webnovel

23. Gue Gak Bisa (Rada-rada 18+)

Remaja berlesung itu berkedip-kedip melihat sekeliling ruangan yang asing baginya. Serta suara dari kamar mandi jelas menandakan bahwa ada seseorang didalam sana. Otak jeniusnya terus mencari tahu apa yang sedang terjadi padanya. Diingatnya lagi kejadian tadi sore.,

Seingat Rino setelah dia bertanya, Arwin tidak menjawab sepatah katapun dan kembali menyeretnya keluar sekolah. Meskipun harus mengikuti langkah besar Arwin dengan cepat tapi Rino menghela nafas lega ketika melihat keadaan sekolah yang telah sepi.

Tiba di parkiran Arwin langsung mendorongnya masuk ke mobilnya dan membawanya ke sebuah villa mewah di pegunungan. Kemudian dia dibawa ke kamar ini dan disuruh menunggu di ranjang besar yang sekarang tengah didudukinya.

Rino, "Kenapa Arwin membawaku kemari? Dan aku lupa mengabari bunda di rumah, Mereka pasti cemas denganku" Monolognya sambil melirik ke jam dinding yang telah menunjukkan waktu sore hari yaitu jam 4 lewat.

Ceklek...

Rino menoleh dan terpaksa berbalik lagi dengan gugup karena tidak sengaja melihat Arwin keluar hanya dengan handuk di atas lutut. Arwin menyeringai kecil dan berjalan mendekati ranjang kemudian duduk tepat di samping Rino.

Jantung Rino berdegup kencang saat ini, Dia merasa begitu malu dengan dirinya sendiri. Sesekali dia akan melirik Arwin sejenak kemudian berpaling lagi.

Melihat tatapannya, Arwin kembali diingatkan soal mimpinya, "Kenapa malu-malu?" Tanyanya dengan senyum licik.

Rino tidak berani menoleh dan menjawab, "Tidak apa-apa, Hanya saja kenapa kakak tidak menjawab pertanyaanku sebelumnya?"

Arwin menelan ludah, "Ka-kakak ingin minta, Gue jarang banget minta duluan dan Lo adalah orang pertama" Ucapnya sedikit gugup. Namun Rino lagi-lagi masih merasa bingung dengan 'Minta' yang dimaksud oleh Arwin. Akhirnya dia memutuskan untuk menolehkan kepalanya menatap Arwin.

Rino "Minta apa? Aku tidak mengerti maksud kakak" Jawabnya polos.

Arwin mendengus, "Maksud gue seks! Lo itu jenius tapi otak tempatnya di dengkul!" Mata Rino membelalak, Berarti dia akan melakukan seks dengan Arwin?

Rino segera menggeleng menolak, "Tapi kita bukan muhrim kak, Kita belum menikah" Jelasnya ketakutan, Sering melirik pintu dan berharap bahwa itu tidak terkunci.

Mengerti dengan gelagatnya, Arwin tersenyum miring, "Jangan harap Lo bisa keluar dari sini" Peringatnya.

Remaja itu ketakutan setengah mati, "Kak, Jangan bercanda, Aku takut" Ujar Rino.

Arwin menunjuk wajahnya sendiri, "Apa tampang gue keliatan bercanda, gitu?" Rino menggeleng polos.

Arwin, "Tu Lo tau" Ucapnya seraya membuka handuk mandi yang menutupi bagian selangkangannya.

Refleks Rino mundur dengan tubuh gemetar, Kini manik matanya tertuju pada sebuah benda setengah tegang yang berada di tengah-tengah paha Arwin.

Arwin, "Ngapain Lo ngejauh?" Tanyanya.

Tidak menjawab pertanyaan Arwin, Rino langsung terisak untuk pertama kalinya, Dia benar-benar ketakutan. Melihat itu Arwin sedikit merasa bersalah dan segera menghampirinya, Namun semakin dekat ia semakin jauh pula Rino mundur hingga tubuhnya mentok di dinding.

Arwin, "Jangan nangis napa, Cengeng Lo!" Ledeknya sambil mensejajarkan wajahnya berhadapan dengan Rino.

Diberanikannya menatap Arwin, "Kak, nnngh... Aku mau pulang" Lirihnya terisak kecil.

Ada rasa bersalah di hati Arwin melihat Rino memohon padanya, Tetapi nafsunya berada di ujung tanduk.

Sekilas Arwin mengulum bibirnya, "Sorry Rin, Gue gak bisa" Kemudian memegang pundak Rino lantas membantingnya pelan ke ranjang, lalu mengukungnya dengan kedua tangannya.

Remaja berlesung itu terkejut, "Hiks, Kak! Jangan begini! Kita bukan muhrim!" Dia berteriak berusaha menyadarkan Arwin akan nafsu butanya.

Peduli setan dengan teriakan Rino, Arwin segera membekap bibir busur seksi dibawahnya dengan bibirnya. Dipaksanya lidahnya masuk kedalam kedalam mulut Rino. Saat berhasil masuk, Arwin segera menelusuri setiap inci daging serta gigi Rino.

