webnovel

53. Minta Jatah

Menjelang malam. Dua pengantin baru tersebut disuruh Jasmine agar beristirahat. Walau keseluruhan jumlah mereka hanya 20 orang lebih tapi ramainya bagaikan mengundang satu dusunan yang mana membuat Rino maupun Arwin sama-sama lelah.

Tiba di kamar Arwin bergegas melompat ke ranjang dan menenggelamkan kepalanya di bantal, Meninggalkan Rino di ambang pintu. Menggeleng kepalanya ia melepas sepatunya sendiri lalu menutup pintu dan menghampiri suaminya kemudian berhenti di tepi tempat tidur.

Rino, "Kak, Sepatunya dibuka" Celetuknya.

Arwin, "Males" Ujarnya tanpa merubah posisi. Detik berikutnya kepalanya terangkat lalu menengok ke bawah, Suaminya itu sedang berusaha membuka sepatunya.

Arwin, "Gak usah, Gue bisa buka sendiri, Cuma sekarang lagi males aja" Larangnya.

Menatap sang suami, Rino mengulas senyum, "Maka dari itu Rino bantu kakak melepas sepatu, Kakak pasti capek" Jawabnya diiringi senyum.

Arwin berdecak, "Ck! Minggir gue mau buka sepatu sendiri" Ia bangkit lalu mulai melepaskan sepatunya.

Terus memperhatikan sang suami, Rino berucap syukur berkali-kali kepada yang mahakuasa. Sejak memutuskan berpacaran dengannya, Rino tidak pernah berani untuk berandai-andai bisa memiliki lelaki ini seutuhnya. Akan tetapi siapa yang bisa tau masa depan seseorang kecuali Allah sendiri? Buktinya kini kakak kelas yang menjabat sebagai kapten basket plus pacar cueknya sekarang sudah menjadi suaminya.

Ia mengelus perutnya, terus bergumam pelan, "Terima kasih sudah menjadi penghubung diantara kami, Sayang" Bisiknya pada janin di perutnya.

Lantas Arwin menoleh, "Ngomong apa Lo barusan?" Sebab samar-samar ia mendengar remaja itu berbicara tidak jelas.

Rino menggeleng, "Bukan apa-apa Kak, Iseng bicara sama bayi"

Arwin tertawa, "Dasar aneh, Bentukannya masih kayak kelereng gitu udah diajak ngomong" Ejeknya. Usai melepas sepatu, Arwin lanjut rebahan kembali di ranjangnya.

Ia gregetan mendapati Rino masih betah berdiri, Lalu berkata lagi, "Ngapain masih berdiri di situ? Lo gak capek? Sini tiduran" Ia menepuk-nepuk sisi kasur yang kosong.

Dengan ragu Rino berjalan mengitari ranjang. Lama ia memperhatikan tempat kosong di samping suaminya. Gemas, Arwin pun menarik pinggangnya hingga Rino ambruk dan secara mendadak kepalanya menghantam area vital Arwin.

"Aaah!" Jerit Arwin. Bergegas Rino bangkit dari sana.

Rino meremas jari-jarinya, Wajahnya nampak malu, "Itu salah Kakak sendiri main tarik" Dan mengigit bibir setelahnya, Tawanya nyaris pecah.

Arwin, "Tapi sakit nih! Lo harus tanggung jawab!"

Rino, "Bagaimana cara Rino bertanggung jawab?" Pertanyaan polosnya keluar.

Sebelah sisi bibirnya naik membuat seringai kecil lalu menarik kepala Rino hingga berhadapan dengannya yang masih terlentang di ranjang, Dia berbisik, "Mau tau caranya? Dia' harus diobatin..."

Rino mengerang, "Nghh..." Saat bokongnya diremas dari belakang.

Si pelaku melanjutkan ucapannya, "Disini" Senyum nakal ia tunjukkan sambil menggesek-gesekkan dua jarinya di sela-sela pantat Rino yang terlapis celana pengantin putih.

Berkedip-kedip bingung, Rino belum mengerti kode dari sang suami. Berdecak kecil, Arwin menariknya hingga mereka berciuman.

"Mmmm.."

Rino masih belum paham. Dan ketika Arwin melesakkan lidahnya masuk ke mulutnya, Barulah Rino kaget merasakan benda lunak basah suaminya berputar-putar di sekitaran giginya.

Namun berpikir bahwa mereka telah sah menjadi pasangan, Rino memejamkan mata serta mengarahkan tangannya ke wajah Arwin, Memegangnya dan balas cium. Si benda lunak milik pria dibawah menyentuh lidahnya berkali-kali, Kode untuk mengajaknya beradu. Rino menuruti keinginannya dengan menindih lidah suaminya dan perang lidah pun tak terelakkan terjadi.

Perlahan Arwin bangkit tanpa melepas peraduan mereka lalu mulai membuka jas pengantinnya dilanjut dengan melepas milik Rino hingga tersisa kemeja putih polos di tubuh keduanya. Kini kemeja putih di tubuh lawannya lah yang menjadi tujuannya sekarang. Satu persatu kancing baju dilepaskan dari atas hingga ke bawah dan menyingkapnya, Tubuh putih bersih yang hanya ternoda oleh tahi lalat hitam berbentuk '?' juga puting pink itu terpampang jelas di mata Arwin.

Plop!

