webnovel

32. Mungkin Hamil?

Sore hampir berganti malam bersamaan turunya hujan deras di desa Dusun 4. Terhitung sekitar 3 jam-an Lintang di rumah Rino, Tetapi hujan turun tidak henti-hentinya sehingga terpaksa ia menunggu di sana.

Remaja begigi taring tajam tersebut kesal bukan main. Rencananya dia akan pulang setelah mengantar Rino, Namun siapa yang menyangka kalau akan ada hujan deras yang turun? Bahkan dia masih memakai seragam sekolah.

Hp Lintang juga tengah dicharger di rumah Rino karena lobet. Ia duduk dalam kerisauan di teras depan, Sesekali tanganya akan mengetuk-ngetuk pegangan kursi sambil menatap hujan yang terus berjatuhan dari langit.

Bakso yang disediakan oleh Rina tertinggal mangkuk tergeletak begitu saja pada meja di samping kursinya tanpa dikembalikannya. Bukannya apa, Lintang hanya takut merepotkan Bunda Rino bila hujan belum surut dan dia harus terpaksa bermalam di sini.

Lintang, "Hujan apa air selang? Lama amat berentinya!" Monolognya kesal.

"Lin, Masuk, Nanti kamu kedinginan" Panggil Rino dari ambang pintu. Terkejut, Lintang lekas berdiri dari kursi terus menghampiri Rino.

Lintang, "Ngapain Lo disini? Sana masuk ntar Lo sakit!" Membuat gestur mengusir ke remaja yang terlihat pucat di depannya.

Rino menolak, "Tidak sebelum kamu masuk, Tunggu saja di dalam, Atau tidak tidur saja di sini" Usulnya.

Memutar matanya malas, "Ntar ngerepotin!" Lintang sedikit menaikkan nada suaranya agar terdengar dikarenakan hujan deras.

Lagi, Rino menggeleng, "Siapa bilang kamu merepotkan, Ayo masuk!" Remaja tersebut menarik paksa tangan Lintang hingga keduanya berhasil masuk ke dalam.

Randa, "Bang, Ngapain di ajak masuk sih!, Biarin aja dia di luar" Greget Randa seraya berdiri menyandar di pintu kamarnya yang tertutup.

Rino, "Haaah... Kamu itu ini Ran, Apa kamu tidak kasihan dengan Lintang?"

Randa menjawab spontan, "Gak!" Menatap sinis pria di samping abangnya itu. Lintang juga menatapnya tak kalah judes.

Hingga suara Rani yang berasal dari dapur menginterupsi ketiganya, "Kalian ajak Lintang makan!"

Rino menyahut, "Iya Bun!"

Mendadak ingatannya soal makanan aneh kembali memenuhi benaknya. Tertawa konyol, Ia bermaksud menolak namun urung kala Rino mengetahui jalan pikirannya, "Tenang saja, Kali ini bundaku tidak akan masak makanan yang dulu itu" Hiburnya.

Lintang, "Yaudah deh, Gue lagi laper" Sambil mengelus-elus perutnya.

Iseng-iseng Rino bertanya, "Kapan terakhir kali kamu makan?"

Remaja itu kelihatan menghitung sesuatu lewat jari-jarinya. Kemudian menjawab, "Sebelum bel masuk pertama" Wajah pucat Rino membuat ekspresi terkejut serta Randa menaikkan kedua alisnya.

Lintang merasa lega melihat makanan di meja. Dia bukan pemilih makanan, Hanya saja rasanya akan aneh jika ia langsung terbiasa dengan makanan di keluarga Rino.

Rani sebagai tuan rumah pun mengerti dengan sikap remaja tersebut, "Ayo dimakan Nak Lintang, Jangan cuma diliatin, Sekali lagi maaf soal makanan Tante yang waktu itu" Celetuknya sambil mempersilahkan Lintang.

Segera Remaja itu menggoyangkan kedua tangannya, "Gak masalah Tante, Jangan dibahas lagi, Lintang malu" Kata Lintang seraya meringis. Rani terkekeh dan mengangguk mengerti.

Kemudian mulai menyendok nasi ke piringnya, dilanjut menambahkan lauk berupa tumis ikan dan telur dadar. Bersiap hendak makan, Matanya tertuju pada kursi kosong di samping Rino.

Rasa penasaran menghampirinya, "Rin, Adek Lo yang kecil itu kemana? Kok gak diajak makan? Dari tadi gue di sini juga gak pernah liat anaknya" Tukasnya.

Sontak Rino dan Randa menatap Bundanya penuh tanya, "Dani mana Bun?" Tanya Randa. Dia juga baru sadar jikalau tidak pernah melihat sang adik di rumah sejak pulang dari sekolahnya. Rino pun demikian, Karena tidak perhatian dengan keadaan sekitarnya ia juga tidak sadar dengan ketidakhadiran si bungsu.

Dengan wajah santai Rani berkata, "Di rumahnya Riko, Mungkin dia menunggu hujan reda baru ke sini"

Lintang bertanya lagi, "Dia pulang sendiri begitu?" Terkanya.

