webnovel

Chapter 22 Lead The Way

"Sepertinya tak ada siapa-siapa di sini," kata Tuan Rudi, namun Roland menghentikan langkahnya dan melihat ada sesuatu di dalam sebuah kamar mandi. Karena penasaran, ia membukanya dan rupanya itu adalah zombie yang memakan perut manusia.

Zombie tersebut menoleh dan menyerang Roland. Karena tak siap, Roland terserang hingga jatuh. Ia mencoba menahan zombie itu yang menindih tubuhnya, Tuan Rudi yang tahu itu segera menolong dengan menusuk kepala zombie tersebut dengan besi tajam yang ia dapatkan. Zombie itu terkaku dan mati. Roland bisa berdiri lagi dengan nafas terengah-engah. Sementara itu, Nian mencuci tangannya di air mancur dalam pusat perbelanjaan ditemani Imea yang di sampingnya.

--

"Aku benar-benar tak bisa percaya akan ini," kata Anna yang berdiri di belakang Nona Bertha. Namun secara tak terduga, satu zombie muncul menyerang Nona Bertha. Untungnya, Nona Bertha tak terjatuh, ia menahan zombie itu dengan tangannya.

Dengan cepat, Anna memukul zombie itu dengan papan kayu, membuat zombie itu terjatuh namun bangkit lagi.

"Mati kau," dengan berani, Anna menusuk zombie itu hingga mati. Mereka bisa menghela napas lega.

"Sepertinya di sini berbahaya," kata Imea. Lalu Roland datang menjemput mereka. "Tuan Rudi menemukan counter aman untuk kita, sebaiknya segera kesan....a.." Roland menjadi terdiam di akhir kalimat saat melihat mayat zombie di antara mereka. Ia melihat tangan mereka dan hanya tangan Anna yang berlumur darah.

"Mas Roland... Anna benar-benar hebat bukan?" Imea mendekat.

"Ah... Iya, kau hebat. (Sebagai seorang perawat, pastinya sudah sangat biasa dengan darah,)" Roland menambah.

"Terima kasih," Anna menjadi tersinggung malu.

Lalu mereka menuju ke counter yang dimaksud.

"Di sini akan aman. Kalian harus beristirahat terlebih dahulu," kata Tuan Rudi.

"Aku harus mandi," Anna menatap.

"Aku juga," Imea menambah.

"Aku baru saja membersihkan mayat di kamar mandi dekat sini. Kalian bisa mandi dan mengambil baju," Roland membalas.

"Kalau begitu akan aman, Nian mari mandi bersama," Imea menatap lalu Nian mengangguk, kemudian mereka bertiga pergi.

"Sayang..." Bertha mendekat ke Tuan Rudi dan membisikan sesuatu.

"Baiklah... Anak muda, aku harus mengobrol dengan istriku dulu," Tuan Rudi menatap lalu Roland mengangguk. Setelah mereka pergi, ia berjalan ke sebuah pusat rekaman CCTV yang hampir mati. "(... Rekaman?? Aku bisa melihat rekamannya bukan?)" ia tersenyum kecil dan mengutak-atik komputer CCTV itu.

--

"Aku tak mau bilang ini padamu tapi aku...." Bertha menunjukkan lengannya yang rupanya sedikit tergigit zombie. Dia tergigit saat diserang zombie tadi. Seketika Tuan Rudi terpukul dan terkaku. Ia terdiam mencoba tenang sementara Bertha menjadi khawatir dan menangis diam.

"Aku tak mau kau mati ditembak oleh mereka," tatap Tuan Rudi.

"Tapi ini akan bahaya bagi kalian... Aku tak bisa diselamatkan," Bertha menyela.

Lalu Tuan Rudi terdiam sebentar dan berpikir. Ia lalu mengatakan sesuatu, "Biarkan ini menjadi rahasia, bayi yang ada dalam kandunganmu harus dikeluarkan atau akan sia-sia nantinya."

"Tapi aku tidak akan bertahan lama."

"Aku tak akan membiarkanmu pergi... Aku tidak bisa," Tuan Rudi memeluk istrinya dengan sedih.

--

"Huah... Rasanya segar... Mandi setelah capek lima hari memang segar banget... (Untung air di dunia ini masih mengalir bersih,)" Anna meregangkan tubuhnya setelah mandi.

