webnovel

50. Cerita Mengejutkan Ardi

Perlahan-lahan Rino membuka matanya. Tapi seketika membelalak, "Perutku!"

Arwin, "Tenang Rin, Kandungan Lo baik-baik aja" Ucapnya cepat.

Untuk memastikan, Rino meraba-raba perutnya, Masih keras sama seperti terakhir kali ia menekannya. Hembusan nafas panjang keluar dari mulut juga hidungnya. Juga senang saat merasa sakit di perutnya turut hilang.

Kemudian menoleh pada Arwin. Remaja terlihat masih menggenakan pakaian pengantin dan sedang dalam posisi duduk di tepi ranjang. Kini tatapannya berpindah ke bajunya, Dahinya bergelombang, "Siapa yang mengganti bajuku?"

Arwin memutar bola matanya, "Ya gue lah!" Jawabnya spontan.

Rino, "Be-benarkah?" Dia bertanya ragu.

Arwin, "Apa? Lo malu? Kan gue udah pernah liat, Bahkan sampe ke bawah-bawahnya lagi" Cukup, Rino sangat malu akan ucapan remaja itu.

Rino, "Te-terima kasih Kak"

Arwin, "Hmmm" Gumamnya, Terlalu lelah untuk menjawab.

Ia merangkak melewati Rino dan berbaring di sebelahnya, "Capek gue!" Keluhnya sembari menutup mata.

Hening...

Mereka diam dalam pikiran masing-masing.

Hingga Rino terkejut saat bajunya mendadak disingkap Arwin, "Tadi gue gak perhatiin perut Lo, Gue mau liat ada apa nggak tuh benih gue"

Lelaki itu sedikit mengerenyit mendapati perut Rino yang sedikit mengembang. Penuh hati-hati ia menyentuh permukaan perut Rino. Entah mengapa Arwin merasakan kehangatan saat jari-jarinya bersentuhan dengan perut buncit kecil milik remaja ini.

Rino pun juga bingung harus berbuat apa dan membiarkan pria itu meraba-raba perutnya.

Arwin, "Lo mikirin apa sih sampe stres gitu?" Ia menurunkan oktaf suaranya. Takutnya bila bertanya kasar remaja itu akan panik seperti sebelumnya.

Rino diam sebentar. Ia menjawab, "Semuanya tentang pemerkosaan yang Kakak lakukan padaku dan juga perselingkuhan kakak" Arwin tertohok atas pertanyaannya sendiri. Lelaki itu meneguk ludahnya. Jadi penyebabnya adalah dia sendiri?

Arwin menggaruk kepalanya, "K-kan gue udah jelasin semuanya"

Rino menggeleng, "Tapi tidak dengan penjelasan soal mengapa kakak memperkosaku di vila itu"

***

Seluruh orang di rumah menghela nafas usai Habsah turun dari lantai atas.

Yudi, "Kita batalkan saja acara pernikahan mereka, Rino butuh perawatan" Pria paruh baya tersebut lantas mengambil ponselnya, Menghubungi Asep yang sebelumnya ditugaskannya untuk menjemput penghulu.

Jasmine mengangguk, "Itu benar, Calon menantuku harus dirawat kamu rawat sampai benar-benar sembuh baru kita bisa melanjutkan pernikahan mereka" Ucapnya menengok Habsah.

Habsah mengangguk, "Itu pasti Mbak, Bagaimanapun anak itu juga akan jadi keponakanku"

Jasmine, "Arwin kan yang nemenin nak ganteng?" Habsah mengiyakan.

Rani turut lega mendengarnya. Ia begitu takut saat melihat anaknya menjerit kesakitan, Serasa jantungnya ingin copot dari dadanya. Juga seusai menghiburnya, Anak tengahnya itu pergi entah kemana. Dia mengira-ngira barangkali sang anak sedang berada di teras.

Dani pun tidak seterkejut tadi, Bahkan bocah itu ikut bermain bersama kedua anak Ridwan meski masih sesenggukan. Bila menyangkut kakak kesayangannya Dani akan terus kepikiran. Karena selain kakak, Dani menganggap Rino juga sebagai pengganti Ayah.

Jasmine berujar bingung, "Loh, Ardi kemana, Teru Lintang juga" Perkataannya membuat orang-orang disekitarnya turut celingukan mencari namun nihil.

Ridwan, "Bukannya tadi duduk bareng mama?"

Jasmine, "Iya, Tapi habis itu Mama tidak tau lagi kemana dua anak itu" Jawabnya masih berusaha menemukan keberadaan Ardi maupun Lintang.

Randa mengusap cairan hangat yang terus keluar dari maniknya, Remaja berkulit sawo matang itu terus memperhatikan kendaraan melintas dari kursi yang berada di halaman depan kediaman Wiranto.

Randa, "Ini semua gegara keluarga Wiranto! Abang gue gak bakal jadi gini!" Makinya entah pada siapa ia masa bodoh. Semenjak peristiwa dimana Rino hilang selama setengah hari, Kehidupan abangnya tersebut berubah drastis.

Alasan kenapa dia menyalahkan keluarga Wiranto karena penyebab utamanya adalah keluaga kaya ini. Mana tidak marah dan kecewa Randa sebagai adik ketika sang kakak yang begitu tangguh dan sabar akan menghadapi ujian berat seperti ini.

