webnovel

29. A Second Chance - One

Pagi itu, dilaksanakan operasi tranplantasi jantung Farel.

Dr. Dhika yang akan mengoperasinya sudah berdiri di tempatnya, dengan asisten utama istrinya sendiri yaitu Dr. Thalita. Dan spesialis Anestesi di tempati oleh Claudya yang memohon ke Dhika untuk ikut turun menolong suaminya. Selain mereka, Khairul yang sudah mendekati masa pensiunnya masih bertugas di tim operasi 1, begitupun dengan Meliana dan Reza. "Apa kalian sudah siap?" ucap Dhika seperti biasanya yang di angguki kelima orang yang mengelilingi brangkar pasien.

"Saya sudah menyuntikkan 2ml pentothal dan atracurium." ucap Claudya dengan pandangan sendunya. "operasi bisa dimulai,"

"Kamu harus tegar," ucap Thalita memejamkan matanya sekejap seakan menguatkan Claudya. Claudya hanya bisa mengangguk.

"Mari kita mulai operasinya," ucap Dhika. "Pisau bedah," Meliana menyerahkannya.

Dhika melakukan operasi dengan serius bersama Thalita untuk melakukan transplantasi jantung. Setelah melakukan pencakokan jantung, Dhika di bantu Thalita menjahit jantung baru itu. Claudya terus memfokuskan pada tekanan darah dan oksigen Farel dengan perasaan yang tidak karuan.

"Pedal," Meliana memberikannya. "isi 50 joule,, shock."

Deg

"Sekali lagi," Claudya sudah berharap-harap cemas. Tubuhnya bergetar melihat jantungnya belum berdetak.

Deg ... Masih belum ada tanda-tanda. "isi 100 joule, shock."

Deg Deg Deg ... Semuanya bernafas lega melihat jantungnya berfungsi. Claudya segera mengucapkan syukur berkali-kali karena suaminya kembali.

Di luar ruang operasi, seluruh keluarga brotherhood menunggu begitupun Leonna dan Verrel. Seketika handphone Okta bergetar membuatnya sedikit menjauh untuk menerima telfon.

Okta kembali mendekati yang lain dengan wajah yang sumbringah, bersamaan dengan itu juga Dhika, Thalita dan Claudya keluar dari ruang operasi. "bagaimana?" Tanya Angga,

"Operasinya lancar." ucap Dhika,

"Sepertinya si Psyco punya ikatan batin sama Vino, dia selamat dari masa kritisnya bersamaan dengan ketemunya Vino."

Ucapan Okta membuat yang lain kaget sekaligus senang. "Dia di temukan di sisi jurang gunung, kondisinya cukup parah tetapi syukurnya dia masih hidup." ucap Okta membuat semua orang bernafas lega dan mengucapkan syukur.

"Farel pasti sangat bahagia," ucap Claudya berkaca-kaca mendengar kabar itu ditambah dengan senyumannya.

"Abang," gumam Leonna sangat senang dan Verrel merangkul tubuh Leonna. Membuat Leonna menengok dan keduanya saling bertatapan dengan senyuman manis mereka.

"Gue sudah meminta mereka untuk membawa Vino kesini." ucap Okta,

"Tumben loe pinter," kekeh Angga.

"Kemana saja loe, loa loa. Baru nyadar otak gue encer." celetuk Okta,

"Awas saja keteteran tuh otak saking encernya." timpal Seno membuat mereka terkekeh. Dhika melihat ke arah Leonna yang tengah di rangkul Verrel, walau Leonna terlihat menunduk karena takut dengan sang papa tetapi Dhika merasa bahagia melihat mereka kembali akur. Bahkan tanpa sadar sudut bibir Dhika tertarik keatas.



Vino sudah di tangani Dhika dan Angga, Farel sudah dinyatakan dalam kondisi normal. Vino tak mengalami luka yang parah hanya beberapa tulang yang retak dan kepalanya yang terlihat terbentur. Chella tak beranjak sedikitpun dari sisinya, dan semua keluarga membiarkan itu. Bahkan Leonnapun memilih menjauh saja, karena memang sudah bukan haknya lagi walaupun dia abangnya.

Saat ini Verrel dan Leonna sedang berhadapan dengan Daniel, Dhika, Serli dan Thalita di ruangan milik Dhika. Leonna terus menunduk dan memainkan jari-jari tangannya karena gugup sampai tangan besar milik Verrel menarik sebelah tangannya ke dalam genggaman Verrel, membuat Leonna menengok ke arah Verrel.

"Jadi?"

Pertanyaan Dhika menyadarkan Leonna dan Verrel yang saling bertatapan. "Pa, aku tak mempermasalahkan masalah kemarin. Aku sebenarnya sudah tau sejak awal kalau Leonna menyukai Vino dan aku tetap menerimanya walau tau akhirnya akan seperti ini." ucap Verrel,

"Kamu, Leonna?" Tanya Dhika membuat Leonna menelan salivanya sendiri dan menatap Dhika dengan takut.

