webnovel

Calon Mertua

Wardana's House

Author POV

Hari masih bisa dibilang pagi, tetapi di taman para manusia sudah bergerak dengan aktif.

Di sinilah Mika dan Anika berada, menyambut kepulangan orangtua Satya setelah berlibur dari Eropa. Anika duduk dengan gelisah. Berulang kali dia membetulkan posisi duduknya, merapikan rambutnya, dan mengawasi kumpulan pelayan yang baru keluar dari dapur.

Mika kembali melirik pintu utama. Salah satu pintu itu terbuka. Dara melihat seorang laki-laki yang menghampiri mereka sambil tersenyum lebar. Lelaki itu berkulit putih porselen dan berambut cokelat. Raut wajahnya ramah dan menyenangkan. Tapi itu bukan ayahnya Satya, melainkan Om Sultan.

Anika juga rupanya menyadari kehadiran Om Sultan. Dia langsung beranjak bangun dan menghampiri Om Sultan sambil tersenyum lebar.

"Anika, dear...." Om Sultan memeluk Anika dengan hangat. Pelukan erat yang sungguh tulus. "How are you dear? Semua persiapan penikahan kamu dengan Satya lancar, kan?"

Anika mengangguk. "Sudah ninety percents, Om." jawab Anika sambil tersenyum. "Oh iya do you still remember Mika, Om? dia juga salah satu my bridesmaid, and she helps me a lot!" Anika menunjuk Mika.

"Hai, Om Sultan..." Mika mengulurkan tangan.

Om Sultan menjabat tangan Mika dengan hangat.

"Yes, i remember you." Om Sultan tersenyum

Mika mengangguk. Senyum lebar tersungging di wajah Anika. Pribadi Om Sultan yang ramah, hangat dan selalu menghargai siapa saja membuat semua orang merasa nyaman berada di dekatnya, membuat semua orang selalu ingin tersenyum kepadanya.

"Okay, i have to go now. Meeting." Om Sultan melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Someone will come down soon." Om Sultan tersenyum. "Sampai ketemu lagi yaa..."

Mika dan Anika mengangguk, kembali duduk. Anika masih tetap santai, sementara Mika kembali tegang. Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu pun datang. Paduka Ratu Namira Wardana. Wanita yang sudah berumur itu masih terlihat segar. Dia menggandeng seorang anak perempuan berusia enam tahun. Mika berpaling kepada Anika, minta penjelasan.

"Kasih, anaknya Rangga dan Gwen, baru-baru ini dia memang menjadi maskot keluarga ini." bisik Anika tanpa menggerakkan bibir.

"Halo, Anika...." Tante Namira tersenyum. Tangannya terentang untuk memeluk Anika. Anika tersenyum sekedarnya dan membiarkan tubuhnya dipeluk sang calon mertua. Mika mengamati senyum Tante Namira. Tampak artifisial sekali, berbeda sekali dengan senyum hangat dan ramah beberapa anggota keluarga Wardana. Tante Namira adalah tipe wanita yang judes, dingin, dan selalu memandang rendah orang lain. Sejak masih kuliah dulu, Mika tidak terlalu suka dengan Tante Namira. Karena sifatnya sangat berbeda dengan suaminya, Adam Wardana. Perasaan itu bahkan menetap hingga sekarang.

 "Hi... Ma." Anika terdengar sulit menyapa Tante Namira dnegan sebutan 'mama'.

"Hmm..." Tante Namira berpaling menatap Mika. Matanya menyipit, seolah sedang menilai Mika.

"Ini salah satu bridesmaid saya, Mika Sebastian, dia istrinya Devan sahabatnya Satya." Anika memperkenalkan.

Mika mengulurkan tangan sambil tersenyum sopan. Dulu sekali dia pernah bertemu dengan Tante Namira, tapi pasti Tante Namira sudah lupa.

Tante Namira tersenyum tipis. "Hmmm... agak kurus ya. Sebenarnya Tina lebih cocok jadi bridesmaid kamu, Anika." komentar Tante Namira.

Alis Mika terangkat. Kalau dia tidak salah dengar. Tante Namira sedang mencelanya! Mencelanya... tepat di hadapannya?

Anika menggeleng. "Tidak. Saya sudah memilih Mika untuk menjadi salah satu bridemaid saya." Suaranya terdengar sedingin es.

Tante Namira mengangkat bahu. "Kasih, ayo beri salam sama kedua tante ini," ujarnya sambil mengelus sayah bocah perempuan yang berdiri di sebelahnya. 

Kasih tersenyum manis sambil mengulurkan tangan.

Tante Namira berbicara panjang lebar. Dia bercerita tentang keponakannya, Adara Luna Wardana. Dia juga bercerita tentang menantu keluarga Wardana, Gwenia Wardana, istrinya Rangga Wardana yang disebut sebagai wanita yang memenuhi kodratnya. anak perempuan dan menantu perempuan, keduanya bisa memasak. Satu hal yang sangat tidak dikuasai Anika. Tante Namira menyindir Anika terus.

"Repot juga ya. Kamu tidak bisa masak, sementara Satya senang sekali makan enak," Tante Namira tersenyum tipis.

Anika menggeram pelan. "Buat kami tidak menjadi masalah, ma." ujarnya. Mika agak terkejut mendengar ketenangan dalam nada suara Anika, mengingat tadi dia menggeram pelan. "Walaupun saya tidak bisa masak, nanti kan kami bisa beli makanan. Sekarang kan warung-warung makanan bertebaran di mana-mana."

Tante Namira tertawa. "Satya tidak terlalu suka makanan warung-warung itu. Dia pernah coba, tapi katanya semuanya kalah dibandingkan masakan rumah, masakan Mama."

