webnovel

BAB 9: Kejutan, Sistem Point

Seminggu sudah berlalu sejak aku membantu Rose mencari tahu tentang siapa orang yang sudah menguntitnya sejak lama.

Aku tidak tahu dengan keadaannya sekarang.

Apakah Rose mengetahui kalau pelakunya adalah Harry?

Apakah Harry sudah meminta maaf pada Rose?

Apakah Rose memaafkan Harry atas perbuatannya itu?

Aku hanya bisa berharap yang terbaik diantara mereka.

Mungkin mulai sekarang aku tidak bisa mendatangi Rose lagi, alasannya karena aku terlalu malas untuk berjalan ke area kelas dua.

Lagipula pembelajaran sudah dimulai hari ini.

Para siswa baru tidak belajar sama sekali di Minggu pertama, mereka hanya melakukan kegiatan bebas kecuali saat jam makan.

Namun sekarang, para siswa akan bersiap-siap untuk kejutan yang ada di hari ini.

Kejutan, itu adalah segala sesuatu yang munculnya tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya.

Kejutan barang yang dikembalikan, kejutan ponsel, dan terakhir kejutan sistem point.

Aku cukup yakin kalau mereka akan terkejut, karena namanya juga kejutan.

"Wah, apa ini?"

Saat aku berada di dekat lingkungan kelas ku, aku melihat banyak orang yang memandangi sesuatu.

Aku masih tidak bisa melihatnya karena pandanganku tertutup oleh mereka.

"Bukankah ini mesin minuman?"

"Kurasa iya, tapi bagaimana cara membelinya?"

"Mungkin menggunakan koin?"

"Aku tidak tahu."

Aku mendengarkan beberapa percakapan mereka.

Oh, kurasa mereka hanya memandangi mesin minuman yang ada di dekat kelas ku.

Sebelumnya mesin minuman itu memang tidak ada, jadi wajar saja jika mereka merasa terkejut karenanya.

Yah, aku sudah mengetahui beberapa hal tentang mesin minuman, jadi aku tidak terlalu peduli dengan itu.

Aku pun masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi ku.

Aku penasaran dengan reaksi teman sekelas ku setelah mengetahui tentang beberapa kejutan yang akan terjadi hari ini.

"Hmm?"

Lemari ini, bukankah sebelumnya tidak ada?

Sepertinya teman sekelas ku tidak menyadari keberadaan lemari itu.

Kurasa wajar saja jika mereka memang tidak menyadarinya, karena orang yang berada di kelas kemarin terlihat sangat sedikit.

Mungkin kebanyakan dari mereka memilih untuk berkeliaran di lingkungan sekolah ketimbang berada di dalam kelas.

Sedangkan aku yang memilih untuk menyendiri, kebanyakan menghabiskan waktu di dalam kelas kemarin.

Aku tidak bisa bersantai di rerumputan taman karena letaknya yang cukup jauh dari kelas ku berada.

Sebenarnya aku bisa kesana, hanya saja aku terlalu malas.

"Satomi!"

Lagi-lagi punggung belakang ku ditepuk dengan keras oleh seseorang.

Aku yakin kalau orang itu adalah Fisa tanpa perlu memastikan.

"Ada apa, Fisa?"

"Tidak ada, aku hanya ingin menemani mu."

"Begitu ya? Kau tidak bermain dengan yang lainnya?"

"Ya, temanku memang sudah banyak, sih. Ketimbang mempermasalahkan itu, lebih baik tunjukkan ekspresi mu sekarang!"

Sejak kemarin, Fisa terlihat sangat ingin melihatku yang berekspresi selain wajah datar.

Aku tidak tahu apa tujuannya menyuruhku melakukan itu.

Padahal aku tidak peduli, tapi dia terasa cukup mengganggu jika terus seperti ini.

"Maaf, aku tidak bisa melakukannya."

"Ayolah! Coba angkat kulit wajahmu itu!"

"Emm ... begini?"

"Ha-ha-ha! Apa-apaan itu? Kau terlihat seperti robot yang mengalami malfungsi! Lucu sekali."

Saat aku mencoba mengikuti perintahnya, Fisa malah tertawa terbahak-bahak dan mengatakan kalau aku seperti robot yang sedang malfungsi.

"..."

Aku hanya bisa diam saat melihatnya tertawa seperti itu.

