webnovel

Pembalasan Malam Itu

Suasana meja makan tampak tenang setelah Vivaldi memarahi anak-anak dari selir Rose. Mata Arabella melirik para saudara tirinya yang bersikap sama seperti di masa lalu. Dirumah ini, hanya Rose si selir pertama yang memiliki anak karena ia meracuni selir lainnya agar tidak bisa hamil hingga hanya anak-anaknya yang akan menjadi pewaris utama gelar Marquess di masa depan dan hal tentang itu baru terbongkar beberapa tahun dari sekarang.

Anak pertama Rose adalah Riana Falzen merupakan anak kesayangan Vivaldi sehingga mendapatkan nama keluarga Falzen meski bukan anak kandung karena kecantikannya, berumur 19 tahun dan dia adalah putri kesayangan Rose juga. Anak kedua, bernama Welia Falzen yang seumuran dengan Arabella yakni 17 tahun dan anak ketiga Yolanda Falzen yang baru saja menginjak umur 16 tahun.

Lalu, ada selir kedua bernama Orchidia Brown putri dari Count Brown dan selir ketiga yang berasal dari kalangan rakyat biasa bernama Vivian. Arabella ingat dengan jelas, selir kedua adalah orang berhati baik yang membantunya diam-diam di masa lalu ketika Arabella berulang kali di kurung ataupun di biarkan kelaparan. Kali ini, Arabella memutuskan akan bekerja sama dengan Orchidia.

Makan malam telah selesai dan mereka sedang menyantap dessert.

" Kakak, rambutmu yang berwarna emas itu sungguh sangat aneh. Aku tidak pernah bertemu dengan orang berambut seperti itu selama ini " lontar Welia.

" Rambut berwarna emas memang sangat jarang di kekaisaran ini, sejauh ini di Kekaisaran kita yang memiliki total lima kerajaan hanya Arabella dan Yang Mulia Arthur Liam Fayenka dari Kekaisaran Suci saja yang memilikinya " sahut Vivaldi.

' Di masa lalu, karena pujian dari Ayah terhadap rambutku ini pada malam harinya adik ketiga dan keempat menumpahkan seember lem dengan sengaja ketika aku tidur hingga aku harus memotong pendek rambut emasku' batin Arabella mengingat. Di rumah ini, jika sesuai urutan Arabella disebut sebagai Nona kedua karena Riana jauh lebih tua dari dirinya.

" Bukankah itu aneh, Tuan? Keluarga Anda maupun Arina tidak ada yang berambut emas " celetuk Rose yang lagi-lagi sudah pernah ia ucapkan di masa lalu.

' Ini hanya mengulang kembali, tapi sayangnya aku sudah menemukan alasan yang tepat untuk membantahmu, Rose. '

" Maafkan aku, Selir Rose. Tapi bukankah sebelumnya sudah aku ingatkan bahwa Selir Rose tidak boleh memanggil nama ibuku begitu saja?" tegur Arabella. Di kediaman ini ia akan berbicara tidak formal pada Rose dan anak-anaknya sesuai suruhan Vivaldi tadi, sekaligus menambah kekesalan Rose tentu saja.

" Benar itu, Rose. Kamu tidak boleh memanggil nama Arina begitu saja karena dia adalah Marchioness Falzen yang resmi " imbuh Vivaldi setuju.

Wajah Rose langsung terlihat bengis, seolah ingin membunuh Arabella saat itu juga.

" Dan soal rambutku, mungkin karena aku lahir di tanggal dan bulan yang sama dengan Yang Mulia Arthur, dan setauku hari itu dikatakan sangat terberkati oleh Dewi Fitikhe " lanjut Arabella dengan senyum tenang. Dewi Fitikhe adalah dewi yang sangat dipuja karena di anggap memberkati dan melindungi kekaisaran mereka.

" Benar juga, Arabella lahir persis di waktu yang sama hanya berbeda tahun saja dengan Yang Mulia Arthur " timpal Orchidia, selir kedua. Arabella menatapnya dengan senyuman terima kasih.

" Hm.. kalau begitu saya pamit dulu Ayah. Maaf karena saya sedikit lelah dan ingin istirahat lebih awal " ujar Arabella.

" Baiklah, putriku. " Vivaldi merasa senang karena pewaris satu-satunya keluarga Falzen malah berbicara sopan dan formal padanya sehingga menambah khawarisma dirinya. Ia perhatikan, sejak tadi Arabella menggunakan kata aku pada orang lain dan saya saat berbicara dengan Vivaldi.

' Sungguh putri bangsawan sejati yang sangat tau aturan ' pikir Vivaldi senang.

Arabella diantar oleh seorang pelayan menuju kamar yang tidak begitu besar, bahkan terkesan sederhana dengan lemari, meja rias, dan perabot seadanya. Padahal, harusnya sebagai penerus resmi satu-satunya gelar Marchioness Falzen, Arabella berhak mendapatkan kamar terbesar yang dulu ditempati oleh Arina. Namun sayangnya kamar itu sudah dikuasai oleh Riana putri pertama Selir Rose.

Setelah pintu kamar ditutup, Arabella membaringkan tubuhnya dan menghela nafas lelah. Baru beberapa jam tiba di sini saja sudah banyak serangan yang diberikan padanya.