Anika merengut.

"Aaahh..." seru Tante Namira dramatis. "Ayo kita makan diluar hari ini. Kebetulan, Dara sedang dirumah sakit bantu ayahnya dan Gwen juga sedang kencan dengan Rangga, maklumlah mereka baru saja bertemu kembali dan ada resto baru di sini. Ayo kita makan dulu..."

Anika mengernyit. "Something's wrong..." bisiknya kepada Mika.

Mika mengernyit. Tidak dapat mencari apa yang salah dengan ajakan makan dari Tante Namira. Tanpa banyak komentar, Anika langsung mengambil kunci mobilnya menuju tempat tujuan Tante Namira.

Begitu sampai, Tante Namira duduk dan meminta pelayan mengambilkan buku menu.

Tante Namira memesan sejumlah makanan. Resto ini tidak bisa dibilang baru. Mika sudah pernah melihatnya. Seingatnya, resto ini sudah berdiri sejak tiga bulan yang lalu, menjual makanan khas Indonesia.

"Tante...." sapa sebuah suara.

Tante Namira tersenyum lebar sekali. Dia berdiri dan memeluk erat gadis yang tadi memanggil namanya.

Mika dan Anika ikut berpaling, penasaran dengan sosok yang memanggil Tante Namira.

Mika menyikut pinggang Anika. "Itu kan..."

"Halo, Tina yang cantik...." dengan mesra, Tante Namira memeluk Tina. Mika memperhatikan wajah Anika. Wajah itu seperti baju kusut yang tidak pernah disetrika. Mika tahu sekali siapa Tina.

Tina Juliana Hilmar, gadis keturunan Bali itu adalah sepupunya sekaligus pacar pertama Satya. Ketika Anika mengenal Satya, Satya masih pacaran dengan Tina. Namun, karena ada perbedaan prinsip yang tidak dapat diselesaikan antara mereka berdua, Satya putus dengan Tina dan jadi dekat dengan Anika. Gosip yang beredar di kampus adalah Anika pada awalnya menolak Satya karena tidak mau dicap perebut pacar orang. Tapi, dasar memang sudah cinta, Anika malah jadian sama Satya. Dengar-dengar juga, Tante Namira lebih setuju kalau Satya tetap jadian dengan Tina. Menurut Tante Namira, Satya lebih cocok dengan Tina daripada dengan Anika.

"Tante datang lagi di resto saya ini..." sapa Tina dengan ceria.

Anika mendengus.

Oh... Mika mengerti sekarang. Jadi resto ini punya Tina. Berarti Tante Namira dengan sengaja menggiring Anika ke sini. Hmm.... pantas saja tadi Anika bilang 'Something's wrong...' Entah dra,a apa yang akan dipertontonkan Tante Namira.

"Tina, kamu tambah cantik saja...." puji Tante Namira tanpa memedulikan Anika.

"Ah, Tante bisa aja..." Tina tersipu.

Memang benar Tina cantik, kecantikan khas putri Bali. Dengan kulit kuning langsat, wajah klasik dan rambut hitam panjang. Tapi Anika juga cantik. Dengan kulit putih, wajah berbentuk hati yang disapu makeup tipis dan rambut berpotongan pendek. Kecantikan seorang wanita modern. Dua wanita dengan dua kecantika yang berebda. Hmmm... bukankah cantik itu relatif?

Tante Namira mengajak Tina duduk bersama mereka.

"Ya ampun... Anika.... Mika!" ujar Tina setengah berteriak. Tampaknya dia baru menyadari kehadiran Anika dan Mika. "Sudah lama sekali aku tidak pernah ketemu kalian. Apa kabar?"

"Baik, Tina. Kebetulan sekali ya kita bisa ketemu di sini..." ujar Mika.

"Resto ini punya Tina. Hebat kan dia...." Tante Namira menepuk-nepuk punggung tangan Tina. "Cantik, ayu, anggun, pintar masak, lagi. Kamu benar-benar akan menjadi istri yang ideal. Sayangnya, anak laki-laki tante semuanya sudah punya pilihannya masing-masing."

Tina tersenyum. "Sebenarnya saya juga tidak nolak kalau dijadikan istri anak laki-laki tante yang pertama itu..... tapi.... saya dengar sudah ada calonnya, ya?"

Maksudnya?

Wajah Anika semakin keruh mendengar perkataan Tina.

"Tinggal beberapa bulan lagi, Tina. Kamu harus datang ya..." kata Tante Namira sambil menggenggam tangan Tina. "Anika harus banyak belajar dari kamu. Dia tidak bisa masak, padahal Satya senang sekali makan enak. Satya juga sering mampir ke sini, kan?"

Mika tidak berani menatap wajah Anika, tapi dapat dipastikan wajah itu pasti sekerasa batu.

"Oh, jadi Anika tidak bisa masak!" Mata Tina membulat dengan gaya dramatis. "Wah, wanita yang tidak bisa masak. Anika, yang namanya wanita itu ya harus pintar masak, biar suami tambah sayang sama kamu. Masak itu memanjakan suami juga kan...."

Waduh! Tina juga cari gara-gara!

Mika memperhatikan wajah Anika. Ada kesan kejam di wajah cantiknya. Rupanya dia dan Tante Namira sudah berkonspirasi untuk memojokkan Anika.

Anika tersenyum manis. "Hmmm..." gumamnya. "Satya tahu aku tidak bisa masak. Walaupun begitu, Satya tetap mau menikahiku, bukan kamu, Tina..." balas Anika sambil tersenyum manis.

Kali ini giliran wajah Tante Namira dan Tina yang berubah membatu!

To Be Continued

 

Nächstes Kapitel