webnovel

Indonesia

Bandara Tambolaka, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

"Apa kita sudah sampai?"

Seorang pria lokal dengan tinggi semampai menggeleng pelan. "Belum Sir, kita masih haru menempuh perjalanan darat untuk sampai ke resort."

"What the fuck!!"

"Reagan." Crystal memperingatkan Reagan untuk tidak berbicara kasar.

Reagan mendengus kesal. "Kita sudah menempuh perjalanan udara dari bandara sebelumnya ke bandara ini kurang lebih satu setengah jam dan ternyata masih harus menempuh perjalanan darat lagi untuk sampai ke tujuan. Menurutmu apakah ada orang yang tidak kesal karena hal ini, huh?"

"Lokasi tujuan anda memang berada ditempat yang cukup jauh, tapi percayalah pada saya anda tidak akan menyesal, Sir. Tempat tujuan anda adalah surga dunia yang akan membuat anda betah dan ingin kembali datang dimasa depan," ucap pria lokal itu kembali dengan aksen Inggris yang menyatu dengan bahasa indonesia yang cukup kental.

"Ck, kau terlalu percaya diri."

Pria Bali yang begitu ramah itu tersenyum kecil, terbiasa menghadapi turis asing yang kasar seperti Reagan tidak membuatnya terpancing akan provokasi Reagan.

"Saya bisa menjaminnya dengan kepala saya, Sir."

"No." Crystal memekik panik, kedua matanya melebar. "Jangan bicara seperti itu, s-saya percaya dengan anda jadi saya mohon tolong jangan bicara seperti itu."

Reagan memutar bola matanya mendengar perkataan Crystal. "Bodoh."

Crystal meremas jarinya dengan kuat, Reagan benar-benar tidak menahan diri untuk tidak menjatuhkan harga dirinya di depan orang lain seperti ini.

"Mari, mobil yang akan mengantar kita sudah siap," ucap pria berkulit sawo matang yang begitu seksi itu dengan lembut, mempersilahkan Reagan dan Crystal untuk segera meninggalkan bandara.

Reagan yang sudah malas pada Crystal langsung melakukan perintah sang tour guide menuju mobil SUV berwarna hitam yang terlihat baru, tanpa menunggu Crystal datang Reagan memilih untuk masuk kedalam mobil itu terlebih dahulu. Benar-benar pria jahat.

Crystal yang baru sampai di pintu bandara hanya tersenyum kecil melihat apa yang Reagan lakukan, diperlakukan secara kasar oleh Reagan berkali-kali membuat Crystal sama sekali tidak merasa sedih ketika melihat apa yang dilakukan oleh Reagan kali ini. Meski berada di negara asing namun kali ini Crystal merasa nyaman, tidak seperti saat di bandara Doha kemarin saat transit dua jam. Keramahan pria-pria berkulit sawo matang yang menyambutnya sejak di Bali satu setengah jam yang lalu itu membuat Crystal merasa nyaman, padahal mereka baru bertemu. Rumor tentang penduduk Indonesia yang Crystal baca sebelumnya saat di pesawat ternyata benar, mereka sangat baik dan ramah pada siapapun.

"Jangan Nyonya, biarkan anak buah saya yang mengangkatnya. Anda cukup masuk saja ke dalam mobil menyusul suami anda." Pria Bali yang merupakan seorang tour guide itu melarang Crystal membawa kopernya sendiri masuk kedalam mobil.

"Apakah tidak apa-apa?" tanya Crystal pelan.

"Tentu saja, ini sudah tugas kami."

Crystal menipiskan bibir. "Terima kasih banyak bli.."

"Made, panggil saya bli Made," ucap pria Bali itu dengan cepat, senyumnya merekah saat mendengar Crystal coba memanggilnya dengan sebutan kakak dalam bahasa Bali.

"M-made?" Crystal agak kesulitan mengucapkan kata itu, sebagai orang yang baru datang ke Indonesia yang memiliki banyak sekali bahasa daerah yang unik membuat Crystal tidak mampu mengucapkan pelafalan itu dengan baik.

