webnovel

Rataka

Arvy mengecek skema nya dan melihat hanya ada satu nama dengan awalan 'Rat.

"Rat?" pikirnya. "Apa maksudnya Rataka?!"

"Tidak mungkin!"

"Semuanya! Semuanya dari awal saling berkaitan! Alfa adalah mantan bawahan Valen dan Valen adalah bawahan Ramon, Alfa berkhianat sehingga Valen harus membunuhnya. Alfa adalah mata mata dan dia gagal memata matai musuhnya yaitu pada gadis tumbal itu. dan gadis tumbal itu adalah…" Arvy masih sulit menebaknya. "Amy, sepupuku sendiri!"

"Aiishhsh sial!"

Ia lalu melanjutkan deduksinya.

"Dia bilang anak buahnya tertangkap seorang bernama Rat, dan Rat di sini hanya ada Rataka, pria yang mengenal paman dan merupakan cosplayer aneh pembawa pedang. Jika anak buahnya tertangkap, harusnya Alfa sudah berakhir di tangan Rataka, namun Alfa masih hidup sampai sekarang, artinya Alfa benar benar berkhianat dari kelompok untuk Ramon dan melindungi Amy.

Arvy juga mengingat perdebatannya dengan Holan di apartemennya.

"Jadi….dari awal…Paman memang tahu, kalau Amy dalam bahaya karena orang orang itu. Rataka bukan hanya orang misterius yang menyelamatkan Alfa, namun juga orang yang berpihak pada Paman. Karena itulah Alfa bilang harus bertemu dengan paman sebelum persidangan, dan dia memberi pernyataan bahwa Valen adalah pengedar narkoba, dan bukannya kelompok yang dimaksud Ramon, harusnya ia langsung mengatakan bahwa ada yang berdiri jauh lebih tinggi dari Valen yaitu Ramon, namun Paman menyetujui kesaksian Alfa dengan mengatakan bahwa itu adalah kasus narkoba, agar lebih mudah diterima akal masyarakat. Sekarang semuanya jelas.

Arvy melihat skema yang dia buat, ia memandangi lama nama Rataka.

"Rataka. Pedang. Gadis tumbal. Amy. Organisasi. Ramon. Alfa memang tidak pernah berpacaran sebelumnya dengan gadis manapun, ia bilang Amy adalah first love nya. Yang itu memang berarti, gadis tumbal itu adalah? AMY! Aku tidak bisa menerimanya begitu saja. Aku harus segera menemukan dimana orang ini berada (Rataka) dan mencari tahu kebenarannya."

Arvy meletakkan buku catatannya di atas dokumen di kursi sampingnya. Lalu menginjak pedal gas dan meninggalkan panti rehabilitasi itu.

"Ah tapi aku harus menemui kakek lebih dulu, aiishh. Ckck."

***

Sesampainya di kantor perusahaan, Arvy bergegas ke ruangan kakeknya dengan membawa dokumen surat keterangan rumah sakit milik Gita yang palsu. Sekretaris yang berada di luar ruangan seperti biasa menyapanya.

"Tuan Muda, apa anda mencari Direktur?"

"Apa dia di dalam?"

"Pak Direktur baru saja keluar dari ruangannya bersama seseorang."

"Apa? Seseorang?" Arvy berpikir. "Apa itu client atau mitra?'

"Tidak, dia terlihat lebih muda, mungkin seumuran dengan Tuan Muda."

"Seumuran denganku?"

"Ah itu beliau, Tuan."

Arvy melihat arah sekretaris itu menunjuk di ujung lorong. Ia menyipitkan matanya dan mendapati kakeknya tengah berbincang akrab dengan seseorang yang masih muda, bahkan kakek merangkul pundak orang itu. Arvy membelalakkan matanya seolah ada ribuan anak panah akan diterbangkan ke arahnya. Bagaimana mungkin ini semua terjadi dalam waktu sesingkat ini, seolah memang sengaja ditujukan padanya. Ia meremas dokumen yang dibawanya.

"Pria itu…. RATAKA?!"

Flashback

Arvy berdiri di ruangan direktur sembari membawa sebuah vas bunga kecil yang berisi bunga tulip kuning di dalamnya dan juga sebuah foto. Ia memandangi foto itu lama, lalu ia masukkan kembali ke saku coat-nya Setelah ragu-ragu ia akhirnya memutuskan masuk ke dalam.

Namun ia terkejut, kakeknya ternyata memiliki seorang tamu di dalam. ia hendak keluar namun kakeknya menghentikannya.

"Arvy, masuklah. Tidak apa-apa."

"Baiklah."

Ia berjalan masuk dengan canggung kemudian duduk. Di ruangan tersebut ada beberapa kursi dan dengan satu meja di tengah. Direktur sekarang tengah duduk berhadapan dengan seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengannya.