"Pa, Leonna tau Leonna salah. Tapi semua itu sungguh tak sengaja, rasa kagum Leonna pada Abang menutup mata Leonna dan malah menyakiti orang yang Leonna cintai." gumam Leonna kembali menunduk.

"Aku juga salah disini, sebagai kepala keluarga aku sudah lalai." ucap Verrel.

"Leonna, tatap papa," ucap Dhika masih terdengar tegas membuat Leonna perlahan mengangkat kepalanya dan menatap manik mata coklat tajam milik Dhika.

"Apa kamu sungguh mencintai Verrel? Katakan sejujurnya tidak perlu takut." ucap Dhika dengan lembut. Leonna menggigit bibir bawahnya perlahan.

"Aku sebenarnya tidak tau apa itu cinta, tetapi kemarin saat aku mencoba memejamkan mata dan bertanya ke hatiku sendiri siapa yang Leonna cintai. Dan jawabannya adalah kak Verrel. Lalu saat kak Verrel di rawat saat itu, aku merasakan rasa sakit, rasa gelisah, rasa khawatir dan rasa takut bercampur menjadi satu dan itu sungguh menyesakkan hati Leonna. Setelah kak Verrel sadar dan malah mengacuhkan Leonna, di sanapun rasa sesak itu semakin menyakitkan. Seakan ada sesuatu yang menghimpit dadaku dengan sangat kuat hingga untuk bernafaspun rasanya sulit dan sakit, bahkan rasa sakitnya lebih menyakitkan dari saat Leonna mendengar kalau abang mencintai Chella." Leonna memberi jeda dalam ucapannya. "Lalu saat melihat kak Verrel dekat dengan wanita lain rasa takut dan kesal bercampur jadi satu. Aku tidak ingin kak Verrel melepaskanku dan aku akan kehilangannya. Aku tidak mau, Papa." Leonna menatap Dhika dengan mata yang berkaca-kaca. "Makanya aku memilih untuk tetap bertahan, sampai kak Verrel mau kembali lagi padaku,"

Verrel tersenyum mendengar penuturan Leonna, bahkan tangannya semakin menggenggam erat tangan Leonna. "Papa, Mama, Ayah dan Bunda di sini hanya berperan sebagai orangtua yang akan selalu mendukung kalian berdua. Kami hanya berharap kalian berdua selalu bahagia," ucap Dhika.

"Benar yang di katakan papa Dhika, kami disini hanya sebagai orangtua yang bisa mendoakan dan mendukung kalian. Kalianlah yang menjalankannya," ucap Daniel.

"Leonna, saat ini kamu dan Verrel bukan lagi sepasang kekasih yang seenaknya putus nyambung. Hubungan kalian adalah sebuah ikatan pernikahan, dimana kalian harus bisa menjaganya dan jangan menyepelekan hubungan ini." ucap Dhika.

"Iya pa, Leonna janji sama papa. Leonna akan menjaga pernikahan ini, dan juga tidak akan pernah mengkhianati kak Verrel." ucap Leonna membalas genggaman tangan Verrel.

"Mama percaya pada kalian berdua," ucap Thalita diiringi senyumannya.

"Bunda juga, pokoknya kalian harus jadi keluarga yang sakinah mawada warohmah. Dan cepat-cepat berikan kami cucu," celetuk Serli membuat Leonna maupun Verrel tersipu.

"Kalau sudah ada cucu. Berarti kita sudah benar-benar tua yah," kekeh Daniel membuat ketiga orang paruh baya itu ikut terkekeh.

"Leonna kemarilah, tidak adakah pelukan untuk papa." ucap Dhika membuat Leonna berkaca-kaca hendak menangis.

Leonna beranjak dan duduk di samping Dhika, Leonna langsung memeluk Dhika dari sisinya. "Maafin Leonna, Papa. Leonna buat papa sangat kecewa,, hikz...hikzz...." Leonna menangis terisak membuat Dhika tersenyum dan mengusap kepala Leonna dengan sayang.

"Maafkan Papa karena sudah memukulmu," ucap Dhika mengecup kepala Leonna. "Papa hanya tak ingin kamu melakukan hal yang sangat memalukan, papa tidak ingin apa yang pernah terjadi di masalalu kembali terjadi lagi."

"hikzz....hikzzz....hikzzz...." isak Leonna semakin menjadi.

"ck,, dasar cengeng. Lihat suami kamu melihat ke arah kamu yang menangis seperti anak kecil," ejek Dhika membuat semuanya terkekeh, tetapi Leonna malah semakin menangis.

"Sssttt,, tugas orangtua adalah memaafkan anaknya. Papa sudah memaafkanmu, Princes." Dhika mengusap kepala Leonna yang menangis terisak.

"Dhik, Vino sudah siuman," Okta berdiri di ambang pintu ruangan Dhika. 

