Sepasang mata terbuka setengah. Kedua pupil mata bergerak ke kanan dan ke kiri, lalu dengan perlahan bergerak ke atas, dengan diikutinya kelopak mata yang menutup seluruh mata.
"Kepalaku sakit."
"Lemas sekali, ingin terus tidur di ranjang tua ini"
"Eh, tunggu sebentar. Bukankah seharusnya aku sedang berada di kafe bersama Haeri dan Dae Joon? Kenapa tiba-tiba aku ada di ranjang? Apa yang terjadi saat itu? Itu semua hanyalah mimpi?"
"Ah!" Kyo Seung bangkit dengan cepat dari tidurnya, kedua matanya terbelalak lebar, diikuti dengan jantung yang mulai berdetak dengan cepat akibat panik. "Jam berapa sekarang?"
Pemuda itu meraih jam beker yang ada di atas meja belajarnya. Ia menatap ke arah jam tersebut, dan jarum jam pendek menunjuk ke arah jam 7 pagi. Dengan terburu-buru, Kyo Seung langsung berlari ke kamar mandi. Ia buru-buru mandi, berganti pakaian, dan merapikan rambutnya. Seusai berberes dengan diri sendiri, ia langsung mengambil tas selempangnya yang berwarna hijau tua. Ia memakai sepatunya, menyambar hoverboardnya dan langsung membanting pintu keluar dari kamar apartemen. Ia menaiki hoverboard dan melintasi jalan trotoar sampai pada zebra cross. Ia menghentikan kendaraannya itu, dan menunggu lampu merah berubah warna menjadi hijau. Setelah warna hijau muncul, Kyo Seung langsung kembali menapakkan kakinya di atas hoaverboard, dan berlalu ke kampus.
.
Seusai kuliah, para mahasiswa dan mahasiswi berhamburan keluar dari gedung kampus. Beberapa ada yang masih menetap di kampus untuk mengerjakan tugas kelompok, dan sisanya ada kegiatan mahasiswa (ekstrakurikuler). Langit sudah mulai menampakkan gradasi oranye dan biru muda, maka sore akan tiba. Saat ini, Kyo Seung masih belum keluar dari kelasnya. Ia fokus bermain game di ponselnya, kakinya ia rebahkan di atas meja, dan tubuhnya ia sandarkan ke sandaran kursi yang didudukinya. Posisinya sangat menunjukkan perilaku mahasiswa berandalan. Meski begitu, Kyo Seung bukanlah tipe orang berandalan. Dia orang yang ramah, bersemangat, namun ia bukan tipe orang yang berandalan. Ia masih mengetahui batasan.
"Kyo Seung, kamu tidak pulang?" tanya salah satu teman perempuan Kyo Seung yang segera pergi keluar dari kelas sembari membawa tasnya.
"Tidak, aku di sini dulu. Malas pulang"
"Baiklah kalau begitu. Tolong matikan AC-nya kalau mau pulang"
Kyo Seung mengangguk, dan temannya itu pun meninggalkan kelas. Dua menit berlalu, tiba-tiba terdengar suara daun-daun pohon yang bergerak dari luar jendela besar kelas. Sosok wanita berambut hitam dengan panjang rambut sepundak, muncul terbalik dari luar jendela. "Kyo Seung~"
Kyo Seung menoleh dengan cepat ke sumber suara. "Gom-Hong? Apa yang kau lakukan di sini?"
Temannya yang sedang berada luar jendela itu pun langsung memasuki ruangan lewat jendela. "Eits, pakai nama asli!"
"Eh, iya. Yeon Ah, apa yang kau lakukan di sini?"
"Kebetulan aku sedang mengunjungi kampus temanku, jadi sekalian saja aku ke sini"
"Itu bukan berarti kamu harus masuk ke dalam ruangan lewat jendela"
"Aku malas masuk lewat pintu. Lagipula, kalau bisa lewat jendela, mengapa tidak?"
Kyo Seung tersenyum tipis. "Terserah kamu saja"
"Aku di sini juga ingin bertanya sesuatu kepadamu"
"Apa itu?"
"Bodoh. Apa yang kau lakukan di gang sempit nan gelap itu sampai menemukan mayat yang sudah terpisah-pisah?!"
"A-aku bisa jelaskan—"
"Tidak ada kesempatan berbicara untukmu. Kau membuat satu komunitas kita dalam bahaya!"
"Apa saja yang telah kulakukan? Aku tidak menyeret nama komunitas untuk hal ini!"
