Ben dan Petugas dari dinas sosial Kota Adelaide berdiri di bawah gapura besar yang menjadi gerbang rumah yang mereka tuju setelah mereka menempuh perjalanan darat dari bandara menuju Kabupaten Tabanan, Bali. Gapura itu mengingatkan Ben pada foto yang pernah diperlihatkan ibunya ketika dia sedang menceritakan tentang keluarganya yang ada di pulau Bali sebelum ia menikah dan pindah ke Australia bersama suaminya.
Gapura itu yang menjadi latar belakang foto ketika ibunya baru saja menamatkan pendidikan sarjananya. Ben sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya kini berdiri di depan gapura yang gagah dan mengintimidasi tersebut. Ibunya pernah mengatakan bahwa keluarga mereka merupakan keturunan salah satu keluarga bangsawan di Bali.
Kakek dan neneknya cukup disegani di sekitar tempat tinggal mereka. Ben terus menatap pintu kayu berukir di hadapannya. Pintu itu belum juga membuka meski Petugas dinas sosial yang membawanya sudah berulang kali berteriak untuk memanggil penghuni rumah tersebut.
"Maybe, they don't want me," ujar Ben pelan.
Petugas dinas sosial yang menemaninya merangkul Ben sambil menepuk bahunya setelah ia mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Ben. "If they don't want you to be here, they won't answer my call. Maybe they outside."
"Then why didn't they open the door? It's okay if they don't want me to be here." sahut Ben.
Petugas dinas sosial yang mengantar Ben lalu berjongkok di hadapan Ben. Ia kemudian menatap Ben sambil tersenyum simpul. "They are is only family you have now. You don't have to say that."
Ben menghela napas panjang. "But you can find me another family, right?"
Petugas dinas sosial itu ikut menghela napas panjang. "It's easy to find another family that will accept you. But they say to take you to them. They want to meet you. Aren't you excited to meet your mother's family?"
Ben terdiam dan tidak menjawab pertanyaan dari Petugas dinas sosial yang mengantarnya. Ia menghela napas panjang lalu berpaling dan duduk di tangga batu yang masih menjadi bagian dari gapura tempatnya berdiri.
Petugas dinas sosial hanya bisa menghela napas panjang ketika ia melihat Ben berpaling dari pintu kayu tersebut. Mereka memang sudah berdiri cukup lama di depan pintu itu.
Namun tidak ada seorang pun yang keluar membukakan pintu tersebut. Petugas itu akhirnya memutuskan untuk menghubungi kenalannya yang bekerja di Kedutaan besar untuk memastikan kembali tentang keluarga Ibu Ben.
Sementara itu, Ben menatap anak-anak sebayanya yang bermain di dekat rumah yang ia datangi. Anak-anak itu menatapnya balik dan berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bisikkan karena mereka berbisik-bisik sambil tertawa ke arahnya. Ben hanya bisa menghela napas panjang dan mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
"Ben!" panggil Petugas dinas sosial itu.
Ben segera menoleh. Pintu kayu yang ada di belakangnya terbuka dan seorang wanita yang sepintas mirip dengan ibunya berdiri di bibir pintu sambil menatap ke arahnya. Ben segera berdiri dan berjalan ke arah pintu kayu tersebut.
Petugas dinas sosial itu kemudian langsung merangkul Ben dan memperkenalkannya. "This is Ben. He's your sister's son."
Wanita yang mirip dengan ibunya itu menatap dingin ke arah Ben. Ia mengangguk pelan dan mencoba untuk tersenyum simpul pada Petugas dinas sosial yang mengantar Ben. "Sorry for the long wait. We just finished praying. Please come in."
Petugas dinas sosial itu mengangguk pelan. Ia kemudian membawa Ben masuk melewati pintu kayu tersebut. Petugas dinas sosial itu berdecak pelan setelah mereka melewati gerbang rumah tersebut. "You'll live in paradise, Ben. You have to cherish that you'll spending your life in this beautiful house."