"Hmmmp!" Rino meronta-ronta dengan memukul-mukul punggung remaja itu, Ia sudah tidak peduli lagi dengan rasa takutnya kepada Arwin sebab yang paling penting saat ini adalah menjaga keperjakaannya.

Tidak tinggal diam, Arwin melepas ciumannya kemudian dengan gesit meraih kedua tangan Rino lalu mengikatnya dengan handuk mandinya. Sementara untuk kaki, Arwin menghimpit kedua kaki Rino dengan lututnya. Kini Rino tidak bisa berbuat apa-apa selain bergerak gusar di bawah tatapan penuh nafsu Arwin.

Arwin, "Makin Lo gerak gue bakal makin kasar sama Lo" Ancamnya seketika membuat Rino berhenti bergerak.

Rino, "Kumohon jangan begini!" Pintanya memelas.

Arwin, "Dah kepalang tanggung" Gumanya. Kemudian tanpa berkata lagi diserangnya leher Rino dengan lumatan-lumatan rakus.

"Nnnnghhh!" Meski terisak, Suara laknat itu tetap keluar begitu saja dari mulutnya tanpa bisa Rino tahan. Apalagi sekarang Arwin terlihat bergerak gusar di sisi kiri lehernya.

Rino, "Agh, Kak... Lepas!" Ucap Rino berusaha menghalau ciuman Arwin dengan memiringkan kepalanya agar akses ke lehernya tertutup.

Arwin, Remaja itu jelas lebih berpengalaman dalam hal ini. Mengulas senyum remeh, Dengan cepat ia mengubah posisi kepalanya ke sisi kanan leher Rino.

Bukan itu saja, Tanpa diduga tangan Arwin kini sangat mudah melepas seragam sekolah Rino, Lalu diangkatnya tubuh dibawahnya seraya menarik seragam Rino hingga lolos dari tubuhnya dan dibiarkan begitu saja menggantung ditangan remaja itu yang terikat.

Rino semakin menjadi, "Hu...hu...huuu... Kak Win, Tolong berhenti ennngh..." Tangisnya.

Bagai patung yang tidak memiliki lubang telinga, Arwin seolah-olah tuli. Remaja itu menelan ludahnya susah payah melihat puting pink serta dada dan perut indah dibawahnya.

Pelan, Tangannya terulur untuk mengusap perut, naik ke tengah dada lalu kembali lagi ke bawah dan begitu seterusnya.

"Aaangh~" Desah Rino. Manik pria diatas menatapnya, Yang dilihatnya kini muka Rino basah dengan keringat serta air mata juga pipinya pun merah, Sepertinya mulai terangsang terbukti dari suaranya.

Arwin, "Mulus... Halus" Pujinya dengan suara serak basah.

Sontak Rino memerah, Tapi bukan karena sanjungannya melainkan ia malu di puji oleh sesama lelaki. Meski homo, Tidak pernah sekalipun didengarnya pujian untuk tubuhnya kecuali dari mulut pria ini.

Kegiatan tangannya terhenti di tengah dada, Sedikit mengerenyit melihat tahi lalat berbentuk '?' itu. Lalu mendadak pindah ke puting Rino lantas meremasnya gemas.

"Ah! Kak berhenti, Sakit!" Rintih remaja dibawahnya.

Arwin, "Bisa gak sih Lo tuh diem!? Berisik tau gak!" Bentaknya, Rino tersentak dan menutup mulutnya seketika.

Arwin mendengus kasar, Remaja itu tak akan main-main kali ini. Langsung saja dibukanya ikat pinggang, kemudian pengait juga resleting lalu ditariknya celana Rino dengan mudahnya hingga lepas dari kakinya serta membuangnya asal.

Rino makin takut, Tangisannya semakin keras, Namun Arwin tidak berhenti sampai disitu. Celana dalam Rino pun juga tidak lepas dari tangannya, Kini Rino telanjang bulat.

Kesal karena suaranya, Lantas Arwin melepas sarung bantal kemudian digunakannya menyumpal mulut Rino.

"MMM... MMM!" Suara Rino tidak bisa keluar akibat mulutnya yang tertutup, Menyingkirkannya pun tidak bisa dikarenakan tangannya yang terikat tengah berada di atas kepalanya, Juga ditambah kaki yang tertahan oleh lutut Arwin membuatnya benar-benar tersiksa.

Lagi, Arwin menelan ludahnya. Semuanya terlihat sangat indah di matanya. Penis yang sedikit tegang akibat rangsangan darinya, betis mulus tanpa bulu, Dari betis matanya kini naik ke paha.

Entah sudah berapa kali ia menelan ludah. Setiap tubuh wanita yang dijamahnya, Paha adalah bagian favoritnya setelah lubang mereka tentunya. Melihat paha putih tanpa noda serta berisi dihadapannya Ini membuatnya nyaris hilang kendali.

Sekali lagi, ditelannya ludah yang tersangkut di tenggorokannya, menjilat bibirnya sensual, Arwin mengangkat kedua paha Rino dan melebarkannya sebelum menggigit sisi kanan pahanya dengan gemas.

"Mmmm!!!" Pekik Rino tertahan.

Nächstes Kapitel