webnovel

Ditinggal Melaut

Memang dasar nasib baru juga menikah satu bulan, suamiku harus pergi melaut lagi. Namaku Astri, aku merupakan istri dari mas Bayu seorang nelayan, rumah kamu di pinggiran pantai dan terbuat dari bambu. Malam harinya kami hanya menikmati lampu dari tetangga yang memasang listrik, buat aku dan mas Bayu memasang listrik merupakan biaya yang cukup besar.

Jam 4 pagi mas Bayu sudah bersiap dengan timnya menuju ke tengah laut, sudah biasa mereka berenam menuju tengah laut guna mencari tangkapan ikan yang lebih banyak dibandingkan nelayan lain. Ya itu sudah kenyataan karena tiga hari tidak pulang, tangkapan ikan benar-benar melimpah dan hasilnya aku dinafkahi lebih dari cukup.

"Mas berangkat ya, katanya bapak akan datang tiap siang atau pagi."

Sebenarnya mau apa juga mertuaku datang setiap hari, jujur saja walaupun dia baik tapi kalau tiap hari tidak enak juga.

Sore harinya aku dikejutkan dengan datangnya mertuaku, dia membawa makanan untuk aku. Karena dia tahu kalau mas Bayu jarang memberi makanan enak kepadaku.

"Terimakasih pak."

"Kamu gak nyuruh bapak masuk?"

Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, hari juga sudah mulai gelap. Bapak mertuaku seorang nelayan juga, hanya saja dia tidak seperti mas Bayu yang suka melaut sampai tiga hari atau lebih. Dia hanya menikmati hasil sehari-hari saja, asalkan bisa makan dan ada uang.

"Ibu gimana pak? Kan lagi sakit, masa bapak tinggal."

"Ya ibu mertua kamu gitu aja Astri, dia masih gak bisa bangun."

Ibu mertuaku terkena stroke setelah 3 bulan yang lalu, tidak tahu penyebabnya.

"Lagian ada mas-mu juga mbak-mu yang jaga ibu."

"Syukur kalau begitu pak."

Ayah mertuaku menatapi setiap inci dari rumahku, bolong pada bagian kamar pun tak luput dari pandangannya.

"Kamu gak tutup lubang itu, tembus keluar lho?"

"Iya pak, belum dapat koran bekas pak."

Aku lihat wajah prihatin dari ayah mertuaku.

"Besok pagi bapak bawakan ya."

"Gak usah repot-repot pak."

Ayah mertuaku berdiri dan memegang bahuku, kemudian dia pamit untuk pulang.

Jam 7 malam rumahku sudah diterangi lampu dari tetangga, sampai tiba-tiba Kodir yang merupakan tetanggaku datang ke rumahku.

"Ada apa mas?"

Dia memberi tahu kalau lampu yang menerangi rumahku akan dicabut, kecuali aku membayarnya.

Aku bingung bagaimana harus membayarnya, sampai dia mengatakan kalau aku bisa membayarnya dengan tubuhku. Dia tidak tahan kalau aku dan mas Bayu berhubungan intim dapat dia lihat dengan jelas dari lubang yang dituduhkan ayah mertuaku.

"Jangan mas, nanti mbak Wati marah. Nanti datang mas Bayu, saya bayar."

"Ya udah kalau begitu, saya matikan lampunya mulai malam ini sampai suami kamu pulang."

"Tapi mas, bisa gak sampai besok pagi saja."

Kodir tersenyum licik dan lebih memilih untuk meninggalkan aku, tapi tiba-tiba saja dia berhenti.

"Pakai mulut kamu, lampu untuk pagi ini dijamin menyala."

Aku tahu maksud dari ucapannya, tapi aku jijik melakukannya. Sekali seumur hidupku baru sekali menjilati penis milik mas Bayu dan rasanya ingin muntah, bau Pesing dan bau selangkangan membuat aku mual.

"Aku hitung sampai tiga, kalau tidak mau aku pergi."

Tepat di hitungan ketiga aku tutup pintu, aku tidak mau melakukan hal yang akan membuat lebih melakukannya. Maka malam itu aku putuskan untuk tidur dengan kondisi super gelap ditemani deru ombak dimalam hari.

