webnovel

Rumble!!!

Childe dan Xiao tiba di rumah sakit daerah Liyue, lelaki bersurai oranye itu menawarkan sebelah earphone-nya kepada sang jawara sekolah namun dengan cepat ditolak oleh Xiao yang sudah berjalan lebih dulu dari Childe.

"Terserah," ujar Childe lalu memasang kedua benda canggih miliknya itu.

Mereka berdua kemudian memasuki pintu utama rumah sakit lalu berjalan ke kiri menyusuri area khusus pasien VIP tempat Pantalone berada.

Childe meraba sebuah pistol di belakang punggungnya dan membuka kunci pengaman senjata miliknya, entah dari mana ia mendapat senjata api bahkan izin untuk menggunakannya di usia yang masih terbilang muda.

Xiao menoleh ke arah jendela rumah sakit, terlihat banyak pasien lansia di taman sedang menikmati mentari yang bersinar terang menerangi selasa pagi Liyue. Ia tersenyum tipis seketika mengingat memori lamanya saat Xiao dan sang ayah sedang duduk di kursi taman sambil menatap ke langit, menikmati keindahan yang diciptakan oleh Tuhan 10 tahun lalu.

"Ayah akan sembuh, tenang saja! Kebetulan Dokter Dottore itu yang paling bagus di rumah sakit ini, jadi Adek gak usah khawatir," hibur pria paruh baya itu ketika Xiao kecil terisak melihat selang infus di lengan kirinya.

Xiao kecil berusaha untuk tersenyum, dari kejauhan ia melihat Shenhe sedang membawa bekal makan siang untuk keluarga kecil mereka.

Pintu ruang operasi ayah Xiao terbuka lebar, tubuhnya dilarikan oleh para perawat bersama Il Dottore yang ada di atasnya sambil menyeka peluh di wajah.

"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan suami kamu, Shenhe. Tapi dia memang tidak bisa diselamatkan lagi," ujar Dottore, namun ada yang aneh di balik ekspresi wajahnya, ia terlihat gembira.

"Ke-Kenapa Pak Dokter tersenyum?" tanya Xiao gugup.

"Karena saya berhasil mengantarkan ayah kamu ke surga, Nak."

Shenhe mendorong tubuh Dottore karena tidak terima dengan perkataannya, namun petugas keamanan langsung berlari dan menimpa tubuh perempuan bersurai putih tersebut lalu menyengatnya dengan kejutan listrik.

Akhirnya mereka tiba di depan ruang rawat Pantalone, Childe membuka pintu kayu yang terlihat kokoh itu lalu masuk ke dalam, Xiao hanya menunggu sesuai perintah dari Childe.

"Childe? Apa yang kau lakukan di sini?!" sentak Pantalone kaget.

Childe hanya tersenyum, namun ekspresi wajahnya jelas berbeda dan Pantalone tahu akan hal itu.

"Lo masih ingat, Bang? Kematian Kakek kita?" tanya Childe menyeringai.

Pantalone memaksakan diri untuk beranjak dari ranjang, ia mengais laci nakas untuk mengambil senjatanya namun pria itu justru terjatuh dari atas. Sebelah kakinya hanya bisa mendorong tubuh ringkih Pantalone menuju nakas di samping ranjang.

"Kita sudah gak berguna lagi di mata Ibu, Bang." lanjut Childe terkekeh.

Pantalone mengetuk pintu ruang kerja Pulcinella, lelaki tua itu tengah disibukkan oleh berkas milik Northland Bank yang tak bisa dihiraukan barang sedetik pun saat ini.

"Kek, ada yang bisa saya bantu?" tanya Pantalone tersenyum.

Pulcinella mendongak lalu membalas senyum cucunya, "Pantalone! Tidak usah, biar Kakek saja yang menyelesaikan ini, sebentar lagi kamu akan menjadi ketua umum dan Kakek tidak mau memberatkanmu dengan urusan Kakek nantinya,"

Suara kokang senjata milik Pantalone terdengar jelas dari kedua sisi, Pulcinella mengangkat tangannya meminta ampun kepada Pantalone sampai menangis.

"Tidak usah bersedih, memang siklus kehidupan seperti ini, keluarga ini perlu regenerasi, Kek."

Dor! Pantalone mengangkat tubuh tak berdaya Pulcinella lalu meletakkannya di atas meja kerjanya. Tembakan kedua ia lontarkan ke arah jendela, bunyi orang jatuh dari lantai 4 terdengar dari atas, Pantalone berjalan menuju pecahan kaca tersebut lalu mendapati Yelan sudah tergeletak di antara rerumputan rumah Harbingers.

"Kalau kau masih hidup, berarti kau beruntung, Bajingan!"