Saat aku terus memandang wajah tertawanya, ternyata Fisa memang terlihat manis.

Aku menunggunya hingga dia selesai tertawa.

Kurasa dia juga memiliki sifat periang.

Dengan sifatnya yang seperti itu, akankah dia merasa sangat terkejut karena kejutannya?

Aku akan mengetahui jawabannya nanti.

"Hah, hah ... perut ku sakit."

"Sudah puas tertawa?"

"Maaf, Satomi. Aku tidak berniat mengejekmu, tapi wajahmu memang terlihat aneh."

"Aku tidak mempermasalahkannya, lagipula kau terlihat manis saat tertawa tadi."

"Eh-heh?! A-apa yang tiba-tiba kau katakan?!"

Lagi-lagi seperti ini?

Cara bicara Fisa terdengar terbata-bata sama seperti sebelumnya.

Aku tidak mengerti.

"Silahkan duduk, pembelajaran akan dimulai sekarang!"

"Eh, Pak Smith?!"

Fisa yang merasa terkejut akan kehadiran Pak Smith dengan segera berjalan menuju kursinya sendiri, begitu juga dengan teman sekelas ku yang lainnya.

Pak Smith menyuruh para siswa untuk segera duduk dan tidak perlu waktu lama, mereka langsung menuruti perkataannya.

Saat situasi kelas sudah mulai tenang, Pak Smith mulai membuka mulutnya.

"Selamat pagi, kalian semua! Bagaimana dengan kegiatan bebasnya? Kuharap kalian menikmatinya. Sebelum memulai pembelajaran hari ini, aku ingin menjelaskan beberapa hal terlebih dahulu."

Selesai memberikan salam pembukaan, Pak Smith pergi menuju ke sebuah lemari yang sebelumnya tidak ada di kelas ini.

Kemudian Pak Smith mulai membuka kunci lemari itu, walaupun aku tidak bisa melihat isi lemari itu, aku yakin kalau lemarinya berisi banyak ponsel.

Kebanyakan teman sekelas ku merasa bingung dengan apa yang dilakukan oleh Pak Smith.

Beberapa detik kemudian, pintu lemari terbuka.

Memang benar, isinya adalah sebuah ponsel berukuran sedang, mungkin ponsel itu seukuran dengan telapak tangan orang dewasa.

"Wah, apakah itu ponsel?"

"Hebat sekali!"

"Sekolah ini adalah yang terbaik!"

Tentu saja, mereka yang sudah melihat kalau isi lemari itu adalah ponsel mulai terlihat heboh sendiri.

"Apa kita bisa bermain game di ponsel itu?"

"Kurasa bisa saja!"

"Jangan terlalu berharap!"

Mereka seperti tidak merasa takut lagi dengan Pak Smith dan mulai berbicara satu sama lain hingga keadaan kelas terasa ramai.

"Ya, harap tenang!"

Saat Pak Smith menyuruh mereka untuk diam, suasana kelas langsung terasa hening.

Pak Smith memang sangat hebat, hanya dengan beberapa kata dia bisa mendiamkan keadaan kelas yang ramai.

Kemudian lemarinya ditutup oleh Pak Smith dan dia kembali duduk di kursi guru.

"Seperti yang kalian lihat tadi, itu adalah ponsel, dan kalian akan memilikinya masing-masing satu."

"..."

Kali ini mereka hanya diam, mungkin mereka takut kalau Pak Smith akan marah.

"Aku akan memanggil kalian satu persatu untuk mengambilnya. Satomi, maju ke depan!"

"Baik!"

Kemudian Pak Smith memanggil kami satu persatu untuk mengambil ponsel, tentu saja aku adalah giliran pertama.

"Buka lemarinya dan pilih salah satu! Jangan terlalu lama, karena semuanya sama saja!"

"Baik!"

Dengan cepat aku pun mendekat ke arah lemari itu dan mengambil sebuah ponsel yang ada dalam pandanganku.

Selesai melakukannya, aku kembali ke tempat duduk ku tanpa disuruh oleh Pak Smith.

"Satomi, tolong jangan memainkannya sebelum aku memperbolehkan!"

"Baik!"

"Bagus, selanjutnya Danna!"

Seperti itulah, semua teman sekelas ku pada akhirnya mendapatkan sebuah ponsel masing-masing satu.