Ciuman mereka terlepas. Ia menatap geli Rino yang begitu malu dihadapannya, "Malu lagi? Kak kakak udah bilang kalo kakak pernah liat semuanya" Secara dadakan Arwin mengubah cara bicaranya, Mengganti kata 'gue' menjadi 'kakak' untuk menyebutkan dirinya.

Dengan malu Rino berniat mengaitkan kancing kemejanya namun gerakan gesit lawannya membuatnya urung. Pandangan Rino lurus pada sang suami, "Ri-Rino malu Kak" Jujur ia terkejut akan perubahan bicara Arwin, Ia jadi teringat pada saat pria ini 'meminta' melakukan seks di toilet sekolah.

Arwin, "Gak usah malu, Kamu bukan perjaka lagi" Ledeknya.

Rino kesal, "Iya, Kan yang ngambil perjakanya Rino kakak sendiri" Arwin cengengesan memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Arwin, "Makanya Kakak nikahin, Sekarang kan udah halal Dek" Jawabnya menaik turunkan alisnya.

Rino, "Oh iya Kak, Masih ingat tidak akan perjanjian kakak sama Bunda yang waktu kakak pertama kali ke rumah Rino?" Ia tiba-tiba bertanya.

Arwin spontan mengangguk, "Masih kok, Soal kita bakal cek USG kalau usia kandungan kamu 1 bulan?" Rino mengiyakan.

Arwin berkata serius, "Kenapa? Kamu mau kita cek sekarang? Gak perlu"

Rino, "Hah? Kenapa Kak?" Ucapnya tidak mengerti.

Arwin berdecak malas, "Ck, Buktinya udah jelas-jelas begitu, Untuk apa periksa lagi? Kakak sudah percaya padamu, Dari awal juga kakak sudah ragu jika kamu hamil bohongan, Dan keyakinan kakak bertambah setelah melihat kamu pendarahan, Mama(Rani) panik sampai menangis dan perut buncitmu, Apa lagi yang harus kita cek kalau bukti sudah jelas ada?" Jelasnya panjang lebar.

Ia menarik Rino ke pelukannya, "Seperti yang Kakak sudah janjikan kepadamu, Mulai sekarang kakak akan berusaha mencintai Adek dan juga calon anak kita di sini" Arwin mengelus perut Rino.

Telinga Rino jadi gatal mendengar penyebutan namanya yang diganti 'Adek' oleh suaminya, "Kakak kenapa mengganti cara bicara seperti itu? Terasa aneh ditelingaku"

Alis tebal Arwin naik, "Gitu ya..." Hal yang ia lakukan berikutnya yaitu terus membisiki panggilan 'Dek' secara berulang kali di telinga Rino hingga remaja hamil tersebut menggelinjang kegelian sembari tertawa kecil.

Rino, "Haha... Kak hahaha, Sudah! Geli!" Keluhnya berusaha memiringkan kepalanya setiap kali Arwin hendak berbisik. Namun lelaki yang bergelar suaminya ini belum menyerah, Tubuh Rino dibanting pelan ke kasur. Dari telinga Arwin pindah haluan ke leher Rino, Menjilat dan sesekali menggigitnya.

"Ah... K-kakak" Lenguhan Rino seketika menjadi desahan.

Arwin melirik jam dindingnya, Hampir pukul 8 malam. Dia berbisik, "Malam kedua kita, Dek"

Wajah tampan Rino berkerut, "Malam kedua? Apa maksudnya Kak?"

Arwin, "Ini malam kedua kita Dek, Yang pertama kan di vila itu"

Rino membatu, "Serius Kak? Sekarang?" Si suami mengangguk penuh yakin. Rino meneguk ludahnya sendiri, Membayangkan benda milik Arwin masuk ke lubangnya... Remaja itu deg-degan.

Melihat tingkahnya, Arwin maklum, "Kenapa? Masih takut?" Dielusnya kepala Rino, "Kalau takut Kakak gak maksa kok" Kemudian Arwin merebahkan tubuhnya di sebelah Rino.

Kini malah Rino yang tidak enak hati, Terlebih lagi... Ia mencuri pandang Pria disampingnya, Dia sekarang resmi menjadi suami Arwin. Untuk apa ia merasa takut? Lagipula pria inilah yang telah merenggut keperjakaannya.

Tidak, Ia tak boleh egois hanya karena traumanya. Rino menyampingkan tubuhnya menghadap Arwin, Mengigit bibirnya lalu secara mendadak memeluk suaminya sebelum berbisik, "Boleh Kak"

Berkedip-kedip, Arwin menoleh hingga jarak wajah mereka tinggal 3 cm dekatnya, "Boleh apa Dek?" Dia berpura-pura bingung, Senang saja kala wajah tampan itu menjadi lebih merah.

Dan benar saja, wajah Rino merah bak udang rebus, "I-itu... Ka-kakak bo..boleh ambil ma-malam kedua ki-kita!" Dengan malu kembali merengkuh sang suami sambil membenamkan mukanya di ceruk leher pria itu, Malu.

Gelak tawa Arwin pecah "Hahaha! Maaf Dek, Kakak sudah bikin kamu malu" Alhasil dengan kesal Rino mengigit lehernya.

Arwin, "Argh!" Pekiknya.

Rino, "Kalau begitu tidak jadi!" Ia berbalik memunggungi Arwin, Rona merah di sekitar pipi remaja hamil tersebut terlihat sangat nyata.

Arwin panik lalu memeluk suaminya dari belakang, "Jangan Dek! Kakak kan udah minta maaf!"

Nächstes Kapitel