*****
Keadaan sekolah saat pagi hari memang sedikit lenggang tapi lorong sekolah sudah sedikit penuh dengan beberapa kelompok bergosip.
Sosok yang berjalan dengan tenang membuat semuanya menatap kearahnya, tatapan yang teduh namun wajah datar itu hingga langkah yang tenang membuat semuanya menatap bingung.
Sekolah baru saja masuk setelah liburan kenaikan kelas dan sosok itu yang kini menjadi pusat perhatian hanya menatap acuh dan terus melangkah dengan tenang.
"Danica…" Danica langsung tersenyum menatap sosok yang kini berhambur ke pelukannya.
"Ah aku benar benar merindukanmu." Setelah menyalurkan semua kerinduan keduanya, Raula langsung melepas pelukannya dan berjalan beriringan dengan Danica menuju kelas.
"Jika rindu kenapa tidak menghampiriku?"
"Hei kau yang kemana saja bahkan aku dan yang lainnya terus menghubungimu." Danica terkekeh melihat Raula yang tampak begitu kesal.
"Kau kan bisa mencariku dimana mana, bukankah Raula Emma sangat handal." Danica langsung tertawa saat mendengar Raula berteriak marah lalu menatap Danica dengan tajam.
"Kau benar benar mengejekku eoh?" Danica pun menghentikan langkahnya saat merasa tatapan tajam Raula mengintimidasinya.
"Mengejek apa? Aku kan hanya mengatakan yang sebenarnya."
"Berhenti menghinaku Danica, kau menyebalkan." Raula langsung meninggalkan Danica sembari menghentakkan kakinya kesal sedangkan Danica tertawa melihat tingkah laku temannya itu.
"Hei jangan marah Ra, eoh?" Danica langsung berlari menghampiri temannya itu.
*****
Dua pemuda di hari pertama sekolah setelah libur bukannya menghabiskan di kelas justru di lapangan sekolah.
"Kau curang Vin…"
"Aku hanya melakukan keinginan hati ku Bar." Ervin tersenyum lebar sedangkan Bara menggerutu kesal saat Ervin kembali memasukkan bola basket seenaknya.
"Aku tidak bisa terima, awas saja aku akan membalasmu."
"Lakukan…." Ucap Ervin, Jimin langsung berlari kearah Ervin dan bukan bola yang dia rebut melainkan tubuh Ervin yang ia terjang hingga keduanya terjatuh.
"Bar sialan kau, geli…. Hahahaaha…. Bar hen…tikan….." Ervin tertawa geli ketika Bara terus saja menggelitiki dengan semangat.
"Kau menyebalkan aku tidak akan berhenti." Ucap Bara tidak mau berhenti.
"Hentikan Bar…. Ini geli… Baiklah baiklah… aku menyerah….." ucap Ervin sembari terus tertawa hingga menangis, akhirnya Bara berhenti karena tidak tega melihat Ervin yang menangis.
Ervin masih membaringkan tubuhnya mengatur nafasnya yang tersenggal senggal karena lelah tertawa.
"Kau menyebalkan Bar."
"Kau lebih menyebalkan Vin."
"Kau…"
"Kau…"
"Pokoknya kau Bar."
"Aku tidak mau, itu akan selalu kau Vin…."
"Itu salah kalian yang terlalu menyebalkan." ucapan Dalton menghentikan perdebatan keduanya.
"Kak Dalton….."
"Lihat, mereka memang sama sama menyebalkan." ucap Haidar sembari menatap kedua pemuda yang sedang duduk itu dengan tatapan yang dibuat kesal.
*****
Waktu berjalan begitu lambat ketika pelajara fisika membuat semuanya membuang nafas gusar, sedangkan Danica hanya menatap lurus kedepan namun ia sama sekali tidak paham dengan apa yang dijelaskan oleh Guru Nam.
Ia hanya diam tanpa berniat menyimak, pikirannya melayang jauh dari tempatnya, Danica hanya tidak tahu harus bersikap seperti apa. Banyak hal yang terjadi selama liburan membuatnya benar benar enggan untuk melakukan segala hal.
"Berhenti bersikap seperti anak kecil Ni, kau sudah besar. Jangan membuat malu."
Ucapan sang paman kembali terngiang ditelinganya, ia hanya tidak tahu harus melakukan apalagi untuk bisa terbebas seperti dulu.
Sosok riang itu menghilang seiring berjalannya waktu, banyak luka yang tersembunyi, banyak rasa yang terluka bahkan banyak cara untuk Danica menyembunyikan semua rasa yang akan membeku itu.
"Adel, Chaca jangan membuat masalah jika kalian tidak ingin keluar dari kelasku di pertama masuk sekolah."