Childe mengarahkan pistolnya ke Pantalone, ia menembakkan besi panas itu berkali-kali ke kepala sang abang, meski suara itu terdengar jelas di koridor rumah sakit, namun tidak ada seorang pun yang berani mendatangi ruangan tempat Xiao sedang berdiri saat ini.

Childe tertawa terbahak-bahak, melihat darah yang mengalir dari kepala bolong Pantalone justru membuatnya semakin murka. Ia menarik paksa tubuh kosong itu agak menatapnya.

"Lo masih mending jadi anak kandung, Kontol! Lo gak tahu penderitaan gue selama hidup, kan?! Lo itu anak manja! Lo pantas mati kayak gini, Bangsat!"

Childe melepas earphone miliknya lalu mendengar lagu yang telah berputar berulang kembali itu dengan mode loudspeaker.

"Sisa satu peluru," gumam Childe pelan, namun didengar oleh Xiao.

Xiao sontak berbalik arah dan mengejar Childe yang sudah meletakkan ujung pistol di langit-langit mulutnya.

"Childe! Anjing lo!"

Dor! Kepala Childe pecah beserta isinya, kini ia dan Pantalone sudah tewas di tempat.

Beberapa saat setelahnya, pasukan Millelith mulai berkumpul dan mengepung Xiao seorang diri.

"Kau! Anak sekolah yang menyerang Pantalone—sekarang kau membunuhnya juga?!" teriak salah satu Millelith lantang.

Tubuh Xiao tiba-tiba tertarik dari belakang lalu menghilang dari pandangan para Millelith. Lelaki berusia 18 tahun itu terperanjat saat melihat Yelan di belakangnya, Yelan menutup mulut Xiao lalu berjalan pelan meninggalkan ruangan itu saat Millelith berusaha mencarinya ke mana-mana.

"Kita kehilangan dia! Cepat panggil bala bantuan! Dia pasti masih ada di sekitar sini!"

Setelah mereka menjauh dari area rumah sakit, Yelan melepaskan mode kamuflasenya lalu berlari meninggalkan Xiao yang masih syok atas apa yang telah ia lihat barusan. Xiao berusaha sebisa mungkin mengatur nafasnya, isi kepalanya masih terngiang tentang Childe yang bunuh diri setelah berhasil membunuh Pantalone.

"Apa-apaan? Apa yang baru saja terjadi?!" pekik Xiao keras, menarik rambutnya dengan kedua tangan karena ketakutan.

BREAKING NEWS!

'Siswa SMA Teyvat, Xiao Alatus tertangkap basah oleh Millelith setelah membunuh ketua umum Northland Bank, Pantalone, dan juga putra bungsu Harbingers, Ajax Childe Tartaglia.'

Cangkir teh yang diseduh oleh Shenhe jatuh begitu saja saat melihat foto anaknya terpampang di televisi nasional. Perempuan paruh baya itu berteriak histeris lalu berlari meminta bala bantuan namun orang-orang yang ada di sekitar rumahnya justru menarik paksa Shenhe menuju fasum perumahan.

"Kau ibu pembunuh!"

"Bagaimana nasib rekeningku nanti kalau dia mati?!"

"Anak haram seorang lonte memang buat susah warga aja!"

Shenhe dipukul dan dirajam di tengah lapangan, rambutnya sudah acak-acakan, warga tidak lagi menunggu kepolisian untuk menghakimi perempuan bersurai putih itu.

"Saya..."

"Tidak tahu apa-apa..." ujar Shenhe lemah.

Kini orang-orang disekitarnya mulai melempari Shenhe dengan batu, seluruh caci dan maki dilontarkan kepadanya namun ia tak bisa memberi perlawanan.

"Keluarga pembunuh seharusnya mati dibunuh juga!"

"Ini adalah hukum Teyvat yang sebenarnya!"

Melihat Shenhe masih bernafas, warga merasa tak puas lalu mulai memukulinya dengan balok kayu. Suara minta ampun Shenhe tak dipedulikan lagi oleh mereka, nafas terakhirnya berhasil ditarik oleh malaikat pencabut nyawa, begitu Shenhe sudah tak sadarkan diri, warga sekitar menyiraminya dengan minyak tanah lalu membakar tubuh Shenhe saat itu juga.

"Mati lo, Bangsat!"

"Sekarang tinggal anak lo aja yang dibunuh!"

"Cari Xiao Alatus sampai ketemu!"

Tubuh Shenhe hangus dalam sekejap, api yang melahap tubuhnya berhasil menyelesaikan tugasnya. Ia ditinggalkan begitu saja sesaat setelah ada warga lain memberi kabar bahwa Xiao masih ada di sekitar Liyue.