"Kyo Seung, dengarkan aku. Kau muncul di berita. Kau adalah tersangka utama kasus itu, dan kepolisian tiba-tiba membawa-bawa nama komunitas kita, para vigilante!"
"Hah? Tidak ada satu pun orang yang tahu tentang komunitas kita! Para anggota komunitas bahkan merahasiakannya dari keluarganya!"
"Banyak para vigilante di kota ini, dan masyarakat menganggap bahwa para vigilante termasuk kamu ini adalah satu komplotan"
Kyo Seung terdiam, mencari alasan yang bagus untuk melawan kalimat Yeon Ah. "Berarti itu bukan salahku! Mereka yang berasumsi seperti itu!"
"Masalahnya bukan di situ, Park Kyo Seung. Masalahnya adalah: 'kenapa kamu selalu ingin tahu?'"
"Itu masih bukan salahku. Aku hampir menangkap orang yang meletakkan mayat itu di gang—"
"Tunggu, kamu melihat orang yang meletakkan mayat itu?"
"Tentu saja! Itulah mengapa aku penasaran dengan barang yang dibawa oleh orang itu!"
"Wajar saja kau penasaran dengan hal itu…kalau aku jadi kamu, aku pasti juga akan mengikuti orang aneh itu"
Kyo Seung mengangguk-angguk. "Jadi, bukan salahku kalau ini semua terjadi"
"Ini masih menjadi kesalahanmu. Kau membuat satu komunitas dalam bahaya"
"Baiklah, aku akan mencari cara untuk mengatasi hal itu. Aku yakin. Aku akan sebisa mungkin membuat pemerintah (dan tentunya kepolisian) tidak lagi memperdulikan kita"
"Kau sebaiknya cepat mencari solusi, sebelum para petinggi mengambil alih masalah ini"
"Sejak awal aku tidak mau bergabung dengan komunitas ini! kamu yang memaksaku dan…ah sudahlah. Intinya aku tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan para petinggi kepadaku"
Yeon Ah terdiam, melipat lengannya. "Baiklah, aku pergi dulu. Jangan lupa dengan patroli sore nanti"
Kyo Seung mengangguk, ia melihat temannya berlalu keluar ruangan lewat jendela. Begitu Yeon Ah keluar dari ruangan, ponselnya bergetar sesaat. Ada notifikasi pesan dari Dae Joon. ia dimasukkan ke dalam grup chat yang beranggotakan Dae Joon, Haeri, dan dirinya yang baru menjadi bagian dari anggota. Grup itu diberi nama "Trio orang aneh", yang sudah pasti Haeri yang memberi nama grup itu karena Dae Joon tidak akan pernah mengetikkan nama grup dengan nama seperti itu. Mungkin kalau dia yang memberi nama, pasti grup itu akan diberi nama "2 orang gila, 1 orang jenius" atau nama-nama sindiran lainnya yang menyindir seluruh anggota kecuali dirinya. Kyo Seung membaca chat dari kedua temannya itu:
[Hari ini]
[Jung Dae Joon: "Aku punya kabar terbaru dari forensik. Korban bernama Jang Sooya, usia 32 tahun, menikah dengan Jang Ryoo, pekerjaan sebagai pemandu wisata. Korban memiliki banyak luka memar di sekujur tubuh dan diperkirakan dipukul dan dicekik sampai mati lalu dimutilasi oleh pelaku karena adanya kerusakan saraf di sekitar leher"]
[Kim Haeri: "Kasihan sekali korbannya…uh, Dae Joon, kenapa kamu memberitahukan ini kepada kami?"]
[Jung Dae Joon: "Temanmu yang naif itu menjadi tersangka kasus ini. Sebaiknya kita cepat mencari pelakunya sebelum si dungu itu yang ditangkap oleh kepolisian"]
[Park Kyo Seung: "Apa maksudmu dengan 'dungu', hah?"]
[Jung Dae Joon: "Yang dibicarakan akhirnya muncul juga. Kau pastinya sudah tahu tentang kasus itu"]
[Park Kyo Seung: "Aku hanya tahu sedikit. Yang kutahu hanyalah aku yang menjadi tersangka, dan yang barusan kamu kabarkan tadi"]
[Jung Dae Joon: "Kau sudah menyelidiki beberapa kemungkinan pelaku?"]
[Park Kyo Seung: "Yah, kalau itu sih… :_D"]
[Jung Dae Joon: "Sudah kuduga. Haeri, kamu sudah mencari tahu latar belakang tersangka lainnya selain Kyo Seung?"]