Dua satpam penjaga pagar pun tidak berani menegurnya. Masih membekas dalam ingatan mereka tentang keberingasan Randa beberapa Minggu lalu. Membiarkan remaja itu terus mengumpatk nama keluarga majikan mereka.

Hingga sebuah minuman menempel pada pipinya, Randa terkesiap lalu menoleh, "Kak Ardi? Ngapain kakak di sini?" Ia mengambil minuman di tangan Ardi lalu membuka dan meneguk semampunya guna menghilangkan sesak di dadanya.

Ardi tersenyum sembari mengangguk, Tanpa diminta ia turut duduk di samping Randa dan memandang ke depan, "Kamu pasti menyalahkan keluarga kami, Terutama Arwin ya?" Tebaknya penuh yakin.

Randa menunduk diam, Sesekali menggaruk hidungnya yang gatal, "Hmmm" Gumamnya.

Terkekeh, Ardi membuang nafas ke udara, "Takdir bukan kita yang menentukan Randa, Tapi Allah" Dan melirik remaja sawo matang disebelahnya.

Randa mendengus, "Itu emang bener, Tapi kalo aja Arwin gak mulai ya gak bakalan begini jadinya, Hati Randa sakit tiap kali liat bang Rino nangis gak jelas hanya gegara hal sepele, Dulu dia gak begitu. Sekarang Abang pasti pendarahan gegara stres soal hidupnya" Curhatnya tanpa sadar.

Garis di bibir Ardi melebar, "Itu yang dinamakan mood orang hamil, Suatu saat nanti ketika kamu memiliki istri kamu akan mengerti perkataan kakakmu" Ardi menepuk-nepuk pundak Randa.

Bungkam, Randa melampiaskan emosinya dengan menegak botol minuman di tangannya. Perbuatannya tak lepas dari pengamatan Ardi.

Ardi, "Mau dengar cerita tidak?" Tanyanya pada Randa. Berpikir sejenak, Randa menjawab anggukan kepala.

Ardi, "Kakak pernah sepertimu, Merasa kesal karena melihat perubahan drastis pada orang yang kita sayangi, Namun yang menimpa Kakak berbeda denganmu, Kakak mengalaminya pada orang lain bukan saudara, Dia adalah gadis yang paling kakak cintai sampai sekarang"

Randa, "Terus apa yang terjadi Kak?" Ardi mengulas senyum tipis, Randa mulai tertarik akan ceritanya.

Ardi melanjutkan, "Dia lebih tua 4 tahun dari kakak, Saat itu Kakak masih kelas 3 SMP dan dia kelas 3 SMA"

Randa meringis, "Kakak sukanya yang lebih tua ya?"

Sontak Ardi tergelak mendengar pendapat remaja di sampingnya, "Bukan, Hanya saja Kakak sendiri tidak tahu mengapa bisa menyukainya, Ini namanya cinta Randa"

Dan Randa bertanya lagi, "Apa yang kak Ardi lakuin? Apa kakak ngomong soal perasaan kakak ke dia?"

Ardi menggeleng, "Tidak pernah, Malah Kakak keduluan orang, Gadis yang kakak cintai dihamili pria lain, Dan kamu tau siapa orang itu?"

Randa, "Gak tau, Kan kakak belum cerita" Protesnya.

Ardi, "Eh iya juga sih" Ia tertawa kecil mendapati ekspresi masam remaja itu, "Pria itu adalah kakak kandungku sendiri" Bisiknya selanjutnya. Randa membelalakkan matanya.

Randa, "Be-berarti mbak Ranti yang lagi bunting itu..." Ardi mengangguk membenarkan. Raut terkejut Randa semakin jelas. Rasanya belum percaya bila wanita hamil yang diketahuinya merupakan istri dari kakak pertama Lintang adalah perempuan yang dicintai oleh Ardi.

Ardi, "Terkejut? Pastinya semua orang akan seperti itu saat mendengar cerita Kakak, Apa yang kamu rasakan pernah kakak rasakan ketika melihat dia yang dulunya gadis tomboy dan nakal seketika berubah menjadi gadis manja dan cengeng, Sama seperti Abangmu"

Randa, "Kok kakak kuat sih? Randa aja barusan nangis karena udah gak tahan liat Bang Rino begitu"

Mengangkat garis di kedua sisi bibirnya, Ardi memandang ke jalanan luar pagar rumahnya, "Kamu jangan salah, Dulu kakak juga menangis seperti kamu waktu melihat dia begitu menderita karena kehamilannya, Kakak mengamuk dan memukul Mas Ridwan untuk memintanya bertanggung jawab atas perbuatannya"

Randa, "Terus?"

Ardi, "Mas Ridwan akhirnya bersedia menikahinya saat mereka lulus SMA, Disitu mau tak mau kakak harus setiap hari melihatnya muntah-muntah, Menangis memanggil nama suaminya agar segera pulang dari perusahaan akibat hamil anak pertamanya bersama Mas Ridwan"

Tepukan pada pundaknya membuat Ardi seketika menoleh dan tersenyum melihat Randa menatapnya prihatin, "Kak Ardi pasti gak terima ya liat cewek yang kakak cintai menderita"

Ardi, "Kamu tau jawabannya" Jawabnya disertai senyum.

Nächstes Kapitel