"Kakak..." Nian menghampiri Roland di meja pengawas.

"Hai Nian... Bagaimana? Apakah kau merasa segar?" Roland menatap.

"Ya... Sangat segar... Kakak juga harus mandi ayo aku tunjukkan kamar mandi terbaiknya," Nian menarik tangan Roland.

"Ah... Baik-baik."

"Apa yang sedang kau lakukan?" Tuan Rudi mendekat ke komputer pengawasan.

"Aku baru saja memperbaiki beberapa kamera di komputer itu, mungkin anda bisa melihatnya," Roland membalas sambil berjalan pergi ditarik Nian untuk mandi.

Pak Rudi melihat komputer itu dan terkejut karena komputer itu menyala dengan sangat baik. "(Dia benar-benar seorang ahli komputer juga.)"

Sementara itu, Bertha mendekati Anna yang sedang mengobrol dengan Imea. "Anna, bisa kita bicara?"

Anna dan Imea saling memandang hingga Anna berdiri dan mengikuti Bertha. Mereka ada di ruangan berdua. "Apa yang mau dibicarakan?" Anna menatap.

"Apa kau seorang dokter?"

"Aku hanya perawat namun pengetahuanku luas soal kesehatan."

"Kalau begitu apa kau bisa membantu orang bersalin?"

"I... Iya, aku bisa, mungkin hanya sedikit karena aku dulu hanya membantu dokter," kata Anna. Lalu Bertha memegang kedua tangan Anna. "Tolong, selamatkan bayiku saja," ia menatap sambil berekspresi gemetar dan ketakutan. Anna seketika langsung terkejut.

--

"Anak muda, kemarilah," Tuan Rudi memanggil Roland yang berjalan mendekat bersama Nian.

"Aku menemukan data kamera yang sudah merekam kejadian sehari yang lalu," Tuan Rudi menunjukkan rekaman di komputer. Roland melihat di kamera CCTV nomor 4, tepatnya di depan pintu pusat perbelanjaan. Sehari sebelumnya ada mobil medis disertai bus militer datang dan membawa masuk semua orang yang keluar dari pusat perbelanjaan itu.

"... Itu berarti, sehari sebelumnya memang ada orang-orang yang berlindung di sini," kata Roland.

"Kau bisa melacak di mana bus itu pergi sekarang?"

"(Bus itu milik militer namun kenapa ada mobil medis?)" Roland terdiam berpikir.

"Ngomong-ngomong, aku masih ragu denganmu... Kenapa kau bisa memperbaiki motor, mobil dan kau menyebut dirimu dokter tingkat rendah, kenapa kau bisa memiliki kemampuan sebanyak itu... Kau dari militer kan?"

"Yah... Jika aku tidak memiliki kemampuan sebanyak itu, untuk apa aku menjadi pemimpin dalam organisasi militer. Menurutku memperjuangkan sesuatu seperti menjadi pemimpin itu sangatlah susah. Aku sudah meninggalkan jiwa pemimpinku karena aku tak tahu harus membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi semua orang. Aku hanya akan terbuka untuk setiap pendapat orang lain... Bukan hanya pendapat diriku sendiri...

(Line lah yang membuatku seperti ini... Semenjak dia keluar dari militer begitu saja... Aku mengerti bahwa dia bukan orang yang salah untuk semua kehidupan... Dia hanya ingin menjadi yang terdepan untuk melindungi semua orang.)"

"Ku akui kau cukup hebat," tatap Tuan Rudi.

Malam hari membuat mereka beristirahat. Namun Tuan Rudi terus memandangi komputer karena dia ingin tahu lebih banyak soal semua rekaman. Ia juga melihat rekaman di mana semua kiamat ini terjadi di pusat perbelanjaan.

Di sisi lain, Bertha yang terbangun merasakan sakit pada perutnya. "Ah... (Apa yang terjadi?)" ia mencoba bangun namun tak bisa, kebetulan di sampingnya ada Anna yang sigap terbangun membantu Bertha. "Apa yang terjadi, apa kau akan melahirkan?"

"Aku tidak tahu... Ini sangat sakit," Bertha terus kesakitan.

"Sepertinya memang benar kau akan melahirkan... Tunggu... Aku harus menyiapkan agar kau tidak kesakitan."

"Tidak... Jangan, cepatlah...." Bertha menahan lengan Anna.

