webnovel

Lamaranku Ditolak Melan

Lamaranku ditolak Melan

Kami akhirnya memilih untuk ngobrol di warung bakso. Muka Melan yang tadi kurang bersahabat sudah berseri kembali. Geli aku melihatnya Wkwkwk... cepat sekali sikapnya berubah cuma karena bakso.

Dia tuh sukaa sekali sama bakso. Bukan karena baksonya sih, tapi karena kuahnya. Dia tuh kalau makan yang berkuah begini, kuahnya nanti bakal berubah warna jadi hijau kehitaman. Bukan hitam kehijauan lagi. Saking banyaknya sambel yang dia masukin. Heran, orang manja kayak dia bisa suka yang pedes mampus gitu.

"Mau makan dulu atau mau ngobrol dulu..?" Tanyaku.

Ekspresiny berubah lagi wkwkwkk.. merasa bersalah aku mengganggu kebahagian dia.

"Mau ngomongin apa sih. Kalau serius-serius nanti aja." Katanya. Jengkel dia tuh, tau dari nada ngomongnya.

"Melan... aku udah mikir beberpa hari ini. Tapi buat minjam uang kamu tuh nggak mungkin Lan. Gimana aku mau ngomong sama Mamak aku? Mau kuliah tapi minjam uang kamu? Nggak akan dibolehin Lan. Lagian kita tuh nggak ada jaminan bakal tetap sama-sama."

Langsung aja aku ngomong tanpa persetuajuan dia.

"Gimana nanti kalau kita putus? Yaa kaan? Atau gimana kalau aku nggak bayar uang kamu terus kabur. Kamu nggak takut?"

"Terus gimana mau kamu sebenarnya..?" Semakin pedas nada bicaranya. .

"Aku ngobrol sama Uni Maya tadi. Aku ceritain semua yang aku pikirin. Terus Uni Maya ngasih saran. Eh bukan saran sih, lebih ke pilihan gitu yang menurut aku ada benernya."

"Apa katanya..?" Mulai turun nada jengkelnya.

"Lan..." Aku gantung sedikit. Aku pandangi matanya buat nunjukin kalau aku lagi mau ngomong serius. Dia sepertinya paham, dia diam menunggu." gimana kalau kita nikah aja?"

"Hah..." mulutnya langsung menganga kaget. Wkwkwkk..

Aku sudah tau sih dia bakal kaget. Kalau dia nggak kaget setelah dilamar kayak begitu, aku yang bakal kaget. Namun aku yakin dia senang mendengar rencanaku. Meskipun aku tidak yakin juga dia bakal setuju. Sebab kami ini masih kecil. SMA aja belum sepenuhnya lulus.  Dan sejujurnya aku juga belum berencana untuk sejauh itu. Aku lebih banyak ingin nge tes aja tanggapan Melan.

Tapi kalau dia setuju, waah.. baru aku akan mulai memikirkannya. Bakalan susah tuh. Gimana cara ngomongnya sama Mamakku dan keluarganya Melan? Bisa diobok-obok nanti aku sama Bapaknya.  

"Aku udah mikir juga Lan. Dan ini jalan yang paling baik buat kita. Kamu rela minjamin aku uang sebanyak itu bukannya karena kamu udah mikir bakal nikah juga sama aku? Ngapain kita tunda-tunda.  Nikah aja sekarang. Kalau nikah, kita nggak perlu lagi takut putus Lan. Lagian yaa, kita juga nanti bisa tinggal berdua, jadi bisa lebih hemat. Aku udah mikir nanti sampai di Kota langsung narik ojek pakai motor ini"

Duh pikiran darimana pula ini narik ojek? Sumpah ini baru muncul saat aku ngomong ini. Lagian motorku ini surat-suratnya cuma sebelah. STNK doang, nggak ada BPKB. Udah pajaknya mati lagi. Nngak bakal bisa jalan di Kota.

Melan memutar badanya membelakangiku. Nampak sekali kalau dia masih kaget dan bingung. Aku sendiri juga sebetulnya bingung kenapa bisa ngomong sepintar itu. Aneh.

"Kalau misalkan kita nikah Lan, aku mau minjam uang kamu. Kan uang istri aku sendiri. Nanti bisa dicari lagi sama-sama. Ya kaan?" Terus aja aku nyerocos meracuni pikiran Melan.

Bukan cuma pikiran Melan saja yang teracuni, pikiran aku juga. Aku membenarkan sendiri apa yang aku ucapkan tanpa sadar ini. Iya, tanpa sadar. Omonganku lebih cepat daripada pikiranku.