"Dengar! Ponsel yang diberikan itu bukan untuk bermain-main, karena isinya hanya berhubungan tentang sekolah ini, dan juga ponsel ini tidak memiliki internet, kalian hanya bisa mengakses apapun yang berhubungan dengan sekolah ini! Apa ada pertanyaan?"

"Apa kami masih bisa berkomunikasi dengan ponsel ini?"

Lina mengangkat tangannya lalu bertanya.

"Tentu bisa, tapi sangat berbatas. Kalian hanya bisa berkomunikasi dengan orang yang ada di sekolah ini, seperti mengirimi pesan maupun telepon. Kalian tidak akan bisa dan dilarang untuk menghubungi orang yang ada diluar sekolah."

Kemudian Pak Smith pun menjawab pertanyaan dari Lina.

Aku mengerti, jadi sekolah ini melarang siswanya untuk berhubungan dengan dunia luar dan hanya fokus dengan urusan disini.

"Pak Smith, apa saja kegunaan ponsel ini?"

Danna yang sedari tadi diam kemudian ikut bertanya pada Pak Smith.

"Yang paling utama adalah kalian bisa berbelanja menggunakan ponsel ini dan mata uangnya adalah point, untuk point kalian bisa mendapatkannya dengan berbagai cara."

"Bagaimana caranya?"

Lina lalu ikut bertanya setelah Danna.

"Itu akan dijelaskan nanti, dan untuk hari ini kalian hanya akan diberikan ponsel!"

"..."

"Kalian akan diberikan sebesar 1.000 point untuk awal masuk, satu point bernilai satu Dollar Amerika!"

Pak Smith menambahkan penjelasannya saat banyak siswa yang masih tidak mengerti.

"Apa?! Seribu Dollar?!!"

Mereka memang tidak mengerti, tapi setelah mendengar kata Seribu Dollar, mereka langsung terkejut.

Tentu saja mereka terkejut dengan perkataan seribu Dollar, karena menurut ku itu memiliki jumlah yang lumayan besar bagi sebagian remaja.

Mendengar semua penjelasan yang ada, aku dapat menyimpulkan kalau aku bisa membeli apapun hanya dengan menggunakan ponsel ini dan mata uangnya adalah point.

"Harap tenang!"

Pak Smith kembali menenangkan para siswa yang mulai heboh sendiri.

Mereka yang ditenangkan pun mulai terdiam.

"Sekarang harap simpan ponsel kalian, jika ada yang memainkannya maka aku tidak memperbolehkannya menggunakan ponsel lagi!"

Mendengar perintah Pak Smith, mereka semua termasuk aku sendiri kemudian menaruh ponsel kami di dalam laci meja.

"Selanjutnya aku ingin memberitahukan satu hal ini pada kalian. Mulai hari ini, barang kalian akan dikembalikan ke tempat kalian tinggal dulu, termasuk perlengkapan penting sekalipun, tentu saja uang juga termasuk."

"..."

Semuanya hampir terdiam karena tidak mengerti, tapi kemudian mereka mulai heboh karena pengumuman mendadak itu.

"Apa maksudnya, Pak Smith?"

"Kenapa dikembalikan?"

"Orang tuaku sudah memberikan banyak uang padaku!"

Yah, aku mengerti.

Saat dalam keadaan terpuruk, mereka tidak lagi takut dengan apa yang mereka takuti.

Pak Smith pun tidak terlihat marah dan tidak lagi menyuruh mereka untuk tenang, kurasa dia menunggu keadaannya kembali tenang dengan sendirinya.

Tidak peduli akan membutuhkan beberapa detik, menit, maupun jam, aku yakin Pak Smith akan tetap menunggunya.

"Karena kalian akan hidup bergantung pada point."

Saat dirasa sudah mulai tenang, Pak Smith mulai membuka mulutnya.

"..."

Mereka pun kembali terdiam.

"Jika masih ada yang protes, kalian bisa keluar sekarang dan protes pada pihak sekolah!"

"..."

Mereka tetap diam.

"Baiklah, itu saja yang ingin ku sampaikan. Kita mulai pelajarannya sekarang!"

Bahkan saat Pak Smith memulai jam pelajaran, mereka masih diam membatu seolah-olah merasa bingung dan tertekan.

Nächstes Kapitel