webnovel

Night Camp (2)

Wati tidak dapat percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya. Putranya, Dion, yang selama tiga bulan ini tidak sadarkan diri, walau hanya sekejap, dia melihat jelas kalau putranya itu membuka mata.

Berbicara dengan suara yang menyeramkan sekaligus memperlihatkan wajah pasrah dengan melirihkan permintaan tolong.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan Dion? Apa tadi itu Dion?

Bingung bercampur ketakutan kini menyelimuti pikiran wanita paruh baya tersebut. Dia duduk dengan tubuh gemetar, air mata terus ditahannya agar tidak menetes, pelukan hangat dari sang putri, Raya, terasa mengelilingi tubuhnya.

Wati memegangi tangan putrinya. Menyadari kalau Raya sepertinya dalam kondisi yang sama sepertinya. Syok dengan apa yang baru saja terjadi.

Sesuatu yang mungkin tidak bisa dijelaskan oleh ilmu medis. Sesuatu yang tidak pernah dianggap oleh Wati, sesuatu yang memiliki sentuhan mistis.

Benarkah demikian? Logika dan perasaan saling bertolak belakang di hatinya yang kalut.

Di lain pihak, Bima yang rasa sakitnya setelah menabrak dinding mulai pudar, dia mulai memberikan instruksi kepada Oki.

Bima awalnya memang tidak mau mengambil pekerjaan dari Raya. Tapi, karena dia sudah mengambilnya, Bima tidak akan menganggap enteng pekerjaannya dan tidak serius.

Malah sebaliknya, Bima selalu serius dalam menjalani setiap tugas dan pekerjaan yang didapat. Itulah sebabnya dia bisa lulus kuliah dengan cepat. Tugas yang selalu didapat akan dikerjakan dengan serius dan cepat. Dengan begitu, Bima dapat mendapatkan waktu bersantai lebih cepat.

Kali ini pun sama. Setelah melihat kalau penyebab kondisi Dion mungkin ada kaitannya dengan bumi perkemahan. Bima langsung memutuskan untuk pergi ke sana secepat mungkin.

Belum lagi, bila yang dikatakan Lani benar. Tentang sari kehidupan Dion yang terhisap, maka lebih cepat masalah diatasi akan jauh lebih baik.

Setelah mendapatkan instruksi dari Bima. Oki segera pergi usai menitipkan rekaman kepada Bima.

Setelah itu, Bima menghampiri Wati dan Raya yang tampak syok dengan kejadian tadi. Well, siapa yang tidak? Bahkan Bima sendiri kaget karena dirinya bisa terlempar hanya dengan tatapan mata.

Apapun yang dihadapinya saat ini, jujur Bima sendiri agak cemas. Tetapi, apakah sosok itu lebih menyeramkan dari Winda? Untuk saat ini, Bima tidak merasakannya. Oleh karenanya, dia masih bisa tenang dalam menghadapi situasi yang ada.

Bima menjelaskan sebisa mungkin tentang apa yang baru saja terjadi kepada Wati dan Raya. Mengatakan kepada keduanya kalau penyebab dari kondisi Dion memang ada sangkut pautnya dengan hal mistis.

"Saat ini, sari kehidupan Dion semakin lama semakin berkurang. Kalau dibiarkan, dia tidak akan bertahan lama."

"Sari kehidupan itu apa?" Tanya Raya.

Wati di samping perempuan itu menatap Bima dengan mata yang bergetar. Wajahnya pucat mendengarkan penjelasan Bima. Rasa percaya dan tidak percaya masih berkecamuk dalam dirinya.

Apa benar semua ini karena hal supernatural? Wati kebingungan.

"Hmm, bagaimana menjelaskannya? Ini terlalu abstrak. Anggap saja sari kehidupan itu seperti nyawa."

"A-apa kamu yakin soal ini?"

Kali ini, Wati yang bertanya dengan suara yang gemetar. Meskipun raut dari wanita paruh baya tersebut tampak kusut, namun kedua mata itu serius menatap Bima. Seolah-olah wanita itu ingin benar-benar diyakinkan akan diagnosis yang diutarakan Bima.

Bima mengernyit. Melihat dan percaya. Hanya ketika melihat dengan kedua mata sendiri maka dia akan percaya. Apalagi bila berkaitan dengan hal yang tak masuk akal.

Bima menghembuskan napas panjang lalu tersenyum tipis. Dia melepaskan kacamatanya, menyerahkannya ke depan Wati.