"Duduklah, Vi." kakek mempersilahkan duduk. Ia menuangkan teh ke cangkirnya.

Anehnya, Arvy melihat sudah ada satu cangkir yang ditempatkan di sana sebelumnya, seolah olah mereka tahu akan ada tamu yang datang. Tamu yang terlihat muda itu tersenyum menyapanya.

"Aku senang sekali kau mampir ke sini," kata Kakek sembari tersenyum lebar.

"Oh ya, aku membawakan vas bunga untukmu, Kek."

Arvy memberikan vas bunga mini itu.

"Wah cantik sekali. Aku akan menyimpannya." Kakek menaruhnya di meja kerjanya, kemudian duduk kembali.

"Ah ya, Arvy. Dia teman lama Kakek." Kakek memperkenalkan pria yang duduk di hadapan Arvy.

"Teman lama?"

"Maksudnya, saya adalah anak dari teman lama direktur,"

Jawab pria itu.

Kakek gelagapan, ia meminta maaf karena sudah tua dan agak pikun sembari tertawa garing.

"Perkenalkan, namaku Rataka." pria itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Arvy menerimanya dengan sopan.

"Aku Arvy."

Arvy memperhatikan Rataka dengan seksama.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Rataka menanggapinya dengan tenang, kecuali direktur yang agak gugup.

"Entahlah."

Rataka tersenyum dengan ekspresi yang tidak jelas di wajahnya. Entah penuh kebohongan atau air muka yang menyembunyikan sesuatu dengan handal. Arvy masih menatapnya dan memperhatikan ekspresi dan gesture-nya dengan intens.

Rataka dan Arvy masih saling bersalaman dengan erat. Arvy tersenyum tipis kemudian mengatakan.

"Sepertinya kita memang pernah bertemu sebelumnya."

Mereka melepaskan tangan.

"Mungkin saja. Aku sudah menemui banyak orang selama hidupku, bisa jadi kau salah satunya." Rataka tersenyum tipis.

"Sepertinya kita seumuran."

Direktur melihat interaksi keduanya.

"Arvy, apa yang membawamu kemari?" sela direktur di tengah-tengah percakapan mereka.

"Ah itu…"

"Sepertinya saya masih ada urusan, Direktur," Rataka menyela, ia berdiri. "Kalau begitu terima kasih atas waktunya. Saya permisi dulu."

"Baiklah." Direktur tersenyum.

Setelah Rataka meninggalkan ruangan, barulah direktur berbincang dengan Arvy. (cek bab 35)

Flashback selesai.

Arvy akhirnya ingat ia memang pernah bertemu Rataka sebelumnya. Sudah sangat lama sekali, sampai ia lupa, itu adalah saat Ia meminta bantuan kakeknya untuk pertama kali untuk mencari Gita.

Arvy menatap keduanya yang sangat akrab dan dekat satu sama lain.

"Teman lama ya…" Arvy tersenyum miris.

Kakeknya memang salah bicara saat itu dan tidak sengaja menyebutnya teman lama.

"sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga ini? Si cosplayer itu mengenal paman, bahkan mengenal kakek, kakek menyebutnya teman lama, di perusahaan sekuritas ia sudah memiliki pengalaman kerja lebih dari 20 tahun, dan terakhir…dia bercanda bahwa usianya ada zero zero nya di belakang…. pria ini…" Arvy meremas dokumen itu karena mengepalkan telapak tangannya tanpa sadar. Arvy seolah ingin melabrak orang itu dan menanyakan semuanya. Seolah ada ratusan pertanyaan di otaknya dan ia merasa hanya Rataka lah yang tahu jawabannya.

Arvy dengan mata tajam berjalan pelan namun dengan aura yang sangat penuh. Tangannya mengepal.dari jauh kakek mengenalinya. Rataka jua ikut menoleh.

"Oh cucuku! Kau datang mencariku?" kakek tersenyum lebar.

Namun Arvy hanya fokus pada Rataka dan tidak membalas sapaan ramah kakeknya.

Rossan merasa ada yang aneh.

"Apa ini? Dia tidak membalas sapaanku?" Direktur memiringkan kepalanya.

"Sepertinya cucumu tidak mendengarkanmu karena fokus padaku."

"Apa maksudmu?

Kakek tidak paham apa yang dikatakan Rataka, hingga Arvy berjalan mendekat dan berdiri di hadapan mereka.

kali ini Taka tidak menghindar, melainkan ia melempar senyum smirk. Arvy melihatnya dengan muak. Wajahnya memerah padam.

"Arvy, anda apa kau ke sin…" belum empat kakek menyapanya. Arvy mejanya mendekati Rataka . Lalu tiba tiba…

"Kau ini sebenarnya siapa, br*ngsek!"

Nächstes Kapitel