Suara tegas Guru Nam membuat Danica tersadar dari lamunannya, ia langsung menatap kedua temannya yang sedang tersenyum kikuk sembari meminta maaf kepada Guru Nam.
*****
Waktu yang sangat ditunggu tunggu oleh para siswa termasuk Danica dan teman temannya, terbebas dari fisika adalah keinginan mereka sejak tadi.
"Ahhh akhirnya aku terlepas dari Guru Nam dan suara membosankannya itu." Raula langsung meregangkan tubuhnya yang seakan kaku karena menahan ngantuk selama 3 jam lamanya.
"Ayo aku lapar."
Danica dan kedua temannya langsung berdiri mengikuti Adel yang benar benar sedang kelaparan namun langkahnya terhenti ketika Amel dan ketiga temannya menghadang jalannya.
"Ada apa?" tanya Adel.
"Kenapa tidak datang semalam?" Adel menatap Amel dengan bingung.
"Kemana?"
"Kau lupa? Kita sudah menunggumu di lestoran ayam cukup lama. Kau bahkan tak datang sama sekali." Helene terlihat sangat kesal dengan Adel.
"Aku tidak ingat, bahkan kalian juga tidak menghubungiku lagi jadi minggir aku sudah lapar."
"Enak saja, kau bahkan sudah melupakan ulangtahun Rehal." Amel langsung menatap Adel dengan tajam.
"Itu tidak ada urusannya denganku jadi minggir." Adel benar benar menatap keempat temannya itu dengan kesal, sedangkan Amel semakin melangkah mendekat seakan tak dengar ucapan Adel sebelumnya.
"Tidak bisakah kau minggir, selesaikan urusanmu setelah makan." Danica langsung melangkah maju disamping Adel.
"Masalahku dengan Adel bukan dengan mu." Amel tampak tak terima dengan ucapan Danica.
"Kau bahkan menghalagi jalanku, minggirlah urusanmu itu sangat tidak penting."
Hari ini benar benar buruk untuk Danica, suasana hatinya benar benar sedang tak bisa diajak berdamai. Dan Amel sekarang malah membuat ia merasa muak dengan tidak mau melangkah mundur untuk membiarkannya lewat.
"Minggir dari hadapanku, aku ingin lewat. Rehal saja tidak mempermasalahkannya kenapa kau sangat marah, ada yang salah dengan otakmu."
Danica langsung melangkah maju sembari menarik tangan Adel dan ia tak perduli saat bahunya menabrak bahu Amel dengan cukup keras membuat sang empu menggeram marah.
"DANICA SIALAN."
"Jaga ucapanmu disekolah Mel, kau yang membuat masalah dengannya." Amel langsung terkejut kala mendapati Rehal kini berjalan menuju kearahnya dengan wajah kesalnya, Amel langsung menutup rapat mulutnya.
"Dasar tikus pengganggu." Gumam Danica sembari tersenyum miring sedangkan ketiga temannya menahan tawa saat suara Rehal terdengar mengintimidasi.
"Kalian ke kantin duluan saja, aku ingin ke toilet dulu. Jangan menungguku." Danica langsung melangkah pergi meninggalkan ketiga temannya yang menatap bingung.
*****
Bukan Danica namanya jika dia akan mengatakan yang sebenarnya, lihat bahkan sekarang langkahnya sangat berlawan dengan arah toilet. Tidak dapat dipungkiri jika Amel menjadi pengaruh besar pada batas kesabarannya.
Sejak awal keduanya memang tidak pernah terlihat akur, Danica yang berjalan dengan tenang pun tiba tiba ada seorang pemuda tampan yang tanpa sengaja menabrak tubuh Danica.
"Aisshhh, suasana hatiku semakin buruk…" gerutu Danica saat tahu dirinya tak akan bisa mengendalikan amarahnya dengan baik.
"Danica?"
Danica langsung terdiam saat melihat siapa yang memanggil namanya dengan suara serak familiar pada rungunya, ia langsung mendongakkan kepalanya menatap sosok itu.
"Selain menggunakan kaki mu kalau jalan atau berlari gunakan juga mata mu Rel." Ucap Danica sedangkan Kharel hanya tersenyum gemas.
"Baiklah aku minta maaf, mau kemana?"
"Bukan urusanmu bukan?"
"Tapi aku pernah jadi yang terdepan atas semua urusanmu bukan?"
Danica langsung berdecak sebal kala kalimat menyebalkan itu terlontar begitu saja dari bibir tipis Kharel sedangkan sang empu hanya tersenyum dengan bangga.
"Itu dulu sialan."
"Kharel…."