"Bagaimana bila Ibu melihat sendiri dengan kacamata ini?"

Wati maupun Raya semerta bingung. Keduanya melihat kacamata bulat yang disodorkan Bima.

Lelaki itu hanya tersenyum, meminta Wati untuk mengenakan kacamatanya. Wati awalnya ragu, tapi melihat sikap Bima, dia menyadari kalau lelaki itu tidak akan mundur. Oleh karenanya, meski sedikit cemas, Wati ambil kacamata itu lalu memakainya.

Bima seraya menunjuk ke tempat Dion berada. Menyuruh Wati untuk melihat anaknya sekarang.

"!! A-a-apa ini?!"

Wati sontak kaget ketika melihat asap hitam bergumul keluar dari tubuh putranya. Apa itu efek kacamata? Ilusi semata?

Kepalanya masih tidak mau percaya dengan yang dilihatnya. Hingga pada akhirnya, Bima menyuruh Wati untuk melihat ke sesuatu yang ada di belakang Bima.

Wati pun terperanjat. Melihat satu sosok perempuan bergaun putih dengan kulit pucat kotor penuh luka dengan wajah yang tertutup oleh rambut panjang acak-acakan.

Tanpa diberitahu pun Wati langsung tahu sosok apa yang dilihatnya tersebut. Wati seketika mematung karena saking syoknya. Lama kelamaan, pandangannya mulai kabur dan kesadarannya pun seraya menghilang.

Hal terakhir yang dia dengar adalah suara panggilan dari putrinya sebelum semuanya berubah gelap. Wanita paruh baya itu... pingsan.

"Sepertinya dia terkejut sekali."

Gumam Bima yang membantu Raya memindahkan tubuh Wati ke atas sofa. Lani yang ada di belakangnya semerta berwajah kusut.

Reaksi dari Wati adalah sesuatu yang normal. Yang tidak normal adalah reaksi Bima, pertama kali melihat hantu, yang laki-laki itu lakukan adalah menamparnya!

Raya tampak panik dengan yang terjadi kepada ibunya. Dia bertanya kepada Bima tentang apa yang terjadi.

Daripada pusing menjelaskan. Bima menyuruh Raya untuk meliha sendiri dengan kacamata bulatnya.

Sama seperti Wati, Raya pun tertegun melihat asap hitam yang keluar dari tubuh Dion. Dia juga berubah panik ketika melihat sosok Lani yang mendampingi Bima. Namun untungnya tidak sampai pingsan. Atau lebih tepatnya Bima tidak membiarkan perempuan satu itu untuk pingsan.

Akan menjadi canggung bila dia berada dalam ruangan pasien di mana dua keluarga pasien yang seharusnya berjaga malah tidak sadarkan diri. Apa yang harus dia katakan ke perawat yang akan datang nanti?

Bima berusaha menenangkan Raya, sekaligus menjelaskan tentang asap hitam yang keluar dari tubuh adiknya itu.

"Sesuatu sedang menghisap nyawa adikmu saat ini. Menurut Lani yang kau lihat tadi, dalam waktu kurang dari dua minggu. Nyawa adikmu mungkin tidak bisa diselamatkan lagi. Tapi, kau tak perlu sepenuhnya percaya. Karena mau itu aku ataupun Lani bukan ahli dalam hal ini.

"Bahkan kalaupun nanti aku berhasil menyelesaikan masalah dengan sesuatu yang menyebabkan kondisi adikmu ini. Tidak ada salahnya kau tetap harus meminta nasihat medis, karena siapa yang tahu kalau tidak ada yang salah dengan tubuh adikmu itu."

Tutur Bima kepada Raya, yang kedua pandangannya tidak lepas dari tubuh adiknya, Dion.

"Kak Bima dan Kak Oki bakal ke sana sekarang?"

"Hm. Secepatnya."

"Bolehkan saya ikut?"

Bima terdiam sebentar. Dia melirik ke Wati yang masih tidak sadarkan diri.

"Mungkin lebih baik kau menemani ibumu. Yang dilihatnya tadi sepertinya benar-benar mengguncang dirinya."

"...Saya akan ikut. Saya bakal membujuk Mama, dan dia bakal mengerti. Apapun yang membuat Dion seperti ini... saya ingin melihatnya sendiri!"

"...Kalau begitu, terserah padamu. Tapi, aku tidak akan membawamu kalau ibumu tidak mengizinkan."

Raya mengangguk, "Hm, saya mengerti, Kak."

Nächstes Kapitel