webnovel

Sleeping For Three Days

Di kasur besar yang nyaman ini...

Aku tertidur cukup lama selama tiga hari, pada akhirnya saya aku bisa bangkit kembali dari tidur ini, membuka perlahan kelopak mataku ke langit-langit kamar. Seseorang yang pertama kulihat sudah pasti Marie yang berada di sampingku, menatap dengan wajah cemas yang terus menungguku.

Mataku terbuka, aku melihatnya tersenyum begitu senang, tapi aku harus mengangkat tubuhku ke atas untuk sadar. Aku benar-benar bangun dari tidur sekarang. Marie langsung memelukku dari samping, begitu erat dan kuat. Apa yang terjadi?

Kemudian Aiden yang sudah mulai sadar perlahan bertanya kepada Marie apa yang dia lakukan dengan memeluknya lagi begitu erat?

Jawabannya adalah, karena dia sudah menunggu selama tiga hari ketika dia pingsan dan lanjut tertidur sampai selama itu.

"Hah? Tiga hari? Rasanya seperti kejadian yang baru terjadi kemarin malam."

Seluruh tubuhnya masih terasa sakit sedikit, seperti keram di setiap persendiannya. Dia ingin meminta bantuan lagi pada Marie, sebagai permintaan kesekian yang menerimanya.

"M-Marie, bisakah aku makan?"

"Oh! astaga aku melupakan ini, tunggu sebentar dan jangan beranjak dari tempat tidur ini."

Hanya dalam sepuluh detik setelah dia menepuk kedua tangannya tiga kali, Wanda dan Eugene datang dengan trolley dan makanan di atasnya. Masing-masing dari mereka membawa trolley dengan banyak makanan yang berbeda-beda, seharusnya dia bisa memilih makanan seperti apa yang akan dia makan.

"Makanan mana yang akan kamu pilih? Semuanya selalu masih hangat dan sempurna."

Kata Eugene.

"Aiden~ makanlah."

Dia bergerak sedikit untuk mendekat, Wanda memberikan makanan yang dia inginkan, meletakkan langsung ke tangannya di atas kasur, ketika dia dalam posisi duduk.

Semuanya heran ketika dia hanya memilih bubur dengan cincangan ayam yang di robek kecil-kecil di atasnya di tambah satu telur. Tidak biasanya dia akan memilih bubur.

Sendok berwarna emas di tangannya adalah emas murni, sendok-sendok di rumah ini semuanya berwarna emas, termasuk garpunya.

Tidak akan berkarat terkecuali terkena cairan atau larutan tertentu.

Sendok emas mewah ini segera jatuh ke lautan bubur di sebuah mangkuk, dengan tangannya sendiri. Tapi dia berhenti menggerakkan tangannya dan hanya diam tanpa berkata-kata.

Terus memandang ke arah bubur itu dengan wajah murung. Dia merasa agak aneh untuk meminta bantuan yang lebih jauh.

"Aiden~ makanlah, kamu harus segera sembuh." Ucap Marie.

Tidak ada respon jawaban, kecuali wajah Aiden yang hanya menatap ke wajahnya, terlihat menginginkan sesuatu dan pada akhirnya dia mengucapkannya dengan sangat pelan.

"Aku tidak bisa makan, maksudku tanganku terasa keram dan sedikit mati rasa, aku butuh bantuan mereka." Wajah itu menatap pada Wanda dan Eugene sesaat, bermaksud meminta bantuan mereka untuk menyuapi nya.

"Em, ada yang bisa kamu bantu?."

Tanya Eugene.

Tapi Marie tahu dia berpikiran seperti itu untuk meminta suapan, setidaknya dia harus mendapatkan kesempatan lagi, dia akan menjadi penguasa rumah ini bagi Aiden.

"Tidak ada, kalian berdua bisa keluar sekarang."

"Baiklah."

Tidak, aku tidak meminta bantuannya, aku meminta bantuan kedua pelayanku, apakah dia membaca pikiranku lagi?

"Aiden~ berikan sendoknya."

Dengan kata itu, Aiden terpaksa harus menuruti apa yang ada, membiarkan sendok terlepas di mangkuk dan di pegang oleh Marie. Mengaduk-aduk bubur itu mengambil bagian terbaik yang masih hangat.

"Aaaaa ... bukalah mulutmu."

Mulutnya terbuka dengan patuh secara perlahan, menerima makanan yang akan masuk secara suap demi siap. Setiap suapan yang di berikan padanya terasa nikmat. Orang ini, kenapa dia begitu ingin mendekatiku seperti ini. Aiden berpikiran seperti itu kadang-kadang.