[Kim Haeri: "Sudah. Ada empat tersangka termasuk Kyo Seung, salah satu dari mereka ada yang dekat dengan korban"]
[Jung Dae Joon: "Baiklah, kirimkan data para tersangka kepadaku"]
[Park Kyo Seung: "Kenapa tidak kamu cari tahu data para tersangka di kantor polisi? Bukankah kamu kepala kepolisian cadangan di sana?"]
[Jung Dae Joon: "Tidak semudah itu untuk mengambil berkas para tersangka, apalagi berkasmu. Semua dijaga ketat oleh kepala kepolisian yang asli"]
[Park Kyo Seung: "Kenapa tidak menyelinap saja?"]
[Jung Dae Joon: "Aku sudah terpikirkan hal itu, namun persentase mendapat berkas itu hanyalah 41% dan aku tidak mau repot-repot mengurus hal seperti "penyelinapan" kalau aku bisa minta Haeri untuk mencarikan data tersangka yang lebih lengkap"]
[Kim Haeri: "Waw, semakin hari Dae Joon semakin suka memanfaatkan orang"]
[Jung Dae Joon: "Pada dasarnya semua manusia hanya mengambil manfaat dari segala hal yang mereka lakukan"]
[Kim Haeri: "Kyo Seung, apakah kamu ada waktu luang setelah kuliah? Aku mau mengajakmu dan Dae Joon ke suatu tempat"]
[Park Kyo Seung: "Maaf, aku ada urusan lain yang penting. Uh, apa maksudmu dari 'suatu tempat'?"]
[Kim Haeri: "Lupakan, tidak terlalu penting"]
[Jung Dae Joon: "Itu penting."]
[Kim Haeri: "Tidak penting, Dae Joon."]
[Jung Dae Joon: "Penting"]
[Kim Haeri: "Tidak penting."]
[Jung Dae Joon: "Penting"]
[Kim Haeri: "Tidak penting"]
[Jung Dae Joon: "Penting"]
[Park Kyo Seung: "Jujur, aku tidak tahu ke mana arah pembicaraan ini"]
[Jung Dae Joon: "Kalau begitu kita akhiri pembicaraan ini"]
Kyo Seung menutup ponselnya. Ia mengambil tas selempang dari bangkunya, dan berlalu keluar ruangan.
*
"Aku pulang~"
Kyo Seung menggantungkan tas selempangnya ke gantungan berwarna hitam, ia berjalan menuju kasurnya dan berbaring. Ponsel ia keluarkan dari saku celananya, lalu ia arahkanke atas agar bisa melihat layar ponselnya. Begitu Kyo Seung melihat pesan masuk yang muncul, ia langsung terbangun dari posisinya. Dengan panik, ia langsung berlalu ke lemari pakaian. Mengambil hoodie hijau favoritnya dan mengambil masker hitam yang diletakkan di sebuah kotak kecil di bagian atas dalam lemari. Dirampasnya utility belt dari gantungan berwarna hitam tempat ia menggantungkan tasnya, dan ia berlari dengan cepat keluar dari kamar apartemennya. Kyo Seung memeriksa satu persatu peralatannya, dan setelah semuanya lengkap, ia segera mengunci pintu kamar apartemen dari dalam lalu keluar dari apartemen lewat jendela.
Sinar bulan menyoroti sebagian kota Daegam, dan itu membuat Kyo Seung teralihkan perhatiannya kepada bulan tersebut. Sembari pikiran terlarut dalam indahnya cahaya bulan, ia teringat kata-kata seorang teman dari kampus. "Bulan di kota Daegam itu palsu. Semua yang kau lihat di langit kota ini, palsu. Langit kota ini palsu", ujar temannya itu. Tentu saja palsu, mana ada bulan yang tidak pernah berganti posisi sama sekali di dunia ini? Kyo Seung tidak sebodoh itu. Ia bukanlah warga asli kota ini, ia tahu bagaimana tampak dunia luar yang sangat berbanding balik dengan kota Daegam. Kyo Seung menggelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha untuk tidak terpancing oleh ingatannya. Ia melihat ke atas gedung apartemen, lalu menembakkan grappling hook gun-nya ke atas hingga kailnya terjerat di pinggir atap gedung. Kyo Seung pun menekan sakelar pada pistolnya, dan tubuhnya mulai ditarik oleh tali yang dikaitkan pada pengait tersebut. Pemuda berambut oranye gelap itu pun mulai berlarian bebas dari atap ke atap gedung. Ia memakai bantuan grappling hook gun untuk menyebrang ke atap gedung lain. Begitu ia berlalu hingga delapan gedung terlampaui, ia pun mengambil alat komunikasi yang berbentuk seperti earphone dari sebuah kotak kecil berwarna hitam dari utility belt-nya. Sambil berlari, ia memasangnya di telinga kanannya lalu menyalakan alat tersebut. "Halo? Kyo Seung di sini. Apakah ada yang sedang menggunakan ruang komunikasi di sana?"
