webnovel

Perusahaan Sekuritas

"Mengapa Dio dipindahkan?" tanyanya tanpa basa basi."Tidak ada yang ayah sembunyikan dariku kan?"

Namun ayahnya hanya diam saja.

***

Seorang pria, bawahan Direktur Rossan, memasuki ruangannya. Ia berdiri di depan meja dan menundukkan kepala dengan hormat. Ia memberikan laporan.

"Tuan Muda Arvy kemungkinan besar memiliki kekuatan yang hampir setara dengan Tuan Rataka, sekitar 2/3 menurut perkiraan saya."

"Begitu ya."

Kakek menyelidikinya sejak mengetahui bahwa cucunya yang satu itu indigo. Cucu originalnya itu diam diam mematikan.

"Kita harus segera memberitahunya tentang sekte segitiga merah. Tuan Muda Arvy memiliki kesempatan untuk menangkap Ramon. Ibu Tuan Muda, Nona Raziva, masih berada di bawah kontrol mereka. Ia tidak mungkin menolak."

"Aku akan memikirkannya. Keluarlah."

Setelah melaporkan itu, bawahan itu keluar dari ruangan Rossan..

Kakek merenung memikirkan Arvy. Ia memang mengawasi seluruh keturunannya namun dirinya tidak mau ikut campur sampai mereka sendiri yang datang dan meminta bantuan pada kakek. Rossan hanya bisa memejamkan matanya dan berusaha memikirkan situasi ke depannya.

Bukan hanya kakek, Rataka juga merenung mengenai Arvy. Ia mengingat ingat kembali saat tangannya dicekal oleh Arvy di luar persidangan saat itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Arvy pada Taka.

"Tentu saja menghadiri persidangan." Taka melepaskan tangannya dari Arvy dengan sopan.

"Ya karena itu aku tanya, kenapa kau menghadiri persidangan?"

"Ah sial! Berbicara dengan anak ini sungguh merepotkan," batin Taka.

"Kau…benar benar berusia 25 tahun?"

"Apa? Kenapa tiba tiba tanya tentang itu?" Taka heran karena pertanyaan Arvy tidak sesuai situasi.

"Aku hanya penasaran."

"Sepertinya kau terlalu banyak penasaran"

"Begitukah? Mungkin karena aku tertarik denganmu."

"HA?!" Taka membelalakkan matanya sembari menunjukkan tanda silang dengan 2 jari telunjuknya. "Maaf sekali tapi aku masih normal."

Arvy tertawa kecil.

"Kau tidak membawa pedangmu hari ini?"

"Apa kau tidak tahu ini tempat apa? Ini di gedung pengadilan!"

"Kau memakai topi hitam hari ini," curiganya, namun Arvy menahannya. "Jadi kukira kau sedang cosplay lagi. Maaf kalau aku menyinggungmu."

"Sebenarnya apa sih yang ingin kau ketahui?"

Arvy tersenyum melihat Taka mulai sebal dan jengkel.

"Apa kau benar benar berusia 25 tahun?"

"Kalau begitu, kira kira berapa usiaku menurutmu?"

"25…."

Taka menunggu kelanjutan sembari memiringkan kepala.

"Ditambah zero zero di belakang?" tebaknya seolah mengajak main game.

Degh.

Rataka tertegun. Ia ingat bahwa itu adalah kata kata miliknya yang ia katakan pada Alfa dahulu.

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Taka menanggapinya serius kali ini. Ia menyilangkan lengannya depan dada.

"Kau…kenal dengan pamanku, kan? Holan Satria."

Mereka berdua terdiam, saling menatap lama satu sama lain dengan wajah serius. Taka berusaha menjaga ekspresi dan gesturnya.

Drrffttt drrfftt

Tiba tiba ponsel di saku jaket Arvy berdering.

Fokus mereka berdua akhirnya teralihkan. Atmosfer panas itu lenyap seketika.

"Ah sial, siapa ini sih?" batin Arvy sembari memeriksa ponselnya. Itu adalah pesan teks, kepalanya menunduk dan membacanya.

"Iklan? Kenapa tiba tiba ada iklan? Sialan!"

Arvy mematikan ponselnya lalu mendongak. Taka sudah tidak ada di hadapannya. Ia telah pergi meninggalkan gedung.

"Baru kali ini aku diinterogasi oleh manusia biasa. Jantungku rasanya mau copot." Taka menuruni tangga ke bawah. "Aku jadi prihatin sama Valen, dia pasti tersiksa saat berada di tempat Arvy." Taka menghela napas lega bisa kabur darinya.

***

Arvy terus curiga pada Taka yang dia pikir mengenal Holan. Ia juga tidak mungkin bertanya langsung pada pamannya. Ternyata ia sempat melihat Holan dan Rataka melempar pandang saat di persidangan.