Rani, "Tidak, Nanti diantar Riko, Tadinya anak itu mau main ke rumah tetangga Tante di sebelah, Tapi Riko malah ajak dia main kerumahnya jadi Dani mau-mau saja" Ulas wanita itu sambil menyuap sesendok makanan ke mulutnya.

Mengangguk mengerti, Lintang membuang pikiran buruk di otaknya dan melanjutkan acara makannya yang tertunda. Satu suap masuk dan di dihancurkan oleh giginya, Beberapa kali kunyah kemudian manik mata Lintang terbuka lebar. Dipercepatnya proses menggigit lalu sesuap lagi dimakannya, Ia terus melakukan hal tersebut hingga piringnya kosong.

Dia mengambil air dan meneguknya hingga tandas, "Tante, Masakan Tante enak!" Memberi acungan jempol kepada Rani.

Rani, "Begitu? Terimakasih nak Lintang, Tapi masakan Tante tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan makanan di rumahmu" Ucap wanita itu merendah diri.

Lintang menggeleng ribut, "Masakan mama kalah dari punya Tante!" Lanjutnya.

Rino yang sedang mengunyah buburnya menyahut, "Bukannya tidak enak, Kamu sendiri yang tidak sering makan di rumahmu sendiri" Tukasnya sebelum gerakannya berhenti. Menutup mulutnya Rino berlari ke kamar mandi yang terletak di dapur.

Randa berseru memanggil punggung yang semakin menjauh, "Bang Rino!" Kemudian menyusul Kakaknya diikuti Rani dan Lintang tak kalah paniknya.

Terdengar suara muntah-muntah dari sana, Segera mereka mempercepat langkah hingga tiba di belakang Rino. Rani langsung bergerak cepat mengelus-elus punggung atas Rino.

Kedua-duanya saling melirik mata, Randa dan Lintang tidak tahu harus melakukan apa selain diam di belakang ibu dan anak itu.

"Huuuk...Hueek"

Rani, "Ke rumah sakit ya? Kita harus periksa kesehatanmu, Bunda bingung kalau kamu begini terus" Cemas Rani disertai rasa greget yang tinggi, Putranya ini begitu keras kepala.

Anak tengahnya menambahkan, "Benar kata Bunda bang, Memangnya Abang mau seperti ini terus?"

Lintang merasa ada yang aneh dengan keluarga ini dan bertanya penasaran, "Ada apa ini? Rino tidak mau ke rumah sakit?" Rani dan Randa menoleh padanya, Kemudian menggelengkan kepala mereka bersamaan.

Dia bertanya lagi, "Kenapa?"

Randa, "Gak tau, Pokoknya habis kejadian Abang gue hilang waktu itu, Anaknya udah kayak gini, Kita tanya aja gak dijawab" Jelasnya lalu membuang nafas panjang, Rani juga menganggukkan kepalanya.

Rupanya Rino mendengar semua yang diucapkan mereka, Jelas karena yang terganggu adalah pencernaannya bukan telinganya. Dia diam meski rasa mual tidak hilang sedikitpun, Mana mungkin ia menceritakan kebenarannya.

Tidak lagi mendengar suara muntah, Lantas Rani berbalik pada si sulung, "Sudah?" Rino bergumam lemah sebagai jawaban.

Rani, "Ran, Tolong kamu bawa Abangmu ke kamarnya, Nanti bunda buatkan susu hangat untuk dia" Sambil menyiram bekas muntah Rino dengan air sementara anaknya itu sedang berkumur dengan air.

Rino, "Ugh... Ja-jangan susu Bun lebih baik yang lain, Rino mual cium baunya" Tolak Rino, Masih berjongkok di lantai kamar mandi.

Satu-satunya orang asing disana dibuat sangat bingung oleh situasi ini, Pikirnya cuma orang hamil saja yang merasa mual mencium susu sebab kakak iparnya pun serupa. Namun memikirkan jika Rino sedang hamil... Dia meringis aneh, Tidak mungkin.

Perempuan itu mendesah khawatir, "Ya sudah, Nanti Bunda buatkan teh saja"

Giliran Randa melangkah menghampiri kakaknya hendak membantunya berdiri namun dengan cepat Lintang menepis tangannya, "Biar gue yang bawa, Lo bantuin Mama Lo beresin ini sama yang di meja makan" Selanya, Randa belum sempat menanggapi, Tapi Lintang bergerak gesit dengan menggendong Rino di punggungnya dan segera berlalu dari sana.

Kesal, Randa meremas-remas tanganya gemas sembari terus melihat pria yang menggendong kakaknya itu menjauh hingga hilang tepat setelah berbelok ke kamar Rino.

Cekikikan melihat wajah masam putranya, Ia memanggil si anak tengahnya, "Dengar kan apa kata Lintang, Ayo bantu bunda membereskan meja makan.

Wajahnya cemberut namun tetap mengangguk paksa dan mengikuti langkah Bundanya ke tempat yang dimaksud. Biasanya selalu kakaknya yang membantu Bundanya membereskan meja, Sayang orang yang diharapkannya tengah sakit.

Nächstes Kapitel