' Memuakkan ' batin Arabella.

Namun bibirnya tertarik membentuk senyuman sumringah, semuanya berjalan sesuai seperti di masa lalu. Dan, Arabella yakin malam ini pun akan begitu.

' Rasanya tidak sabar menunggu dua putri manja itu menyelinap ke kamarku malam ini ' batin Arabella.

Sejak ia terbangun kembali di umur 5 tahun, Arabella mencatat semua kejadian yang ia ingat dan setiap hari menghafalnya. Dan selalu menuliskan semua ingatannya dengan detail. Sanking siapnya Arabella, ia bahkan tau dan hafal hampir seluruh kejadian selama 4 tahun hidupnya sejak datang di rumah ini hingga saat ia mati. Arabella tidak peduli jika orang lain menganggapnya kejam, gila, atau terlalu terobsesi memperbaiki masa lalu. Arabella hanya tidak ingin hidupnya berakhir tragis dan hidup penuh siksaan sepanjang waktu.

' Aku melakukan semua ini karena kalian. Aku menjadi iblis dalam tubuh manusia karena kalian, terutama kamu, Selir Rose ' lirih Arabella dalam hati.

Beberapa jam kemudian,

Lonceng menara jam raksasa di alun-alun yang tak jauh dari kediaman Falzen berdentang sebanyak 12 kali, pertanda saat ini sudah jam 12 malam.

' Ah.. beberapa menit lagi. '

Arabella menarik selimut dan menutupi dirinya hingga hanya tersisa kepala, ia akan berpura-pura tidur untuk mengelabui adik-adik tirinya. Arabella menajamkan pendengarannya pada maalm yang sunyi ini, dan akhirnya setelah beberapa menit terdengar suara langkah kaki.

' Masuklah, adik-adikku. Biar ku beritahu pada kalian bagaimana rasanya mandi lem saat tengah malam seperti yang kalian lakukan padaku di masa lalu ' kekeh Arabella dalam hati.

CEKLEK, suara pintu kamar Arabella yang terbuka secara perlahan membuat Arabella semakin berdebar.

" Kak, apakah tidak apa-apa kita melakukan ini?" tanya seorang gadis yang Arabella yakini Yolanda, si bungsu.

" Tentu saja tidak apa-apa, kamu takut apa? Bukankah kita semua kesal melihat kesombongannya saat memamerkan rambut emasnya di meja makan tadi? " gerutu Welia.

" I-iya, aku juga kesal. Tapi bagaimana jika Ayah tau ini adalah perbuatan kita? Sepertinya Ayah cukup menyayanginya, Kak. Bagaimana jika dia mengadu pada Ayah? " balas Yolanda takut-takut.

" Bodoh, mana mungkin Ayah menyayanginya. Ayah itu paling menyayangi kita. Dia dipedulikan hanya karena dia adalah putri sah kediaman ini, jadi Ayah berniat mengambil hatinya agar dia tidak kepikiran untuk meminta kembali gelar Falzen, dan lagi mana mungkin Ayah percaya omongannya karena kita akan langsung melarikan diri setelah menyiramkan lem ini pada tubuh murahannya " terang Welia dengan nada pelan, takut membangunkan Arabella.

" Oh, baiklah. Kalau begitu, ayo siramkan padanya Kak " ajak Yolanda.

" Kamu tarik selimutnya, agar seluruh tubuhnya juga kita siram " perintah Welia.

Yolanda pun menuruti omongan sang Kakak dan menarik selimut Arabella secara perlahan, dan Welia bersiap-siap menyiramkan seember lem di tangannya pada Arabella.

" Sudah, saatnya kita beraksi " kikik Welia dengan girang.

" Satu.. dua.. "

" Tiga!"

" KYAAA! Kakak, apa yang kamu lakukan padaku?" pekik Yolanda dengan nada tinggi.

Ember lem yang Welia siramkan bukannya tumpah ke Arabella, malah membelok ke Yolanda.

Arabella berpura-pura terkejut dan terbangun, " ADIK KEEMPAT, APA YANG TERJADI PADAMU?" jerit Arabella. Ia bersandiwara dengan pura-pura khawatir pada Yolanda. Padahal ember lem itu ia dorong dengan tangannya sehingga Yolanda yang tersiram.

' Pencegahan berhasil, sekarang tinggal saatnya bagiku untuk memanfaatkan kejadian ini untuk meminta bertukar kamar ' batin Arabella.

Pekikan Yolanda dan jeritan Arabella berhasil memancing para pelayan dan beberapa kesatria yang sedang berjaga di malam hari, mereka juga langsung membangunkan Vivaldi, Selir Rose, dan semua orang di kediaman Falzen agar menindaklanjuti kejadian di kamar Arabella.

" APA YANG KALIAN LAKUKAN SAAT TENGAH MALAM, HAH?!" bentak Vivaldi dengan nada berang. Matanya menangkap pemandangan sekujur tubuh Yolanda yang tersiram cairan kental dan terlihat lengket, bahkan selimut dan lantai kamar Arabella juga terkena cairan itu.

" JAWAB! Untuk apa Yolanda dan Welia tengah malam seperti ini di kamar Arabella?" tanya Vivaldi.

Nächstes Kapitel