*****
Sejak dua puluh menit setelah bel berbunyi Danica sudah berada digerbang sekolah hanya untuk menunggu sosok yang bahkan belum muncul sama sekali, Danica berdecak kesal sembari mengeluarkan ponselnya.
Danica : "Dimana? Dalam hitungan satu sampai tiga jika belum datang aku akan pulang."
Send.
Danica masih terus memandangi ponselnya, berharap ada balasan dari sang lawan tapi nyatanya tidak ada balasan apapun. Danica semakin menggerutu saat matanya masih belum menangkap sosok itu keluar dari gedung.
Danica : "1"
Danica : "2"
Masih tetap tidak ada balasan, Danica langsung memencet tombol hijau untuk segera tahu dimana keberadaan pemuda itu sekarang.
"Kharel sialan."
Danica kembali menggeram kesal saat suara diseberang sana bahkan dari operator, ia pun langsung mengetik angka tiga dan siap untuk mengirimnya namun jemarinya diurungkan saat suara motor bahkan ada didepannya.
"Apakah tuan putri sedang merajuk?"
Danica langsung mendongakkan kepalanya sembari menatap dengan kesal, lihat Danica tidak bisa marah saat wajah Kharel tambah menggemaskan.
"Jadi? Pulang atau pergi?"
"Darimana saja, lama sekali."
Danica langsung naik dibelakang Kharel dengan sesekali menggerutu sebal membuat Kharel tersenyum gemas sembari menggelengkan kepalanya pelan.
"Maafkan aku, tadi ada rapat sebentar membahas lomba pekan depan."
Penjelasan Kharel hanya dibalas suara angin karena Danica memilih diam dan menikmati angin sore yang menurutnya hari ini sedikit dingin.
****
Bara : "Hei tukang tidur, dimana? Kenapa belum membalas pesanku."
Ervin menatap Bara dengan bingung, pasalnya sejak sampai dirumahnya tadi ia terus uring uringan tidak jelas.
"Kalau kau datang kerumahku hanya untuk uring uringan tidak jelas seperti gadis yang sedang putus cinta lebih baik kau pulang."
"Sialan kau Vin."
Bara langsung melempar kacang ditangannya kearah Ervin membuat sang tuan rumah menatap dengan jahil, Ervin pun membalas sembari tertawa membuat Bara berdecak sebal.
"Ada apa? Menunggu balasan dari Dina? Atau sedang bertengkar dengan Dina?"
"Tidak, ini bukan Dina."
"Lalu siapa?"
"Danica sejak pulang sekolah belum membalas pesanku."
"Memangnya kau ada urusan dengannya? Karena kulihat tadi dia pergi dengan Kharel."
Bara langsung menatap Ervin dengan bingung begitupun juga dengan Ervin yang melihat respon sahabatnya tidak seperti biasanya.
"Kau melihatnya? Pulang sekolah tadi?"
"Iya, saat digerbang sekolah tadi aku melihat Danica naik keatas motor Kharel. Mungkin dia belum pulang jadi tidak bisa menjawab pesanmu."
"Aku kan sedang lapar, malas makan dirumah."
"Makan denganku bagaimana?"
Bara langsung menatap Ervin dengan jijik, ia kemudian memukul pelan kepala Ervin saat tatapan sahabatnya itu terlihat menjijikkan.
"Bodoh, sudah aku pulang saja. Nanti saja makannya."
"Makan saja harus ditemani Danica, dasar Bara tukang kardus."
"Hei siapa yang kardus."
"Kau, kekasihmu Dina juga masih ada kenapa harus Danica. Itu namanya apa kalau bukan kardus."
"Mana ada, itu fikiranmu saja. Danica lebih baik daripada mengajakmu, ribet."
"Sialan kau Bar…"
"Sssstttt, berisik. Sudah aku pulang."
Bara langsung menjalankan motornya meninggalkan ruman Ervin namun sang tuan rumah malah berteriak jahil membuat Bara berdecak kesal sembari menggelengkan kepalanya heran.
"Kalau tidak suka Danica jangan memberinya harapan bodoh."
"Apa salahnya jika keluar dengan Danica." Pikir Bara.
*****
Stella masih setia dengan ponsel yang menempel pada telinganya, ia bahkan sejak tadi berusaha berbicara dengan hati hati, takut jika ada salah kata yang membuat sang Kakak marah.
"Lalu ujianmu bagaimana?"
"Baik baik saja paman."
"Bagus kalau begitu, terus tingkatkan nilaimu agar bisa mengalahkan Kakakmu."
"Baik paman."
"Dimana Kak Danica?"
Stella terdiam sesaat, ia bingung harus mengatakan apa karena memang sore tadi saat jam sekolah berakhir Danica belum juga pulang ke rumah. Di rumah Kiki pun tidak ada.