"Nikah tuh enak Lan. Bayangin aja kita tinggal berdua dengan bebas dan halal. Ngapain aja kita boleh. Kita nggak akan takut kalau masuk ke semak-semak. Bisa aja kita sengaja masuk ke semak biar ditangkap sama orang. Kalau ditangkap kita bisa bilang kalau kita udah nikah. Pasti mereka nggak akan percaya tuh hahahaa... terus kalau mereka nggak percaya, ya bawa aja ke RT. Nikah lagi..haha haaahaaa.."  aku ketawa karena ngebayangin omonganku sendiri.

Aku rasa Melan juga bakal suka omonganku yang satu ini. Sebab aku tau Melan ini orangnya iseng. Lebih iseng dari aku. Suka ngerjain orang.  

Pernah kami menangkap orang mau mesum, baru-baru mau mesum. Bukannya pergi, Melan tuh sengaja banget mondar mandir di dekat mereka. Ngomongin hal nggak penting seolah-olah saat itu penting, padahal aku tahu maksudnya mau ngegangguin kesenangan orang. Melanku ya begitu orangnya.

Dih Melanku? Sejak kapan Melan jadi Melanku? Melan aja kali.

Klaaangg...kring kriing dug...

Dia tiba-tiba melempar garpu yang tadi sudah dia pegang ke meja, lalu jatuh ke lantai.

 Aku terdiam melihat reaksinya. Terus saja aku diam menunggu reaksi selanjutnya Namun, setelah beberapa waktu aku tunggu, dia belum bersuara juga dan belum membalikkan badan ke arahku. Aku intip sedikit. Yaah.. dia nangis ternyata.

Nangis karena apa yaa... Apa dia nangis karena aku bilang mau nikah? Masa sih sampe nangis? Terus juga momennya tadi nggak pas sebetulnya. Aku kan lagi melucu.

"Melaan." panggilku pelan.

"Tisu..." Tangannya memerintahku untuk mengambil tisu di meja sebelah.

"Owh.. nih.." aku berikan sarbret yang ada di meja kami.

Dia ambil sarbetnya, tanpa melihatku. Usap-usap mata sebentar, lalu balik badan melihat ke arahku. Nampak matanya masih memerah. Benar-benar dia nangis ternyata.

"Hu uu huuh.. Diam dia sekarang." katanya.

Makasudnya? "Aku diam?" tanyaku. Tadi aku ngomong dia lempar garpu. Sekarang dia bilang, aku diam aja. Aneh.

"Ngomonglaaaah Al...." Desaknya sambil tangan aku dicubit sama dia.

"Kamu kenapa?" tanyaku heran.

"Menurutmu Al. Al.. A. Al..." dia bicara di depan mukaku. Sambil nyebut namaku berkali-kali.

Ntah kenapa dia. Mending aku diaimin dulu sebentar. Nampak sendok yang tadi dia lempar. Berdiri aku mengambilnya. Sekalian ngasih jeda sedikit sama nih anak. Untung dalam warung ini cuma kami berdua. Kalau ada yang orang lain kan jadi malu.

"Kenapa kamu? Terharu karena aku lamar?" Tuduhku bercanda dengan senyum-senyum usil.

"Hu u.." dia mengangguk.

"Lah... beneran dia nangis karena terharu.? serius?" tanyaku.

"Tiga riuuus..." Dia ngangkat tiga jarinya. "Aku udah mikir kamu mau putus tau nggak? Makanya aku nggak mau ngomong sama kamu tadi. Aku udah kesal berhari-hari karena kamu kayak nggak nganggap aku berarti. Yaa aku jadi terharu karena kamu ternyata mikirin aku juga. Hihii... maaf yaa. Aku udah ninju-ninju, cakar-cakarin sampe mau aku bongkar pake pisau boneka dari kamu."

"Diih.."

"Haha haa.. siapa suruh kamu ngeselin.."

"Trus gimana?" Tanyaku.

"Apanya?"

"Apanya? Yang itulah. Mau nikah sama aku nggak?"

"Hah?" Dia nampak kaget lagi. "Kamu serius? Mau nikah sama aku sekarang?"

"Lah.. kamu kira aku becanda?"

Dia melihat mataku, wajahku, dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah. Bingung aku, ngapain lagi nih anak?  Apa dia mikir aku tadi ngomong becanda? Iya sih. Aku tadi memang nggak terlalu serius.

"Hah... aku nggak mau. Aku masih keciil..haha haa"  Dia mundur sedikit sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Sambil ketawa lagi. Entah apa yang dia ketawain.