Namun Made dan para tour guide profesional yang lain tersenyum dengan rasa bangga yang memenuhi dada ketika mendengar tamu mereka mencoba berbicara dengan bahasa Bali meskipun hanya beberapa kata saja.

"Jika anda sulit cukup panggil kami semua dengan panggilan 'Bli' saja, itu sudah cukup untuk kami."

"Apakah tidak apa-apa jika saya memanggil anda semua dengan sebutan yang sama tanpa menyertakan nama asli kalian?" tanya Crystal kaget.

"Tidak apa-apa, Nyonya. Panggilan 'Bli' sudah cukup untuk kami semua," jawab Made kembali.

Crystal mengangguk pelan. "Baiklah kalau begitu, saya akan memanggil anda semua dengan panggilan yang sama."

Made dan kedelapan temannya merespon perkataan Cyrstal secara bersamaan dengan kalimat yang sama, karena mereka harus segera melakukan perjalanan akhirnya Made mempersilahkan Crystal untuk masuk sementara dua orang anak buahnya memasukkan koper milik Reagan dan Crystal kedalam mobil dengan hati-hati.

Kedua mobil SUV yang terbilang masih baru itu lantas mulai bergerak meninggalkan area bandara menuju resort yang sudah disewa Roman West selama satu minggu untuk Reagan dan Crystal, pernah ke Bali beberapa kali membuat Roman West cukup mengerti dengan sistem birokrasi yang berlaku di pulau dewata yang begitu menahan itu. Karena itulah Roman langsung menghubungi kantor dimana Made dan teman-temannya bekerja untuk mengurus Reagan dan Crystal, sebagai tour guide yang merangkap sebagai bodyguard Made dan teman-temannya cukup tahu harus melakukan apa ketika mereka diberitahu akan kedatangan pasangan suami istri asal Inggris itu.

"Jika anda merasa mual anda bisa minum ini, Nyonya." Made mengulurkan sebuah obat anti mabuk pada Crystal yang duduk disamping Reagan.

Crystal menatap bungkus obat yang ada di tangan Made dengan bingung. "Obat anti mabuk?" Crystal coba menerka-nerka.

"Benar Nyonya."

"Memangnya berapa lama perjalanan kita untuk sampai di tempat tujuan?" tanya Crystal hati-hati, Crystal memilih kata terbaik untuk bicara pada pria yang tengah duduk disamping supir itu.

"Satu jam empat puluh menit jika tidak ada halangan, karena itulah mungkin anda ingin mengkonsumsi obat anti mabuk ini supaya…"

"Tidak." Crystal menolak dengan halus. "Saya ingin menikmati pemandangan yang luar biasa ini, rasanya akan sangat rugi jika saya harus tidur selama perjalanan."

Made tersenyum. "Anda yakin Nyonya?"

"Yakin sekali, aku dengar pulau ini begitu indah. Karena itu aku ingin menikmati keindahannya sepuas-puasnya," jawab Crystal penuh semangat.

"Resort tempat anda tinggal selama satu minggu nanti juga tidak kalah indah dengan semua kabar yang anda dengar tentang daerah di pulau ini Nyonya, jadi seandainya pun saat ini anda tidur rasanya anda tidak akan kehilangan apapun," ucap Wayan dari kursi pengemudi menggunakan bahasa Inggris dengan begitu lancar, aksen Balinya bahkan sudah hilang.

Crystal menipiskan bibir. "Tapi aku tidak ingin tidur, aku ingin menikmati keindahan di sepanjang perjalanan ini. Terbiasa hidup di tengah hutan beton membuatku ingin sekali memenuhi isi kepalaku dengan semua keindahan ini."

Made, Wayan dan dua orang lainnya tertawa secara bersamaan mendengar perkataan tamu mereka, sebagai putra daerah mereka merasa sangat senang mendengar perkataan warga negara asing yang begitu memuja daerah asal mereka.

"Baiklah kalau itu keinginan anda, silahkan nikmati keindahan alam kami sepuas anda Nyonya," ucap Made lembut.

Crystal tersenyum. "Terima kasih Bli."

Bersambung

Nächstes Kapitel