"Saya hanya menjawab iya-iya saja Tuan, karena saya ingin mengingatkan. Anda harus segera berburu, karena Aksvar dan Vesko pasti sedang kelaparan menunggu Anda!" balas Xevanus tersenyum smirk dari dalam alam bawah sadar.
Netra merah muda Qelia membola mendengar hal itu. "Ah! Iya aku lupa!" teriaknya mengacak rambut, lalu segera berlari menjauh dari tebing lingkaran sihir. Entah Qelia sadar atau tidak, tebing yang dia tinggalkan tadi kembali berkamuflase menjadi tebing biasa, tanpa memperlihatkan sedikitpun lingkaran sihirnya.
Melihat posisi matahari yang menjadi semakin tinggi. Mau tak mau, Qelia kembali menyusuri hutan dengan cepat. Di saat dia berusaha mencari buruan, Qelia menemukan beberapa ekor kawanan kelinci yang terpisah dari kelompoknya. Al hasil, tak perlu waktu yang lama untuk membuat kelinci-kelinci lincah itu berada di dalam genggamannya.
Xevanus yang berada di alam bawah sadar milik Qelia menggelengkan kepalanya sambil mendengus pelan tak habis pikir. Majikannya ini telah menangkap empat ekor kelinci semudah itu. "Sepertinya jiwa Anda sangat cocok dengan tubuh itu," gumamnya pelan.
Berbeda dengan Qelia, saat ini dia cukup senang karena sedang menggenggam empat ekor kelinci gemuk nan lincah, dia pun menyusuri hutan untuk kembali ke gubuk tadi.
***
Tok-tok-tok! Qelia mengetuk pintu gubuk, kemudian mengintip melalui celah lubang untuk melihat keadaan di dalam sana. Keningnya mengernyit, ketika netra merah muda itu tak mendapat keberadaan dua bocah yang menjadi anak kandung dalam sekejab.
"Ke mana mereka?" gumamnya mengeratkan pegangan pada telinga kelinci.
"Mereka berada di belakang gubuk, untuk membuat sebuah api di dalam tungku," jawab Xevanus tiba-tiba menggema di kepala Qelia. Sontak saja si majikan perempuan berjiwa kakek-kakek itu langsung berjalan ke belakang gubuk.
Di saat dia tiba, rasa panik itu digantikan tawa yang tercekat untuk tidak keluar. Kala melihat kedua bocah tampannya sedang berusaha keras meniup tungku, tapi yang keluar bukanlah api, melainkan abu yang tersisa bekas pembakaran sebelumnya.
Tak bisa lagi menahan tawanya lagi, akhirnya suara itu pecah. Membuat keduanya mengalihkan perhatian menatap sang mama berkaca-kaca. "Kenapa kalian bisa seperti ini?" tanya Qelia sambil terpingkal-pingkal dan mendekat, tanpa melepaskan kelinci dalam genggamannya.
Kedua sudut bibir mereka mulai tertarik ke bawah, dan bergetar. Seakan selanjutnya siap untuk mengeluarkan suara tangisan yang sangat besar. "Tuan, mereka ingin menangis, cobalah bujuk mereka!" saran Xevanus melihat Qelia kebingungan harus bagaimana.
'Dengan cara apa aku bisa menghibur merekaa?' batin Qelia berpikir keras.
Kemudian dia teringat, kalau sedang menggenggam empat ekor kelinci. "Eitss! Jangan nangis dulu, Mama bawa empat kelinci untuk kalian!" bujuk Qelia menunjukkan empat kelinci yang ia tangkap pada keduanya.
Seketika, mata berkaca-kaca dan raut wajah ingin menangis itu menghilang, digantikan senyuman bahagia yang begitu menggemaskan di mata Qelia. "Mama bawa kelinci?" tanya Aksvar mendongkak, Qelia mengangguk sebagai jawaban iya.
"Untuk dimakan?" tanya Vesko memastikan, lagi-lagi Qelia mengangguk sebagai jawaban. Tangis keduanya langsung pecah. "Mama jahat, bisanya kelinci imut dimakaan!" keluh Vesko terisak.
Di saat sang majikan sedang kebingungan, Xevanus hanya duduk terdiam menikmati apa yang terjadi di layarnya, seperti orang yang menonton televisi dengan santai, dan menikmati drama keluarga. "Anak kecil itu sensitif Tuan, mereka terkesan suka sekali memberikan rasa iba pada hal-hal kecil!" seru Xevanus tersenyum.
Xevanus memunculkan sebuah kasur mewah dari kekuatannya, dan rebahan, dengan posisi menyamping sambil menyangga bagian kepala. Qelia terdiam tak tahu harus bagaimana berlaku dengan kedua bocah yang begitu sensitif di hadapannya ini.