"Dih.." Sengit mataku melihat kelakuan manjanya.

Dan benar, dia nganggepnya tadi itu nggak serius. Tapi tadi dia sampai nangis itu kanapa coba?

"Aku bukannya nggak mau. Tapi masa iya nikah sekarang? Kakak aku aja belum nikah. Apa kata Bapak sama Mamakku nanti?"

Iya juga.. Melan masih punya satu Kakak yang sekarang lagi kuliah semester 6. Melinda namanya.

"Yaudalah.. kita bahas nanti ajalah."  Kataku jadi kesal.

Aku juga belum siap buat nikah sebenarnya. Mau nikah bagaimana? uang aja belum punya. Tapi karena dia ngangep aku nggak serius, kesal juga aku sama dia jadinya.

Cukup lama kami diam-diaman. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai aku rasakan kaki aku ditendang-tendang sama dia di bawah meja sana. Aku rasa, dia berpikir kalau aku lagi marah. Yaudah, biarin aja dia mikir gitu. Biar dibujuk.

"Yaank..." panggilnya kayak biasa lagi. Pakai Yaank.

"Hmmm" jawabku cuek.

Sebetulnya aku sudah nggak marah ataupun kesal lagi. Aku tuh cuma lagi mikir, kalau beneran nikah, dia ini nih punya aku. Tangannya, jarinya, kukunya punya aku semuanya. Kuku istri aku... Aneh banget rasanya nyebut kuku dia ini kuku istri aku. Apa orang mau nikah punya perasaan kayak gini juga yaa.?

Milik aku gitu loh. Semuanya, sifat buruknya, sifat baiknya, manjanya, semuanya punya istri aku. Baik buruknya dia, itu milikkku.  Tiba-tiba aku ngerasa jadi pengen nikah betulan.

"Yaaaaank.. " teriaknya di depan mukaku.

"Apaaaah.." jawabku sedikit keras. Aku masih bingung dengan pikiranku yang mulai menginginkannya.

"Jangan gitulah. Marah juga aku niih.."

"Iya iyaa sayaang. Nggak marah kok. Aku cuma kecewa aja kamu nganggap aku nggak serius. Padahal aku udah mikirin ini berhar-hari"

"Kata kamu baru tadi dikasih saran sama Kak Maya."

"Eh iya yaa.."

"heishhh..."  dia mendesis mengancam dengan sendok garpu, wkwkwk...

Sampai bakso habis, obrolan kami masih jadi misteri. Aku tuh masih bingung dengan sikapnya dia. Seperti mau tapi nggak mau. Dan juga bingung dengan kemauanku sendiri. Aku mau dia "iyain" tapi juga takut kalau dia beneran jawab "iya". Ya kali aku beneran nikah di usia 18 tahun ini. Baru tamat SMA. Akhirnya kami saling menghindar aja ngomongin soal nikah tadi.

Dan soal uang yang dia tawarkan padaku juga masih misteri. Aku belum tau mau bagaimana. Cuma satu hal yang pasti malam ini adalah, aku dan Maya sama-sama akan mengikuti ujian SNMPTN bulan Juni nanti. Soal hasilnya, kami bahas lagi nanti.

Pulang dari makan bakso itu, aku merasa Melan sangat berbeda dari biasanya. Biasanya kalau di motor, tangannya di depan dada. Kadang ya ada juga dia biarin dadanya menempel dipunggungku. Tapi itu kesannya tidak sengaja. Tapi kali ini dia dedahkan semuanya begitu saja. Seperti sengaja dia menempelkan dadanya di punggungku. Kesanya tuh kayak, ini loh susu aku, susu punya kamu. Ambillah semuanya, gitu. wkwkwk...

Yaudah aku kasih dia kesempatan buat pamer. Aku dukung dengan membungkukkan punggungku supaya lebih terasa.

"Iiiihh..." dicubitnya perutku.

Aku cuma ber hehe  saja.

"Dasaar nakaaal... Niih niihh rasain..." dia tempel makin erat.

Aku makin kesenangan. heheheee

"Udah ah.. nanti aja kalau udah halal.  puaak puak puuak.." dikecup-kecupnya leherku. Makin geli aku rasakan.

"Jangan dihayatin banget." tegurnya.

"Iyaa.. aku santai kok." kataku. Aku tidak ingin dia merasa tidak nyaman dan merubah posisi  PW ini wkwkwk...

Sebenarnya aku masih ingin lama-lama. Tapi nggak enak juga sama keluarganya. Tadi cuma pamit sebentar.

 

**********

Nächstes Kapitel