Sekitar jam dua malam aku dengar suara hujan badai yang cukup besar, pintu rumahku sampai terbuka saling besarnya. Aku cukup aneh karena biasanya kalau hujan sebesar apapun tidak pernah membuka pintu, tapi ini sampai pintunya terbuka seolah anginnya sangat besar.

Aku sedikit keluar dan tak butuh waktu lama badanku basah kuyup karena hujan yang cukup besar, aku segera melepaskan pakaianku karena takut masuk angin.

"Plokk"

Aku kaget bukan main ketika ada tangan yang meremasi payudaraku dari arah belakang.

"Tubuh kamu sekali sekali, aku suka aroma tubuhmu."

Ini suara Kodir yang sudang mencoba memperkosaku.

"Mas Kodir, lepaskan mas!"

Bukannya melepaskan justru Kodir semakin beringas dengan memasukkan jarinya pada celana dalam yang masih aku pakai, tak lama kemudian dia mengeluarkannya kemudian mengendusnya.

"Uuh... Aromanya sungguh menyengat, aku PP suka itu.

Aku memohon kepadanya untuk tidak menodaiku dan anehnya dia melepaskan pelukannya.

"Kalau begitu tawaranku yang tadi masih berlaku."

Malam ini mau tidak mau aku harus mengulum penisnya serta menjilatinya, aku tidak mau kalau dia meniduriku.

Ketika celana dalamnya dibuka aku tidak dapat melihatnya karena suasana sangat gelap, hanya saja baunya terasa menyengat dan aku bergidik ketika jemariku menyentuh bulu jembutnya yang begitu rimbun.

Aku tahan muntah tak kala bibirku hendak menyentuh ujung dari penisnya.

"Astri? Astri?"

Suara teriakan membuat Kodir buru-buru sembunyi tanpa memakai sehelai benang pun, sementara aku langsung memakai kain jarik yang sedari tadi akan aku pakai.

"Astri! Astri!"

Aku pun membuka pintu dan terlihat seorang ibu-ibu pada umumnya, dia adalah mbak Wati yang merupakan istri dari Kodir.

"Mbak Wati?"

Dia menanyai ku tentang kemana perginya suaminya dalam kondisi hujan begini.

"Astri, kamu lihat mas Kodir gak?  Bukannya jaga anak, ini malah keluyuran."

"Saya gak lihat mbak."

"Terus kenapa rumah kamu gelap?"

"Tadi pak Kodir mematikan lampunya, mbak."

"Ada-ada saja, terus kenapa kamu pakai kain jarik gitu?"

"Tadi pintu terbuka jadi saya keluar, eh malah saya yang kehujanan gede."

"Ya udah saya pulang dulu, sembari menyalakan lampu."

"Iya mbak, terimakasih."

Aku mengehela nafas karena mbak Wati tidak masuk ke dalam rumahku, aku kunci pintu dan duduk di samping ranjang.

Tiba-tiba saja ada sorotan lampu yang menuju rumahku dan kini aku dengan jelas dapat melihat mas Kodir berdiri telanjang di depanku. Aku menelan ludah karena jujur saja dalam kondisi dingin seperti ini birahiku bergejolak, ditambah dengan pemandangan mas Kodir yang telanjang bulat.

"Mas Kodir? Pulang mas!"

"Hei, aku sudah siap untuk melanjutkan yang tertunda tadi."

Aku diam ketika mas Kodir mendekatiku, dia rebahan di atas kasurku. Sementara aku dipaksa untuk mengulum penisnya yang berwarna hitam dan ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terawat.

Aku menahan muntah tak kala ujung lidahku menyentuh ujung kepalanya penisnya, saya itu mas Kodir memegang kepalaku dan langsung membuat aku memasukkan penisnya ke dalam mulutku.

"Gila, enak banget Astri."

Ini sudah terlanjur jauh dan aku harus menuntaskan tugasku agar sperma miliknya cepat keluar, tapi justru hal itu yang membuat aku lupa kalau secara perlahan mas Kodir sudah menelanjangiku. Aku baru sadar ketika mas Kodir memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang vaginaku.

