang menyentuh wajah Ayushita. Pipi Ayushita pun semakin memerah tersengat panas gairah yang tersalurkan lewat telapak tangan suaminya.

Saat bibir keduanya hampir bersentuhan, dering gawai Arjuna memecah suasana panas yang mulai tercipta. Arjuna menghela napas sejenak demi menetralkan degup jantungnya. Begitu pun dengan Ayushita.

Dengan penuh rasa enggan Arjuna meraih gawai yang tergeletak di atas meja nakas di sampingnya.

"Halo, selamat malam, Dokter Lukas," sapa Arjuna pada penelepon. Pria itu terdiam beberapa saat mendengar pembicaraan dari Dokter Lukas.

"Oh, baik Dok. Saya akan segera ke sana ... tidak apa-apa, istri saya akan paham karena ini darurat ... baik Dok, selamat malam," ucap Arjuna kemudian menutup sambungan telepon.

"Ada apa, sayang?" tanya Ayushita dengan kening berkerut.

"Maafkan suamimu ini. Aku tidak bisa menemanimu malam ini. Ada pasien anak dalam kondisi gawat di RS utama. Dokter anak di sana sedang keluar kota ada seminar. Dokter Lukas meminta saya segera ke sana untuk penanganan pasien," pungkas Arjuna dengan wajah bersalah.

"Apa?" desah Ayushita dengan raut kecewa. Ini adalah malam pengantin mereka dan Arjuna harus meninggalkannya sendiri di kamar hotel yang luas itu.

"Maafkan suamimu ini sayang. Ini panggilan tugas yang tidak bisa diabaikan," mohon Arjuna sambil menggenggam kedua tangan istrinya juga menciumnya sekilas.

Ayushita hanya bisa mendesah pasrah melepas Arjuna yang segera beranjak mengganti pakaian shalat dengan kemeja dan celana bahan yang selalu di bawa dalam koper.

Malam pengantin yang hangat berubah menjadi malam panjang yang dingin tanpa pelukan sang suami. Juga tak ada pijatan yang dijanjikan sang suami.

Nasib bersuamikan dokter, desah Ayushita dalam hati.

😁😁😁

TBC

💝💝💝

Hahaiii ...

Maaf MP Arjuna dan Ayushita tertunda 😅🙈

Insyaallah dua atau tiga chapter lagi dengan epilog akan tamat. Mohon doanya untuk kesehatan saya.

Nächstes Kapitel