Entah berapa lama waktu yang Qelia perlukan untuk membuat keduanya tenang. Akhirnya, dua ekor kelinci dijadikan sup. Sementara dua ekornya lagi disimpan dalam kandang untuk jadi peliharaan. Ya, kandang dadakan yang dibuat secara tiba-tiba dengan perlengkapan seadanya.
"Tuan, setelah Anda makan. Anda harus menjalani porsi pelatihan fisik level berat!" Qelia berhenti untuk menyendokkan sup kelinci itu ke dalam mulutnya. Dia mengangguk perlahan, sebagai tanda setuju akan perintah dari Xevanus. Sebelumnya sudah dijelaskan, untuk bisa menguasai tenaga dalam. Qelia harus bisa memperkuat tubuhnya dalam waktu satu bulan.
Latihan fisik level berat ini juga akan membantu membuat jiwa dan tubuh yang berbeda, mau umur, hingga gender dan cara pikir ini menyatu secara sempurna, dengan begini, latihan untuk menguasai tenaga dalam akan jauh lebih mudah, dan meminimalisir cedera parah.
Di sisi lain, ketika Qelia mengangguk. Aksvar dan Vesko menangkap pergerakan itu dengan netra hitam legam, senada dengan warna rambut mereka. Keduanya saling bertatapan dan mengangkat alis, seperti isyarat bertanya, apa yang terjadi pada mama mereka saat ini.
"Kepala Mama mungkin terbentur keras betul pas tidur kali," bisik Aksvar, sesekali mencuri pandang ke arah sang mama. Mendengr penjelasan dari saudara kembar yang lebih tuanya, Vesko mengangguk dan membentuk bibirnya seperti huruf O bulat.
"Tapi gimana caranya Mama kebentur keras coba? Kan Mama lagi tidur?" bisik Vesko bertanya. Aksvar mengangkat kedua bahunya bersamaan, sebagai jawaban tidak tahu atas pertanyaan saudara kembar yang lebih muda darinya.
Mencebikkan bibir kesal, Qelia menghentikan percakapannya dengan Xevanus melalui batin, kemudian melirik si Vesko yang terlihat kesal. Alisnya sebelah terangkat penuh tanda tanya.
"Kenapa Vesko gitukan bibirnya, Sayang?" tanya Qelia lembut.
"Itu Ma, tadi, katanya Bang Aksvar, kepala Mama terbentur san ... mmph!" tiba-tiba, Aksvar membekap mulut sang adik yang sedang keceplosan. Di dalam hatinya, terbesit rasa menyesal telah membagi pemikiran rahasia pada adik yang suka sekali ceplas-ceplos.
"Jangan kasih tau Mama!" bisik Aksvar melukis raut wajah kesal di titik buta yang sama sekali tidak bisa dilihat Qelia. Vesko terdiam, Aksvar langsung melepaskan tangannya.
"Aku tadi keceplosan," balas Vesko berbisik, ekspresi wajahnya terlihat seperti menyesal. Kembaran yang lebih tua darinya itu menghela napas pasrah, kalau melihat wajah memelas sang adik sudah hilang amarahnya.
"Apa yang kalian rahasiakan dari Mama?" tanya Qelia yang tiba-tiba muncul di antara keduanya, ketika kedua bocah itu sibuk untuk berbisik satu sama lain, dan menampilkan beragam ekspresi lucu nan menggemaskan bagi Qelia. Rasa penasaran ada pada dirinya, tapi tidak sebesar rasa menjahili sang anak.
Aksvar dan Vesko tersentak, mereka mati kutu di tempat, menoleh ke arah sang mama dengan bibir terkatup rapat tak ingin membuka rahasia. Dalam versi penglihatan Qelia, mereka berdua terlihat seperti chibi dengan mulut X dan kedua mata terbelalak, sambil bercucuran keringat dingin.
'Lucunyaa!' batin Qelia melupakan siapa dia sebenarnya. Matanya sudah menyipit penuh kekaguman, dengan tangan yang mulai terulur untuk mencubit keduanya. Namun, tiba-tiba ia sadar kalau identitasnya adalah seorang pria tua yang dewasa dan berpikiran matang.
Apa jadinya jika orang melihat dirinya sebagai sosok kakek tua yang suka mencubiti pipi anak-anak? Itu pasti akan dilaporkan sebagai pelecehan pipi jika keduanya merasa tidak nyaman.
'Menjadi dewasa itu menyulitkan, bukannya bebas malah semakin tertekan dengan banyaknya aturan yang harus dipahami,' batin Qelia menangis dalam hati, tak bisa mencubit pipi keduanya.
"Tuan! Saatnya berlatih!" sela Xevanus mengingatkan.