Arvy memutuskan untuk mencari tahu tentang Taka. Ia memeriksa kartu nama yang diberikan Taka lalu mendatangi perusahaannya dan pura pura memesan bodyguard.

Ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah gedung bertuliskan Perusahaan Sekuritas Save and Secure. Ia menatap bangunannya dan halamannya dan agak luas, begitu juga parkiran depannya. Kemudian masuk ke dalam.

Di lobi ada banyak lalu lalang pegawai yang memakai id card perusahaan. Ia masuk ke salah satu ruangan dan bertanya.

"Permisi," katanya dengan sopan.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya pegawai perempuan dengan ramah.

"Aku ingin memesan bodyguard untuk sehari. Bagaimana cara memesannya?"

"Anda pasti baru pertama kali ke sini ya?"

"Iya."

"Sebenarnya anda bisa memesannya secara daring, anda bisa mengunduh aplikasinya. Namun karena sudah berada di sini saya akan melayani anda. Anda bisa memesannya seminggu sebelum hari H. namun, jika hari H anda berubah, kami mungkin akan mengganti dengan bodyguard yang lain karena adanya ketidaksinkronan dengan jadwal. Silakan anda bisa memilih harinya."

"Saya memesannya untuk tanggal 12."

"Baiklah," pegawai itu mengetik di komputernya. "Sebutkan nama, usia dan profesi anda."

"Arvy Satria, 25 tahun, pegawai swasta."

"Bisa tunjukkan ktp anda?"

Arvy menunjukkannya, setelah diperiksa pegawai mengembalikannya."

"Jika berkenan apakah anda bisa mengatakan alasan mengapa membutuhkan penjaga?"

"Eh?" Arvy bingung menjawabnya.

"Begini, Tuan. Kadang kadang ada semacam stalker atau penguntit, para wanita biasanya memesan dengan alasan seperti itu. Kemudian para pebisnis dan pemilik UMKM yang merasa diawasi saat ia bekerja, sehingga membutuhkan penjagaan. Saya lihat di data, anda bekerja di bar. Apakah betul?"

"Iya."

"Jika anda membutuhkan penjagaan karena merasa terancam adanya seseorang akan melukai anda, saya bisa memilihkan kriteria bodyguard yang sesuai dengan kebutuhan anda. Seperti berbadan kekar, berotot dan…"

"Tidak tidak. Saya membutuhkan yang cerdas dan pintar."

"Maaf?" pegawai itu malah sekarang yang bingung, namun ia berusaha kembali profesional. "Kriteria yang anda cari bagaimana, kami akan membantu mencarikan yang cocok."

"Saya ingin yang tidak terlalu berotot, tinggi, cerdas, fashionable, tampan…" Arvy kembali mengingat ingat ciri ciri Taka. Ia melihat pegawai itu menatapnya aneh.

"Ah tenang saja," Arvy tertawa. "Saya tidak seperti itu kok. Saya normal, saya bahkan punya pacar."

"Maafkan saya Tuan, saya tidak bermaksud…"

"Tidak apa apa. Apakah ada kriteria seperti itu?"

"Sebentar saya persempit dulu filternya."

Pegawai lalu menunjukkan komputernya. Ada sebuah gambar beberapa pria di sana.

"Anu…yang umurnya masih muda, sekitar 25 tahunan. Kalau bisa yang nama depannya R."

Pegawai itu memiringkan kepalanya heran dengan permintaan customer yang aneh satu itu.

"Setelah saya cari cuma ada satu, Tuan."

Arvy melihat layar komputernya, dan terpampang foto Rataka di sana.

"Iya!" teriaknya sampai pegawai itu kaget. "Yang ini."

"Saya akan menyebutkan sedikit identitasnya agar anda tidak bingung nanti. Nama bodyguard, Rataka, usia 25 tahun, tinggi 185 sentimeter. Spesialis, deduksi dan pemecahan masalah, keamanan tingkat A, sanggup ditempatkan di tempat terpencil dan jauh dari kota."

"Keamanan tingkat A?"

"Maksudnya, bodyguard kami pandai dalam berbagai ahli seni bela diri. Ada juga tingkatan B dan C." jelasnya.

"Sudah berapa lama dia bekerja di sini?"

"Itu juga anda tanyakan?" pegawai itu kembali dibuat heran.

"Tentu saja. Berapa lama dia bekerja di sini? 5 tahun? 10 tahun?"

"Maaf, informasi itu masuk data pribadi bodyguard, kami tidak bisa mengatakannya."

"Tapi aku membutuhkannya agar bisa mengetahui kemampuannya. Bagaimana jika dia karyawan baru? Saya tidak mau dijaga oleh yang masih baru."

Pegawai itu tidak ada pilihan lain selain memeriksanya karena menyangkut kepercayaan customer. Namun setelah dicek, pegawai itu malah terkejut.

"Loh? Kok di sini tertulis pengalaman bekerja 20 tahun ya?"

Nächstes Kapitel