Kharel dan Danica langsung menoleh kearah suara, Danica menatap dengan datar sedangkan Kharel menatap dengan bingung.
"Mina? Ada apa?"
Pertanyaan Kharel bukannya dijawab oleh Mina, ia malah menatap Danica dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ada urusan apa kau dengan wanita ini?"
"Dia gadis ku bukan seorang wanita." Kharel merasa tidak terima kala Danica disebut seorang wanita namun berbeda dengan Danica, ia terkejut bukan karena ucapan Mina tapi terkejut karena ucapan Kharel yang tampak begitu random.
"Ahh jadi wanita malam ini sudah menjadi gadismu?"
Ucapan Mina kali ini mengalihkan atensi Danica menatap dengan datar, ia lalu melangkah mendekati Mina sedangkan Kharel hanya menatap karena sudah menjadi hal biasa akan sikap Danica yang mudah berubah.
"Wanita malam? Aku? Ahhh jadi begitu yah isi otakmu, kalau aku wanita malam hanya karena keluar malam dari gedung olahraga lalu disebut apakah gadis yang keluar dari club setiap malam?"
Ucapan telak Danica membuat Mina terdiam, ia merasa tidak terima karena merasa begitu terhina. Kharel sendiri masih setia diam dan menonton tanpa berniat memisahkan.
"Tahu apa kau tentang wanita malam dan diam saat tak tahu apa apa. Kau hanya tahu cara memperlakukan tikus dengan baik tanpa kau sadari dirimu lebih rendah dari seekor tikus." Bisik Danica lalu ia menatap Mina dengan datar sedangkan Mina langsung menatap Danica marah.
"DANICA SIALAN, your bitch…." Mina yang marah tanpa memperdulikan keadaan sekitar pun sudah siap untuk memukul Danica namun tangannya justru berhenti di udara saat tangan Kharel sudah mencekal lebih dulu membuat Mina menatap dengan bingung.
"Aku Kakak Kelasmu Mina, mengacalah sebelum mengatakan sampah seperti itu."
"Aku tidak perduli, kau bahkan hanya gadis yang lahir dari keluarga berantakan. Ayahmu bahkan menikah lagi, kau akan menutupinya seberapa lama lagi Ni?"
Dengan gerakan cepat bahkan Mina baru saja menyelesaikan ucapannya namun sebuah tangan berat mendarat tepat pada pipinya, itu bukan tamparan tapi sebuah tinjuan.
"Darah…."
Mina terkejut saat menyentuh sudut bibirnya, ternyata darah segar mengalir dari sudut bibirnya sebab tinjuan Danica.
"Tahu apa kau tentang keluarga ku, yang perlu kau tahu perbaiki dulu hubungan mu dengan ibu mu yang semakin memburuk. Perbaiki pula sikap mu yang suka keluar malam pulang pagi hanya karena harus masuk kedalam bar. Kau tak pernah tahu akan berakhir seperti apa dirimu saat memasuki bar itu setiap hari."
Mina menatap Danica semakin tajam dan terkejut, selama ini tidak ada yang tahu perihal ia yang sering keluar masuk Bar hanya untuk mengurangi rasa kesalnya akan sang Ibu. Tapi disaat yang lain bahkan tidak tahu perihal itu Danica dengan lantang mengatakannya hingga beberapa siswa yang lewat dapat mendengarnya.
Menyebabkan sebuah bisikan bisikan tak percaya dari setiap siswa yang mendengarnya, mereka berakhir mulai menggosipkan perihal Mina yang tak diketahui semua orang.
"Yang harusnya khawatir itu kau Mina bukan aku." Ucap Danica tajam, Mina sudah tidak tahu harus membalas apalagi atas semua ucapan Danica.
"Sudah hentikan, ayo kita pergi."
Kharel langsung menarik tangan Danica untuk menjauh dari Mina sebelum semuanya berakhir semakin buruk, Danica masih diam saja hingga akhirnya setelah berbelok pada persimpangan ia langsung menghempaskan tangan Kharel dengan kasar.
"Jangan lakukan hal itu lagi."
"Jangan pernah ikut campur dalam urusan ku Rel."
"Aku tidak mau melihatmu melukai gadis lagi."
Kharel langsung mengusap pelan puncak kepala Danica membuat sang empu terdiam sebentar. Ia tidak pernah bisa menolak seorang Kharel disaat dengan mudah dia mengatakan tidak pada semua laki laki tapi tidak untuk seorang Kharel.
"Aissshh menyebalkan sekali." Danica langsung menepis tangan Kharel membuat sang empu tersenyum penuh kemenangan.
"Aku tahu kau tidak akan bisa menolak bukan?"
******