Setiap suap secara terus menerus pada akhirnya menyisakan sedikit bubur di mangkuk itu, aturannya yang acak dan kemudian di rapikan dengan sendok untuk membersihkan semuanya dan mengumpulkan semuanya di atas sendok.

"Suapan terakhir~"

"Mwarie, mwkwnwn di mwlutkwu, maswhi terlwalu bwnyk." Kata-kata ini sudah pasti masih di dengar oleh Marie.

Dia menyuap begitu cepat, seperti spam. Masuk terus menerus ke mulutnya, Aiden belum sempat menelan semuanya dan satu sendok lagi masuk secara terus menerus sampai memenuhi mulutnya.

"Oh, maaf, kamu harus cepat sembuh dan makan banyak. Itu sebabnya aku terus memberi suapan ini, ayo-ayo, ini suapan terakhir."

Aiden harus cepat menelan setidaknya setengah kapasitas di mulutnya sekarang untuk melewati tenggorokannya. Marie langsung menyuap lagi untuk terakhir kalinya.

Membuat bagian yang kosong terisi lagi dengan bubur, kembali memenuhi mulutnya.

Dia tidak tahan dengan mulutnya yang penuh, pada akhirnya memutuskan untuk memaksa menelan semuanya. Beberapa bagian bubur keluar dari mulutnya, untung saja dia menahan itu agar tidak jatuh menyentuh seprei nya.

"Oh astaga, sepertinya aku terlalu cepat."

"Sial! Dia baru sadar!" Ucap Aiden dalam hati sambil menahan sabar.

Tumpahan di tangannya di bersihkan dengan tisu, beberapa di mulutnya tidak, Aiden akan membersihkan bagian di wajahnya dengan tangan saja tanpa tisu. Tapi Marie mentahannya. Dengan perlahan mendekat, Marie langsung mencium bagian di dekat mulutnya, bibir mereka memang bersentuhan sedikit, tapi itu jauh dari kata berciuman. Dia membersihkan bagian yang tumpah dengan mulutnya sendiri. Kemudian membersihkan lagi dengan tisu.

Setelah meminum beberapa tegukan air, akan den harus mulai berkata lagi.

"Marie! Apa yang kamu lakukan!?!?"

"Hanya membersihkannya."

"Kamu hampir menyentuh mulutku, bukankah itu aneh jika kita berciuman?"

"Memangnya kenapa? Tidak ada yang melihat kita berdua sekarang, hanya kau dan aku. Lagipula kamu belum pernah berciuman dengan siapapun bukan?? Biarkan aku mengambil ciuman pertama itu."

"Hentikan, kamu memaksaku lagi, bagaimana jika aku mati karena ciuman iblismu itu?"

"Tenang saja, kamu tidak akan mati, aku tidak boleh membiarkan itu terjadi."

Dia menepuk lagi tangannya dengan tiga kali tepukan, membuat Wanda dan Eugene kembali ke kamar membawa trolley, sudah pasti untuk kembali mengangkut piring dan gelas yang sudah di pakai, dan langsung di cuci di dapur."

"Soal gambaran ruang bawah tanah itu..."

Ucapan Marie langsung membuat mata Aiden melebar ke arahnya, sepertinya rahasianya terbongkar. Apakah ketika dia pingsan Marie melihat gambar-gambar itu? Ada beberapa gambar yang tidak sempurna, dan satu kertas di sempurnakan oleh sesuatu yang tidak terlihat juga.

"Kamu melihat semuanya di mejaku ketika aku tidak sadar? Gambar-gambar itu?"

"Oh, tentu saja, wanita yang mengenakan pakaian merah, sudah pasti itu wanita iblis. Apakah itu gadis kesukaanmu? Jujurlah padaku."

Dia hanya mengangguk dan merasa malu, rasanya ini benar-benar aneh ketika dia harus ketahuan memiliki wanita idaman di dalam hatinya dan menggambar diam-diam gadis iblis mimpi.

"Tidak usah di pikirkan, aku belum mandi selama tiga hari hanya untuk menunggumu bangun."

"Tidak mungkin, kenapa kamu sebodoh itu, untuk menungguku sampai tiga hari?"

"Itu kemauanku."

Dia melepas ikatan rambutnya di belakang, membuka beberapa kancing kecil bajunya, Aiden tidak tahu kenapa dia harus membuka bajunya disini. Dengan itu, dia menutup semua wajahnya dengan kedua tangannya dan sepuluh jari-jari.

"Tidak usah menutup penglihatanmu seperti itu, aku tahu kamu akan tetap melihat dari celah kecil jari-jari itu."