Dari arah yang tak diketahui, seorang pemuda bersurai ungu berjalan ke mayat Shenhe sambil menundukkan kepala. Ia memberikan doa terbaiknya untuk sang korban, namun senyumnya tak bisa disembunyikan olehnya walaupun air mata terus mengalir deras membasahi pipinya.

"Berengsek, kenapa di saat gue mau menangis malah suara ketawa yang keluar?!" seru Kunikuzushi (Scaramouche) lantang.

***

Berita tentang Xiao Alatus kini mulai tersebar seantero SMA Teyvat, perasaan tak menyangka diikuti oleh ketakutan mulai menyelimuti seluruh siswa sekolah nomor satu di Teyvat tersebut. Terlebih Arataki Itto kini sudah termenung menatap layar gawainya sambil menggigit jari.

Pintu kelasnya diketuk oleh Kazuha, semua siswa sontak menoleh ke arahnya. Kazuha berjalan ke arah Itto lalu duduk di depan lelaki gondrong yang tengah mematung itu.

"Kita harus cari Xiao," ujar Kazuha lembut.

Itto terperanjat ke belakang, tak percaya dengan perkataan Kazuha meski terdengar menenangkan.

"Jangan gila! Lo mau mati dibunuh sama dia juga?!" seru Itto histeris.

Di luar ruang kelas, lapangan SMA Teyvat kembali dimeriahkan oleh pertarungan antara Beidou dan Eula Lawrence. Beidou tak terima karena kini Ningguang sudah sering bersama Eula semenjak Snezhnayan School menyerang sekolah.

"Kita selesaikan hari ini juga, ini yang terakhir," ujar Beidou dari sisi yang berlawanan.

"Terserah, berapa kali pun lo berusaha ngalahin gue, semua orang juga tahu siapa pemenangnya," jawab Eula sambil berjalan perlahan ke arah Beidou.

Sorakan siswa SMA Teyvat kembali menggelegar, tidak ada lagi guru yang melerai karena sudah ditahan oleh bawahan Beidou saat ini. Lisa pun hanya bisa bersembunyi di bawah meja, harap-harap cemas jika Pierro kembali datang dari pintu akses rahasia milik Harbingers.

Beidou dan Eula saling bertukar pukul, ini bukan lagi tentang siapa yang menjadi jawara siswa perempuan di sekolah, tapi harga diri Beidou yang sudah habis terinjak karena Ningguang tentu akan bersembunyi di balik bayangan yang lebih kuat darinya.

Pukulan Eula mendarat tepat di pipi kiri Beidou, gadis itu tersungkur, ia sudah hampir kehilangan kesadaran karena lelah. Dari lantai atas, Kazuha dan Itto berlari menuju lapangan melawan semua siswa yang menghalangi jalan mereka ke lapangan.

"Sayang!" teriak Kazuha.

"Berjuanglah!"

Beidou berdiri lalu menegakkan tubuhnya, di dalam saku seragam sekolahnya, ia menyimpan pisau kecil yang akan digunakan jika keadaan terdesak. Senyumnya mulai muncul ketika Eula kembali berlari ke arahnya secepat kilat, Beidou mulai membuka pisaunya lalu mengarahkan senjatanya ke Eula.

Eula menghindari serangan mendadak Beidou diiringi oleh seruan siswa lain yang mulai memaki perilaku tidak adil Beidou saat ini. Yang disoraki sudah tak peduli lagi, Beidou terus menikam Eula walau hanya masuk beberapa kali.

"Beidou curang!"

"Main senjata, Anjing! Gak seru!"

"Diam kalian!" teriak Beidou lantang.

Kazuha berlari ke arah Beidou setelah berhasil lepas dari kerumunan disusul oleh Itto. Beidou tak menoleh ke arah sang kekasih, ia justru kembali menikam Eula yang sudah terbaring di tanah menepis tangan Beidou lalu mengambil pisau kecil itu dari lawannya.

"Eula—"

Slash! Pisau kecil itu menggorok bagian leher Beidou hingga menyemburkan darah yang banyak, Beidou langsung terjatuh sambil memegangi lehernya, Kazuha dengan cepat membopong tubuh kekasihnya lalu melarikannya ke rumah sakit.

Itto memandangi Eula sama jijiknya dengan Beidou, saat Eula berdiri, Itto langsung memukul perutnya hingga gadis itu kembali terbaring di atas tanah.

"Kalian sama aja tololnya," ujar Itto dengan suara berat.

Lelaki gondrong itu meninggalkan Eula yang sudah pingsan lalu pergi menyusul Kazuha dan kawanannya menuju rumah sakit dekat sekolahnya.

Nächstes Kapitel