"Ahh.."

"Becek sekali Astri, kita bercinta saja ya. Kamu juga pasti mau kan?"

"Gak mas!"

Aku percepat kuluman mulutku agar mas Kodir cepat mengeluarkan spermanya.

"Ah ..., Astri ahh.. aku sudah di ujung!"

Lega rasanya ketika ada cairan putih kental menyeruak masuk ke dalam mulutku, ketika dia hendak membalikkan tubuhku untuk melakukan hubungan badan. Maka dengan segera aku dorong dia sampai dia tersungkur.

"Kenapa Astri, bukannya kamu ingin juga melakukannya? Mas Bayu dan istriku tidak akan tahu apa yang kita lakukan malam ini."

"Gak mas, pergi darisini."

Aku lihat mas Kodir pergi dari rumahku ketika hujan badai agak sedikit mereda, aku tidak sempat mengunci pintu karena jujur saja kocokan tangan mas Kodir membuat aku orgasme dan hal itu membuat aku lelah.

Pagi harinya aku rasanya udara dingin sehabis hujan semalaman, tapi ini dingin karena pintu yang terbuka. Saat aku membuka mata, aku lihat ayah mertuaku sudah ada di depanku dan aku tidur dalam posisi mengangkang. Sontak ayah mertuaku sedari tadi menikmati vaginaku yang ditumbuhi bulu.

"Bapak?"

Cepat-cepat aku tutupi kemaluanku dan mengambil selimut yang jatuh ke lantai.

"Bapak cuma mengantarkan koran."

"Te.. terimakasih pak!"

Saat aku hendak mengambil koran dari tangannya, tiba-tiba saja ayah mertuaku langsung menindihku dan mencumbu penuh nafsu.

"Pak, hentikan!"

"Ahhh..ahhh"

Aku mendesah cukup keras karena vaginaku kini dikocok langsung menggunakan tiga hari sekaligus, akhirnya bibir kami bertemu dan aku rasakan kalau lidahnya masuk penuh ke dalam mulutku.

Kocokan bapak mertuaku luar biasa sampai membuat aku orgasme dan tubuhku sungguh lelah, aku menatap wajahnya dan dia terlihat senang.

Mataku terbelalak ketika kini bapak mertuaku telanjang bulat dan hendak menggauli aku selalu menantunya.

"Ahh... Sungguh nikmat Astri."

Vaginaku terasa penuh ketika penisnya masuk, aroma amis ikan jelas tercium dari tubuhnya yang baru pulang melaut. Aroma jantan dari ketiaknya seketika membuat aku tak kuasa untuk melayani nafsu birahinya.

Aku tidak bisa munafik kalau genjotan mertuaku sangat luar biasa, karena hampir setengah jam dia belum menunjukkan akan berejakulasi.

Sampai pada akhirnya ketika aku mengatakan akan orgasme, dia pun mempercepat genjotannya.

"Pak, jangan di dalam!"

"Tanggung Astri, kita sama-sama keluar saja."

"Jangan pak!"

"Ah..ahh.."

Bapak mertuaku mengerang dan aku juga merasakan tubuhku bergetar karena orgasme, cairan kami bersatu dan aku kini dalam kebingungan.

"Kamu kenapa ketakutan gitu, kan kalau kamu ada Bayu bapaknya?"

"Bukan gitu pak, aku sama mas Bayu dulu sewaktu pacaran sering melakukan hubungan intim. Tapi dia aneh kenapa aku gak hamil-hamil, sampai akhirnya kami berdua mengumpulkan uang untuk memeriksa sel sperma mas Bayu."

"Terus?"

"Mas Bayu mandul pak!"

Aku lihat wajah mertuaku yang tadinya sumringah telah menodai aku, kini terlihat pucat karena perbuatannya. Itulah alasanku semalam tidak melayani nafsu birahi Kodir, aku takut hamil dan mas bayu curiga.

TAMAT.

Nächstes Kapitel