"Kak Danica sedang keluar mencari sesuatu katanya."
"Kenapa tidak ikut? Lalu dirumah dengan siapa jika Ayahmu belum pulang seperti ini?"
"Sebentar lagi Kak Danica juga pulang."
"Dari jam berapa dia pergi?"
"Barusan, Kak Danica baru pergi lalu paman menelfon."
"Baiklah, makan malamlah jangan menunggu Kakakmu. Kalau begitu paman tutup."
"Baik paman."
Stella langsung menatap jam pada ponselnya setelah sang paman mematikan sambungannya sepihak, ia menghembuskan nafasnya pelan saat jam bahkan sudah menunjukkan pukul 7 tapi Danica belum juga pulang.
"Aku harap tidak salah kata." Gumam Stella.
*****
Danica dan Kharel masih setia duduk dibangku taman setelah menghabiskan waktu cukup lama, keduanya memilih istirahat sembari meminum coklat panas kesukaan Danica.
"Setelah ini pulang ya, sudah malam."
Danica hanya menganggukkan kepalanya karena jika boleh jujur Danica malas untuk pulang ke rumah, ia pun terdiam saat dadanya kembali terasa sakit seperti ada hantaman tepat pada dadanya.
Akhir akhir ini Danica merasa ada yang tidak beres pada tubuhnya, ia bahkan sering merasa sesak saat udara dingin salah satunya malam ini. Rasanya sangat sakit tapi ia masih berusaha untuk menahannya takut membuat Kharel khawatir.
"Ada apa?"
Kharel menatap Danica bingung saat mendapati gadis disampingnya itu hanya terdiam tanpa suara.
"Ah tidak ada, hanya lelah."
"Sudah kukatakan setelah beli es krim pulang kau malah minta jalan jalan."
"Otakku kan butuh refreshing sebelum ujian melanda."
"Ada saja alasanmu. Ayo habiskan coklat panasnya setelah itu kita pulang, udaranya makin dingin nanti masuk angin."
Danica hanya menganggukkan kepalanya sembari meminum coklat panasnya berharap sakit pada dadanya berkurang, ia hanya berusaha mengabaikan rasa sakitnya yang bahkan terus bertambah saat dingin kembali menjalar pada kulitnya.
Suara dering pada ponselnya membuat Danica tersadar dari rasa sakitnya, ia langsung menatap layar pada ponselnya dengan kesal saat nama sang paman tertera dilayar.
"Siapa?"
Danica mengarahkan ponselnya pada Kharel membuat pemuda disampingnya itu hanya mengangguk paham.
"Dimana kamu sekarang?"
Suara tegas sang paman langsung memasuki rungunya membuat Danica menahan kesal setengah mati.
"Sedang dalam perjalanan pulang paman."
"Habis darimana? Kata Stella kau keluar belum pulang."
"Membeli keperluan untuk praktek disekolah besok."
"Harusnya bawa adikmu sekalian."
"Disini hujan aku tidak mungkin membawanya nanti Stella bisa sakit."
"Pakai jas hujan kan bisa."
"Aku tidak mungkin membawanya malam malam paman."
"Kau memang selalu banyak alasan, sudah cepat pulang kasihan adikmu di rumah sendirian ayahmu masih belum pulang. Kenapa susah sekali diatur Danica."
Danica terdiam mencoba menahan amarahnya, Kharel disampingnya pun langsung memegang tangan Danica mencoba mengalihkan amarah gadisnya itu.
"Jangan membuat masalah terus, sudah pulang."
"Baik paman."
Sambungan terputus begitu saja, Danica langsung menjauhkan ponselnya sembari menundukkan kepalanya. Danica hanya mencoba menahan amarahnya dan untung saja Kharel bersamanya.
"Kita pulang ya."
Danica hanya menganggukkan kepalanya, Kharel langsung berdiri dari duduknya dan menarik tangan Danica untuk berjalan berdampingan dengannya menuju motor.
Danica langsung naik keatas motor Kharel sembari menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Kharel dengan tangan yang ia gantung bebas.
"Apa salah jika aku memilih egois dengan kehidupanku sendiri? Bukankah hidupku tidak selalu tentang Stella? Lalu kenapa seakan porosku bahkan harus terus berpusat pada Stella? Haruskah aku ikut Ibu?"
Kharel hanya menghembuskan nafasnya kasar saat mendengar ocehan Danica yang bahkan terdengar gila dan Kharel tidak suka itu. Kharel tidak masalah jika Danica marah, jika Danica merajuk, jika Danica sedih tapi Kharel tidak suka jika Danica mulai meracau.
*****