webnovel

Bab 4

Raisha sama sekali tidak bisa tidur, ia masih menunggu kedatangan Revan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, tetapi Revan sama sekali tidak kunjung datang.

Tak lama terdengar suara deru mesin mobil. Itu menandakan kalau Revan sudah pulang. Raisha bergegas membuka pintu dan menyambut suaminya pulang. Revan terlihat baru saja menuruni mobilnya. Revan tersenyum dan berjalan menghampiri istrinya yang berdiri di dekat pintu.

"Belum tidur?" tanya Revan saat Raisha mencium punggung tangannya.

"Bagaimana aku bisa tidur kalau suamiku belum pulang," seru Raisha.

"Manis sekali," kekeh Revan membuat Raisha mencibir.

Mereka memasuki rumah keluarga Revan yang terlihat sudah sepi menandakan orang di rumah itu sudah tidur.

"Aku akan buatkan minuman untukmu. Kamu mau mandi dulu?" tanya Raisha.

"Sebenarnya aku ingin kamu," bisik Revan membuat Raisha merasa geli.

"Ih kamu." Raisha mendorong pelan lengan Revan dengan wajah yang bersemu merah.

Revan hanya tersenyum melihat istrinya yang tergoda.

"Aku sudah makan. Bawakan saja tehnya ke kamar," seru Revan yang di angguki Raisha.

---

Raisha memasuki kamar. Ia menyimpan teh yang ia bawa di atas meja nakas.

"Eh?" Raisha sedikit memekik saat sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang.

"Kangen kamu," bisik Revan.

"Apasih. Padahal tadi siang kita bertemu di rumah sakit," seru Raisha. Ia berusaha mengendalikan debaran jantung di dalam hatinya itu.

"Tetap saja. Sebentar saja tidak bersama denganmu, aku sudah sangat merindukanmu," seru Revan mencium pundak Raisha. "Apa kamu tidak merindukanku?" "Bagaimana yah," gumam Raisha pura-pura berpikir keras.

Revan melepaskan pelukannya dan memutar tubuh Raisha hingga menghadap ke arahnya. "Kamu gak kangen sama aku?" tanya Revan menyipitkan matanya.

"Bagaimana aku gak kangen kamu. Sekarang bahkan aku tak bisa tidur tanpa ada kamu di sisiku," seru Raisha dengan pipinya yang merona.

"Benar begitu?" tanya Revan seakan mencari kebenaran dari mata Raisha.

"Iya," seru Raisha.

Revan tersenyum manis dan mencium bibir mungil nan menggoda milik istrinya itu.

Bagaimana mungkin Revan terus saja menggodanya dan membuatnya begitu merona. Raisha tidak akan menyangka bahwa pernikahannya dengan Revan begitu sempurna.

Raisha bangun dari tidurnya, waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Raisha bergegas masuk ke kamar mandi untuk mandi. Setelahnya bersiap-siap untuk melaksanakan kewajibannya dan juga bersiap untuk bekerja. Revan terbangun dari tidurnya saat melihat Raisha tengah memakai make up sederhana di meja rias.

"Pagi Sayang," sapa Revan mengecup puncak kepala Raisha.

"Pagi."

Revan memasuki kamar mandi.

"Van, aku akan turun ke bawah duluan. Pakaianmu sudah aku siapkan di atas ranjang," seru Raisha.

"Oke."

Raisha pun berjalan keluar kamar.

Raisha masuk ke dapur dan terlihat Ibu mertuanya tengah memberi arahan pada asisten rumah tangga memasak sarapan. Ia juga terlihat tengah menyiapkan teh hangat dan kopi.

"Selamat pagi ma," sapa Raisha.

"Ck, seorang istri baru bangun jam segini," seru Ibu mertuanya dengan nada sinis membuat Raisha terdiam.

Tanpa kata Raisha pun mengambil gelas dan membuatkan teh untuk Revan. Terdengar suara berisik di meja makan, menandakan orang-orang sudah berdatangan.

Raisha berjalan keluar dari dapur dan membantu asisten rumah tangga menata makanan di atas meja. Setelah siap, ia pun mengambil gelas teh untuk Revan dan membawanya ke arah Revan.

"Pagi semua," sapa Revan.

"Pagi Bang."

"Revan, ini Mama sudah membuatkan kamu teh hangat, minumlah selagi hangat," seru Ibu mertua Raisha seraya menyimpannya di atas meja, membuat Raisha menghentikan langkahnya untuk memberikan teh itu kepada Revan.

"Terimakasih, ma." Revan tersenyum kearah mamanya dan mengambil duduk di sana.