Di ruangan Vino terlihat sudah ada brotherhood dan Chella. Bahkan Farel yang sudah siumanpun ada duduk menggunakan kursi roda di bantu Claudya. Semuanya menatap ke ambang pintu saat Dhika dan Daniel datang bersama Okta, Thalita, Serli, Verrel dan Leonna.

"Hai Princes," sapa Vino saat Leonna masuk. Vino terlihat tersenyum lebar pada Leonna, sedangkan Leonna kebingungan apalagi Verrel dan Chella ada disana.

"A-abang, tidak apa-apa kan?" Tanya Leonna masih berdiri di tempatnya.

"Lihatlah, abang baik-baik saja. Ayo kemari peluk abangmu,"

Ucapan Vino menyentakkan Leonna. Ia menatap ke arah Verrel dan Chella dengan pandangan tidak enak. Verrel memejamkan matanya sebentar dan menggerakkan kepalanya seakan memberi Leonna isyarat kalau dia tidak apa-apa. Leonnapun berjalan mendekati brangkar Vino dan memeluknya. "kamu terlihat dewasa sekarang," Vino melepas pelukannya dan mencubit pipi Leonna.

"Sakit abang," keluh Leonna mengusap pipinya.

'Ke-kenapa Vino tidak menyapaku, padahal saat dia siuman aku berada disisinya,' batin Chella.

"Abang tau, Chella selalu setia menemani abang disini lho." ucap Leonna yang merasa tak enak pada Chella.

"Chella? Chella siapa?"

Deg ...

Jantung Chella seakan di tarik paksa dari tempatnya, mendengar Vino tak mengenalnya sedangkan pada yang lain dia kenal. "maksud abang apa? Dia,, Michella." tunjuk Leonna pada Chella yang membeku di tempatnya tak jauh dari brangkar.

"Oh gadis itu, sebenarnya Abang juga sempat bingung kenapa saat membuka mata dia ada disini. Dia teman kamu yah," ucap Vino dengan polosnya membuat semua orang yang ada di ruangan itu kebingungan. "makasih yah Michella, sudah mau menjagaku."

"Sa-sama-sama," cicit Michella menunduk dan beranjak pergi. Hatinya hancur seketika, Vino melupakannya, sedangkan dia ingat dengan yang lain.

"Vino, apa kamu ingat ini tanggal berapa?" Tanya Dhika,

"Kenapa Ayah? Aku tidak tau tanggalnya mungkin sekitar tanggal 18 atau 20 November." ucapan Vino memang tepat.

"Tahun berapa?" Tanya Dhika lagi.

"Tahun 2011,"

Deg ... Semuanya mematung mendengar penuturan Vino. "Ta-tapi abang, ini sudah tahun 2016,"

"2016?" ucap Vino mengernyit bingung.

"Dokter Angga, tolong kamu panggil dokter Anwar ahli syaraf. Aku akan membawa Vino ke rumah CT-Scan," ucap Dhika membuat Angga mengangguk dan berlalu pergi.

"Vino sayang, apa kamu benar-benar tak ingat?" Tanya Lita dan Vino menggelengkan kepalanya.

"Papa, apa yang terjadi? Kenapa papa di atas kursi roda dan infusan itu,"

"Papa tidak apa-apa Nak," ucap Farel lirih diiringi senyumannya. "Dhik, lakukan yang terbaik untuk Vino," ucap Farel yang di angguki Dhika.

Leonna beranjak meninggalkan ruangan begitupun yang lain. Ia berkeliling mencari Chella yang entah pergi kemana. Hingga dia melihat Chella sedang duduk di taman rumah sakit tengah menangis.

Leonna duduk disampingnya sambil mengusap pundak Chella. "Kenapa dia melupakanku? Dia hanya tidak mengingatku, Leonna." isak Chella dan Leonna menariknya ke dalam pelukannya.

"Abang mungkin masih syok dengan yang tengah menimpanya. Tidak akan lama lagi dia akan ingat." ucap Leonna mencoba menenangkan.

"Loe pikir gue buta ilmu kedokteran?" Tanya Chella dengan pandangan terlukanya. " gue tau kasus apa yang menimpa Vino. Kasus ini jarang sekali terjadi."

Leonna terdiam dan hanya bisa mengusap kedua pundak Chella. "mungkin sekarang saatnya loe yang berjuang untuk meluluhkan hati abang." ucap Leonna membuat Chella menengok kearahnya. "loe perjuangin cinta loe, gue pasti akan membantu loe." ucap Leonna dengan senyumannya.

'Apa ini jawaban dari sumpahku, aku yang akan berlari ke arah Vino. Mungkin inilah ujiannya, inilah saatnya aku menggapai tangan abang dengan usahaku sendiri,' batin Chella.

"Kenapa diam saja?" Tanya Leonna dan Chella menggelengkan kepalanya.

"Thanks, Ona." Chella memeluk tubuh Leonna.

"Gue akan membantu loe, hati abang gak akan sekeras hati Leon." ucap Leonna membuat Chella mengangguk.