Ben tidak menanggapi ucapan Petugas dinas sosial tersebut. Ia memperhatikan bangunan-bangunan yang ada di area rumah tersebut. Rumah itu terlihat sangat teduh dengan sebuah pohon beringin besar di salah satu sudut rumah. Mata Ben kemudian tertuju pada pura kecil yang ada di sebelah pohon beringin tersebut.
"Is that the place where they pray?" tanya Ben pada Petugas dinas sosial yang berjalan di sebelahnya.
Petugas dinas sosial itu lalu menatap ke arah yang ditunjuk Ben. "Yep. Prayer places like that are very common here."
Ben lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada bangunan yang sedang mereka tuju. Beberapa orang yang ada di bangunan tersebut menatap ke arahnya yang sedang berjalan ke mereka. Entah mengapa mereka semua menatap Ben dengan tatapan dingin.
Hanya seorang wanita tua dengan rambut yang sudah memutih sepenuhnya yang tersenyum ke arahnya ketika ia tiba di bangunan tersebut. Ben tiba-tiba merasa sangat terasing di rumah tersebut. Sepertinya tidak ada yang menyambut kehadirannya seperti wanita tua berambut putih tersebut.
"Could he speak in Indonesian?" tanya wanita yang mengantar Ben pada Petugas sosial yang mendampingi Ben.
"Mom told me to speak in Indonesian," jawab Ben.
Wanita itu lalu mengalihkan perhatiannya pada Ben. "Good then. You have to greet your elders. She can't speak English. Follow me."
Ben mengangguk pelan. Ia kemudian mengikuti langkah wanita yang mirip dengan ibunya itu menuju wanita tua berambut putih. Wanita tua itu tersenyum ketika Ben berdiri di hadapannya. Ben gugup ketika menatap wanita tua itu.
"Apa kabar?" tanya Ben. Hanya kata-kata itu yang akhirnya keluar dari mulut Ben.
Ia mendengar beberapa orang langsung berdecak pelan setelah mendengar ucapan Ben. "Apa Ayu tidak mengajarinya sopan santun? Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya menyapa tetua keluarganya."
Wanita itu menoleh ke arah seseorang yang berbicara di belakang Ben. Suasana di tempat tersebut tiba-tiba kembali hening dan wanita tua itu kembali mengalihkan perhatiannya pada Ben. "Siapa namamu Bagus?"
"Aku Ben, bukan Bagus," jawab Ben.
Wanita tua itu tersenyum sambil menatap Ben. "Bagus itu sebutan untuk anak laki-laki. Namamu hanya Ben?"
"Benjamin Haris," jawab Ben.
Wanita tua itu menganggukkan kepalanya. "Apa kamu keberatan kalau aku mau mengubah namamu?"
Ben diam dan tidak menjawab. "Apa aku boleh memikirkannya dulu?"
"Kamu boleh memikirkannya dahulu. Setelah kamu punya jawabannya, beritahu aku secepatnya," jawab wanita tua itu. Setelah berbicara sebentar dengan Ben, wanita tua itu kembali menatap wanita yang mirip dengan Ibu Ben.
"Bawa dia ke kamarnya," pinta wanita tua itu pada wanita yang mirip dengan Ibu Ben.
Wanita itu mengangguk pelan dan segera mengajak Ben. "Ayo."
Ben melirik sebentar pada Petugas dinas sosial yang mengantarnya. Petugas itu mengangguk pelan sembari tersenyum. Ben balas tersenyum padanya lalu ia berjalan mengikuti wanita yang mirip dengan ibunya itu.
Setelah Ben berjalan masuk, Petugas dinas sosial itu berbicara sebentar dengan pria yang menemani wanita tua yang ia ketahui sebagai tetua di rumah tersebut. Ia memberikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Ben serta dokumen kematian Ibu Ben. Ia juga menceritakan kronologi kejadian yang menimpa Ibu Ben berdasarkan keterangan dari tetangga di sekitar rumah tinggal mereka dan juga hasil pemeriksaan Polisi.
****
Thank you for reading my work. I hope you enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes, gifts, reviews etc. Thank you ^^
Original stories are only available at Webnovel.
Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^