webnovel

Segalanya Berubah

Sore hari, di saat Stefan pulang dari kantor. Stefan dikejutkan oleh perubahan penampilan dari Carissa yang awalnya berpakaian kaos T-Shirt biasa dan celana kolor yang intinya berpenampilan seperti gadis kecil biasa, saat ini ia tampil lebih cantik dengan rambut panjang terurai berhiaskan bando ikat berwarna pink, pakaian tank top pink, celana hot pants jean dan juga anting emas di kedua daun telinganya.

Semua perubahan penampilan itu karena Maya yang menyarankannya, Carissa hanya bisa menurutinya. Stefan melihat ia sedang membantu Maya di dapur untuk membuat kue kering dari buku resep masakan. Dan tak sengaja Carissa melihat kedatangan Stefan. