webnovel

37. "Lintang Cinta Sama Rino!"

Suasana masih tegang-tengangya di kediaman Wiranto. Pembantu-pembantu bahkan berkumpul di ruang tamu dalam kebisuan, Tidak satupun yang berani angkat suara selain telinga dan mata mereka terus bergerak menangkap atau melihat apa yang akan dilakukan dua keluarga dihadapan mereka.

Jasmine, "Sayang tenang dulu jangan emosi, Nak ganteng, Tante ingin bertanya betul-betul kepadamu, Apakah kamu sungguh hamil? Seorang pria?" Dia bertanya sungguh-sungguh.

Bukannya menjawab, Rino meletakkan tes pack juga surat lengkap tanda tangan dari Dokter Habsah sebagai bukti di meja dengan tangan gemetaran, "I-ini bukti kalau kalian tidak percaya..." Cicitnya pelan.

Surat dan tes pack itu tidak sengaja ditemukannya di dalam saku hoodie yang dikenakannya semalam, Ia curiga Dokter Habsah sengaja menepuk-nepuk pundaknya agar mengalihkan perhatiannya lalu memasukkan benda itu kedalam sakunya.

Tadi malam usai Bundanya pergi, Rino masih belum bisa memejamkan matanya. Alhasil remaja itu memilih merapikan kembali kamar yang sudah diberantakinya dan menemukan kedua benda itu, Sempat bingung, tapi sesudahnya Rino mengerti tujuan Dokter Habsah memberikannya barang-barang ini.

Yudi mengambil dan membacanya seksama, Alisnya bertaut pada nama yang begitu familiar tertera di sana 'Habsah Almansur', Lantas dia bertanya kepada Rino, "Apakah semalam kamu pergi ke R.S Indah Palu?" Rino mengangguk-angguk mengiyakan.

Gelagat suaminya membuat Jasmine bertanya penasaran, "Ada apa sayang?"

Yudi, "Bukannya adik angkatmu juga bekerja di R.S Indah Palu?" Tanyanya balik pada sang istri.

Wanita itu kelimpungan sebentar, Haih... Fakto usia memang tidak bisa dihilangkan dari seorang manusia sekalipun dia awet muda, "Habsah maksudmu?" Tebaknya, Yudi mengiyakan.

Jasmine, "Terus? Apa hubungannya dengan masalah kita?" Ia makin tidak srek dengan pertanyaan sang suami.

Yudi, "Yang jelas ada, Orang dia sendiri yang periksa Rino, Ini nama sama tanda tangannya" Sembari menyerahkan surat ditangannya kepada Jasmine.

Detik berikutnya bola mata Jasmine membuka lebar, "Loh iya Sayang" Dia sangat hapal dengan gaya penulisan di kertas ini, Tidak diragukan lagi ini pasti adik angkatnya.

Lintang ikut nimbrung, "Adik angkat? Dokter Habsah? Kok Lintang gak tau?"

Yudi, "Jelas kamu tidak tahu, Adiknya mamamu itu hampir tidak pernah ke sini, Yang tau dia cuma kakak pertama sama kakak keduamu yang lagi kuliah di luar negeri, Kalian kan belum lahir" Ulasnya bercerita.

Dia manggut-manggut mengerti, Itu mungkin yang membuat Lintang tidak mengenali adik angkat mamanya tersebut dikarenakan mereka memang tidak memiliki kemiripan satu sama lain.

Jasmine mengusulkan, "Baiklah jika memang benar adik saya yang memeriksa Rino, Saya akan memanggilnya kemari" Lalu diambilnya hp dari kantung bajunya kemudian mengetik nomor, lanjut menghubunginya.

"Ada apa mbak?" Suara Habsah dari seberang, Sengaja Jasmine menekan tombol loud speaker agar memperjelas suaranya.

Jasmine, "Kamu ini ya! Nanti giliran mbak yang nelpon baru kamu angkat, Kamunya kapan mau nelpon Mbak!" Omelnya membuat Yudi dan Lintang reflek menggaruk kepala. Wanita itu berteriak seakan-akan hanya dia sendiri di ruangan ini, Melupakan bahwa dia masih memiliki tamu di rumahnya.

Kekehan tidak berdosa terdengar dari sana, "Maaf mbak, Aku sangat sibuk dengan rumah sakit akhir-akhir ini"

Ia mendengus, "Hum! Dasar! Eh Mbak hampir lupa, Ini... bisa tidak kamu ke sini?"

"Ada apa mbak?"

Jasmine, "Ini salah satu anak yang kamu periksa semalam itu ke rumah Mbak, Dia temenya anak Mbak namanya Rino, Masih ingat?"

Habsah menjawab cepat, "Masih mbak, Memangnya kenapa dia ke rumah Mbak?"

Jasmine, "Yang hamilin dia itu anak Mbak sendiri! Si Arwin, Pokoknya kamu cepat ke sini! Mumet mbak mikirnya!" Dan mematikan Hpnya sepihak, Kemudian menoleh lagi ke Rani, "Jangan khawatir Bu, Saya hanya ingin mencari bukti akurat saja, Ibu tidak masalah kan?"

Rani mengulas senyum ditengah-tengah isakannya, "Terserah Nyonya, Kami hanya keluarga kecil jadi jelas ada keraguan di hati kalian, Kami maklum saja" Jawabnya.

Lalu pandangan Jasmine mengarah pada pembantunya, "Kalian kok malah diam? Sana buatkan minum!" Perintahnya gregetan, Tamu datang bukannya dibuatkan minum malah ikut gabung di ruang tamu. Pembantu-pembantu tersebut menyengir kuda sebelum bergegas ke dapur.

***

Habsah tiba di sana jam 10 lewat, Keringat dingin secara terang-terangan mengalir dari pelipisnya, Dia benar-benar buru-buru kesini, Jangan sampai kena marah lagi dengan kakaknya.

Jasmine menghampiri adik angkatnya sambil tersenyum puas, "Akhirnya kamu datang juga, Ayo duduk" Dirangkulnya pundak Habsah yang lebih tinggi darinya berjalan ke ruang tamu lalu duduk tepat di sebelah Arwin.

Situasi yang diciptakan keduanya membuat hawa canggung, Terutama Rino. Mana pernah terpikirkan olehnya jika pria yang semalam dipeluknya dan mengadu layaknya seorang anak ke ayah itu ternyata adik angkat dari Tante Jasmine.

Malu, Rino sungguh malu. Menyadari kecanggungan ini, Habsah terkekeh, "Maaf kita bertemu lagi Rin" Ungkapnya membuka percakapan.

Dan matanya beralih ke Lintang, "Ooh jadi kamu anaknya Mbak Jasmine ya, Maaf paman tidak mengenalmu soalnya sudah lama tidak kesini" Lintang menjawab anggukan kepala, Tidak dengan ekspresinya. Sesungguhnya dia masih kesal pada Dokter yang tak lain adalah Pamannya ini sebab merahasiakan perihal kehamilan Rino darinya.

Habsah, "Jangan menatap paman seperti itu, Mana tahu paman kalau kakakmu sendiri yang menghamilinya, Tes pack hanya bisa menunjukkan seseorang positif hamil atau tidak, Bukan beserta nama dan foto bapaknya" Candanya menaikkan alisnya.

Yudi, "Jadi benar kamu yang periksa Rino?" Potong Yudi tidak sabar.

Habsah mengangguk mantap, "Benar Kak Yud, Saya awalnya tidak percaya dengan ciri-ciri orang hamil yang dikatakannya, Tapi saat dia menggunakan tes pack dan hasilnya garis 2... Saya bisa apa kak selain percaya? Tes pack itu alat yang diciptakan untuk orang hamil, Jadi bila Rino benar tidak hamil tidak akan seperti itu hasilnya" Jelasnya panjang lebar.

Anggukan kepala di berikan Yudi sebagai bentuk mengertinya, Dia menengok kembali pada Arwin yang sedari tadi diam seperti batu, "Kamu dengar kan apa kata pamanmu? Dan ingat perkataan papa waktu itu. Kalian akan segera dinikahkan 2 Minggu kemudian!" Putusnya dengan nada tegas.

BRAK!

"NGGAK BISA!!" Bantah Lintang dan Arwin tanpa diduga kompak menggebrak meja lantas berdiri.

Satu ruangan kini menatap dua saudara kandung itu dengan beragam pertanyaan di benak mereka.

Jasmine menegur, "Lintang, Kamu kok malah ikutan berdiri?' Herannya.

Arwin pun bertanya hal yang sama, "Bener kata Mama, Lo kok ikutan berdiri?"

Lintang, "Kalo Rino mau nikah sama Lo gue gak setuju!" Perkataannya semakin membingungkan semua orang disana, Bahkan Rino sekalipun. Dia wajar saja jika Arwin membantah keputusan Papanya... Tapi bagaimana soal Lintang?

Yudi, "Kenapa kamu tidak setuju? Apa kamu membela kakakmu? Kalau benar maka Papa lebih tidak setuju lagi dengan kamu! Kakakmu itu jelas-jelas bersalah di sini!"

Wanita di sebelah Rani turut menambah suara, "Benar kata papamu, Kakakmu itu salah jangan di bela"

Nyatanya bukan hanya orang tuanya yang tidak setuju namun seluruh yang ada diruangan itu. Sekarang pembantu-pembantu itu sangat berharap agar Tuan muda pertama mereka segera pulang dari menemani istrinya ke rumah sakit, Hanya dialah yang bisa menenangkan suasana kacau ini selain Tuan besar.

Tarik nafas, Lintang menghembuskannya kasar, "Lintang cinta sama Rino! Mending Rino nikah sama Lintang daripada sama cowok bejat macam dia!" Akhirnya Lintang bisa menghembuskan nafas lega selesai mengucapkan itu di depan semua orang, Remaja itu tidak akan ragu lagi pada perasaanya, Dia cinta... Dia jatuh cinta dengan Rino!

Keadaan kacau mendadak tenang...

Lebih-lebih Rino, Remaja itu kini tengah menganga tidak percaya menatap Lintang. Apa katanya tadi? Lintang cinta dengannya? Sejak kapan itu terjadi? Dan Lintang ingin dia menikah dengannya?

Nächstes Kapitel