Tidak ada balasan, namun begitu menunggu sesaat, suara wanita yang terdengar elegan pun terdengar di telinga Kyo Seung. /"Pesan diterima. Operator ruang komunikasi sedang tidak bertugas. Mengalihkan ke sistem operator…"/
"# Hai, saya ELY, sistem yang akan menggantikan operator ruang komunikasi untuk sementara. Apakah ada yang bisa saya bantu, Park Kyo Seung? #"
"Ah, Gom Hong masih sibuk ya…ELY, apakah ada semacam aktivitas kriminal di sekitar rute perjalananku ke markas?"
"# Tidak ada, Park Kyo Seung. Perlu disarankan kepada Anda bahwa perjalanan akan jauh lebih mudah jika- #"
"Baiklah kalau begitu, terima kasih" Kyo Seung langsung mematikan alat komunikasinya begitu sistem operator mulai membicarakan rute perjalanan terbaik. Kyo Seung merasa risih dengan suara gemerisik yang dikeluarkan oleh sistem operator, jadi ia tidak sungkan mematikan alat komunikasinya.
Kyo Seung pun akhirnya sampai di tepi gedung paling pinggir dengan tepi daerah timur kota Daegam, dekat dengan jembatan Godam yang menghubungkan antara daerah timur dengan tengah kota Daegam. Dengan langkah besar dan hati yang penuh dengan rasa semangat, Kyo Seung berlari dengan kencang dan melompat dari tepi gedung. Tubuh yang menghadap ke bawah, ia condongkan ke atas langit. Suara berisik angin mendorong-dorong gendang telinga, gaya rambut yang awalnya tertata rapi pun langsung menjadi berantakan ketika gravitasi menjatuhkannya bawah dan dari pandangan Kyo Seung, langit kota Daegam terlihat sangat kosong. Meski terlihat kosong, titik para bintang yang jumlahnya tak terlalu banyak membantu mengisi kekosongan langit kota yang gelap ini, begitu pula dengan bulan yang selalu berada di tempatnya itu. Memang bosan melihatnya, namun entah kenapa, langit yang palsu itu dapat membuat hati seorang antihero itu tenang.
Kyo Seung memakai grappling hook gun-nya dengan mengarahkannya ke pinggir atap gedung tempat ia melompat tadi. Gerak jatuh Kyo Seung semakin lambat dan Tap! Kaki mendarat ke daratan. Ia mendarat di trotoar, yang berhadapan dengan sungai yang berada di antara daerah timur dan tengah kota Daegam. Kyo Seung mengatur senjatanya sehingga kail yang terjerat di pinggir atap gedung tertarik kembali ke senjatanya. Pemuda itu berbalik badan sehingga ia berhadapan dengan sungai. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ia melihat ke arah jembatan Godam yang berada tak jauh dari dirinya. Ia berjalan ke kanan, mendekati jembatan tersebut, dan ketika ia sampai ia melihat ke bawah jembatan tersebut. Ia mendekat ke bawah jembatan, dan ia pun menemukan sebuah pintu kayu besar yang tingginya hingga mencapai dua meter. Pintu tersebut nampak tebal, karena mencegah air masuk ke balik pintu itu saat malam hari. Kebetulan sekali malam ini air sungai tak mencapai hingga ke pintu tersebut, hingga menjadi lebih mudah untuk dimasuki oleh Kyo Seung. Ada sebuah tangga kayu yang warnanya kusam namun tebal yang berada di depan pintu tersebut. Kyo Seung menapaki tangga tersebut, dan ia mendapati pintu berada di hadapannya. Ia membuka pintu itu perlahan dengan sedikit dorongan kuat karena pintu tersebut agak sulit untuk dibuka. Ia memasuki suatu ruangan yang sangat gelap itu, dan di situlah Kyo Seung memasuki "dunia malam" yang sesungguhnya di kota Daegam.