"Tidak, akan melapis penutup mataku, menutup mataku dengan kuat dan menutup seluruh wajahku dengan tanganku seperti ini, ini sudah benar."

Langkah kakinya akhirnya berjalan ke kamar mandi di dalam kamar ini. Air yang berjatuhan dengan perlahan ke lantai, menuju pembuangan. Tapi bau harum ketika mandi ini, Aiden belum pernah mencium bau harum seperti ini ketika seseorang mandi. Dia tidak ingat ada sabun atau shampo seharum itu.

Pada akhirnya dia membuka kembali seluruh penglihatannya, duduk untuk mencoba tidak berada di kasur lagi. Terlalu lama tidur juga bisa membuat tubuh menjadi sakit. Kakinya menyentuh lantai sekarang tapi tetap dalam posisi duduk di atas kasur ini, kasur ini begitu nyaman. Rasanya tidak ingin bangun selamanya dari sana.

Tanpa ada suara, tanpa ada aba-aba.

Marie membuka pintu kamar mandi dengan handuk di bagian tubuhnya, beserta handuk di bagian kepalanya. Tubuhnya yang masih sedikit basah dan tetesan air yang sedikit jatuh dari kepala nya walau sudah di tutupi dengan handuk. Aiden tidak berani lagi memandang ke belakang.

Secara perlahan mengeringkan tubuhnya dengan benar, sampai rambut nya sendiri sedikit tebal, sehingga harus menggunakan api pemanas pada kekuatan kecilnya, hanya dengan menyentuh setiap bagian dengan tangannya, rambut itu akan menjadi kering dan hangat. Terus di lakukan secara merata ke semua bagian rambutnya, sampai semua Benar-benar kering. Walau kering, rambut wanita itu lembut dan halus.

Sepertinya sudah tidak ada suara, mungkin Aiden bisa berbalik untuk melihat kondisi yang sudah normal. Dia membalikkan wajahnya kebelakang tanpa di lihat oleh Marie, berdiri di depan lemari pakaian dan lebih parahnya dia sudah tidak menggenakan satupun handuk, baik di kepalanya maupun tubuhnya. Seluruh tubuhnya telanjang penuh, namun berbalik membelakangi Aiden.

"Aku tahu kamu melihat kemari!!"

"Upss!!"

"Ternyata kamu mesum juga, Aiden."

"Tidak, aku tidak seperti itu."

"Hohhhh? Benarkah??"

Mereka berbicara satu sama lain sambil membelakangi, tidak ada perintah lagi, tapi Marie mendekat untuk langsung naik dengan cepat ke kasur. Memeluk Aiden seolah-olah itu adalah bonekanya.

"Aku mendapatkanmu!!"

"Hentikan, lepaskan apa yang kamu lakukan?"

Aiden sekarang melihat bahwa Marie yang menyerangnya dengan pelukan gila sedang tidak memakai satupun pakaian di tubuhnya, benar-benar tubuh telanjang total yang memeluknya hingga dia terjatuh kembali di tempat tidur. Menutup matanya secara paksa, di tambah lagi kedua tangannya yang harus menutup seluruh matanya.

"Pakai dulu bajumu! Apa yang kamu lakukan?"

"Tidak, jujurlah, kamu mesum dan memaksa untuk berbalik. Kalau begitu ayo lakukan, lakukan bersamaku."

Marie membuka dua kancing bajuku yang di paksa, karena merasa dalam bahaya, pada akhirnya aku harus meminta tolong kepada siapapun yang bisa mendengar ku.

"Tolong!! Tolong aku!! Siapapun di luar, Valerie, atau siapapun."

"Tutup mulutmu!! Atau aku harus menciummu untuk membuatmu tidak berteriak yah?

Pintu terbuka sangat lebar, terbuka tiba-tiba dengan sangat cepat, bagaikan agen rahasia yang memeriksa markas penjahat tersembunyi.

Verda, Isabel, Elyse dan Valerie masuk dengan sangat cepat kedalam dengan pemandangan ratu mereka dengan tubuh penuh telanjang di atas kasur ketika bersama Aiden. Keduanya yang berada di sana segera terdiam dan berbalik ke arah mereka berempat.

"Kalian ... mengapa begitu tidak sopan untuk masuk kesini tanpa mengetuk? Bahkan menggangu momen indahku! Cepat keluar dari sini atau aku akan membunuh kalian semua."

Valerie : "Akhh! Maaf, kupikir Aiden dalam bahaya, Isabel, semua ayo kita keluar."

Semuanya keluar dengan wajah membatu yang tidak terduga melihat pemandangan rahasia yang tidak boleh di lihat oleh orang lain.

Nächstes Kapitel