Raisha menatap teh dalam genggamannya. Ia pun hanya bisa menghela nafasnya dan membawa teh itu bersamanya seraya duduk di dekat Revan. Akhirnya teh yang ia buat, ia minum sendiri karena ternyata tak ada yang membuatkannya minum.

Raisha hendak mengambil piring Revan untuk mengambilkan nasi goreng, tetapi Ibu mertuanya lebih dulu mengambilnya dan menuangkan nasi goreng ke dalam piring Revan.

"Makan yang banyak, supaya pekerjaanmu lancar," seru Ibunya seraya menyimpan piring itu di hadapan Revan.

"Terimakasih, ma."

Raisha hanya diam membisu dan akhirnya mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Ia merasa transparan dan tidak bisa menjadi seorang istri yang sempurna.

Revan telah sampai di kantor Diamond, beberapa karyawan yang dulu sempat di rekrutnya telah hadir dan bekerja seperti biasa. Tak begitu banyak karyawan di kantor, hanya sekitar 15 orang yang memiliki tugas di bagian masing-masing dan juga salah satu manager yang selalu mengontrol jalannya perusahaan game mereka.

"Selamat pagi, Bos," sapa seorang pria dengan kemeja putihnya.

Revan yang tampak begitu tampan dengan kemeja putihnya yang bagian lengannya di lipat hingga siku.

"Pagi, Yogi. Sebelum meeting di mulai, aku ingin bicara denganmu dulu di ruanganku," seru Revan yang di angguki Yogi yang merupakan manager di sana.

"Wih penganten baru udah dateng nih," goda Jovan. "Gimana malam pertamanya, Bro?"

"Apa gak ada pertanyaan lain selain itu, Van?" seru Revan memutar bola matanya.

"Ck, padahal lu udah sering ngelakuin hubungan intim dengan cewek lain, masih aja tanya gimana," seru Rico yang juga baru datang.

"Ck, gue bedalah. Kalau gue pan itu menuhin hasrat aja, atau biasa di bilang sex bukan bercinta. Si Van kan beda," seru Jovan.

"Kepo banget!" seru Abimanyu yang juga sudah berada di antara mereka.

Mereka berempat tak merasa canggung bercanda dan berbincang begitu akrab di depan para karyawannya. Apalagi sebagian karyawan di sana, adalah salah satu teman mereka saat di kampus dulu, yang sengaja di rekrut untuk membantu mereka berempat mengembangkan game yang mereka ciptakan.

"Masih pagi, apa gak ada pembahasan yang lebih berfaedah?" seru RevantakhAbispikir. "Gue ada perlu dulu dengan Yogi. Ayo Gi," seru Revan yang di angguki Yogi masuk ke dalam ruangannya.

"Ck, bocah itu sengaja menghindari pertanyaan gue," seru Jovan yang duduk di atas meja seraya melipat kedua tangannya di dada.

"Lagian tumben lu bisa datang lebih awal, Van? Biasanya lu selalu ngaret," seru Rico yang juga mengambil duduk di sana.

"Gue kan kangen sama penganten baru, dan mau kepoin malam pertamanya," kekeh Jovan.

"Seneng banget kepoin urusan orang! Benar-benar gak adakerjaan," seru Abimanyu selalu hanya mengeluarkan beberapa kata tetapi langsung mengena ke hati.

"Males gue ngomong sama lu, Penyu!" seru Jovan beranjak pergi meninggalkan Rico dan Abimanyu.

Rico hanya bisa terkekeh melihatnya, sudah biasa Jovan dan Abimanyu selalu saja ribut.

"Ngomong-ngomong gimana hubungan lu sama pacar lu itu?" tanya Abim.

"CK, lu juga kepoin hidup orang," seru Rico tampak malas membahas mengenai kehidupan pribadinya. "Udah ah gue mau lihat pekerjaan gue dulu."

Di dalam ruangan, Yogi tengah menunjukkan beberapa laporan kepada Revan.

"Peningkatannya lumayan pesat," seru Revan menatap laptop di depannya. "Sepertinya kita memang harus mengembangkan dan meningkatkannya lebih baik lagi," seru Revan yang di angguki Yogi.

"Kita akan bahas ini nanti saat meeting," seru Revan. "Emm Yogi,"

"Iya Boss?"

"Selama aku ambil cuti, apa ada kabar lagi dari perusahaan Asklar mengenai kesepakatan kerjasama kita?" tanya Revan.

"Belum ada Boss, tetapi sepertinya mereka tidak akan mengingkarinya," seru Yogi yang di angguki Revan.

"Baiklah kalau begitu beritahu yang lain, 10 menit lagi akan di adakan meeting."

"Baik," seru Yogi kemudian pergi meninggalkan Revan sendirian.

Nächstes Kapitel