"Aku mohon... Kau sudah tahu aku tergigit... Hidupku sudah di sini... Selamatkan saja bayinya...." tatapnya dengan lemas dan kesakitan.

Anna terdiam khawatir hingga akhirnya ia mengangguk serius. "Aku akan membantumu."

Sebelumnya, Imea terdiam di depan pintu ruangan, di dalam ada Roland menata selimut untuk mereka tidur.

"Baiklah... Ini dia... Cukup untuk kalian," tatap Roland.

"Lalu Mas Roland mau tidur di mana?" Imea menatap khawatir.

"Jangan khawatir, aku bisa tidur di mana saja. Lebih baik kau segera tidur," Roland menunjuk selimut tadi. Tapi mereka terdiam karena Nian sudah tidur menempati tempat tidur itu, sehingga tak ada ruang untuk Imea, karena Nian tidur seperti menghabiskan tempat.

"Hehe... Astaga dia benar-benar lucu," Imea tersenyum sendiri.

"Haiz... Sekarang tak ada selimut lagi... Apa yang harus kita lakukan? Aku bisa tidur di lantai tapi kau tidak bisa, Imea... Nanti kau kedinginan," tatap Roland dengan khawatir.

Tapi tiba-tiba, kedua tangan Imea memegang kerah Roland untuk mendekat membuat Roland terdiam.

"Mas Roland... Apa kau menyukaiku?" Imea menatap dengan sedikit wajah merah malu.

Roland semakin terdiam tak percaya. "E... Gimana yah... Dari awal sih aku udah suka bodimu... Tapi aku nggak tahu hati milikmu suka atau tidak."

"Kalau begitu aku ingin tidur di pangkuanmu," tatap Imea. Seketika, Imea mendorong Roland hingga Roland jatuh duduk bersandar di tembok.

"Imea... Kau yakin...?" Roland menatap ragu.

"Aku hanya ingin seperti ini," Imea duduk di pangkuan Roland sambil menatap Roland, ia mendekat. Roland terdiam menatap Imea yang semakin dekat.

"Hiz... Kau," Roland malah mendorong Imea membuat Imea terdiam bingung.

"Kenapa kau menjadi kucing nakal..." tatap Roland, seketika ia kembali menarik Imea dan mencium bibir. Imea yang terdiam menjadi tak percaya.

Tak beberapa lama kemudian, Roland terduduk di samping Imea dan Nian yang tertidur. Ia melihat ke arah lain dan tak lama menyangga kepalanya menatap Imea yang tertidur sangat pulas.

"(Aku tak tahu gadis ini akan jadi apa nantinya, jika dia menjadi kuat, aku pasti akan terngangah padanya... Tapi sepertinya mustahil,)" ia menjadi tersenyum kecil.

Tiba-tiba terdengar suara teriak Bertha. "Akh..."

"Apa yang terjadi?" Imea dan Nian terbangun.

Ketika mendengar suara itu, Imea bisa merasakan bahwa Roland mengencangkan pelukannya, mungkin yang artinya dia terkejut sekaligus tak mau Imea bahaya.

"(Apa suara tadi...) Kalian di sini dulu," kata Roland dengan serius. Ia beranjak pergi keluar ruangan itu.

Semuanya terkejut termasuk Tuan Rudi yang beranjak dan pergi ke sumber suara. Ia berpapasan dengan Roland yang juga ikut mencari. "Apa yang terjadi?"

"Suaranya dari sini," kata Tuan Rudi yang mengambil papan kayu membuka pintu. Setelah pintu terbuka, terlihat Anna berlumuran darah dan membawa bayi yang menangis. Ia sendiri melihat mereka berdua.

"(Apa yang...)" Roland terkejut melihat Bertha yang terbaring tak bernyawa. Tuan Rudi yang melihat itu menjadi terpukul dan menangis sedih.

"Hua... Hua..." Bayi itu menangis keras.

"Apa dia terinfeksi?" Roland menatap.

"Tidak, ini benar-benar keajaiban karena Nona Bertha menyumbat peredaran darah di tangannya yang tergigit agar tak mengenai darah bayi ini. Dia sudah dari awal ingin lebih menyelamatkan bayinya," Anna membalas. Namun mereka berdua terdiam melihat Tuan Rudi yang juga terdiam memandangi mayat istrinya.

Nächstes Kapitel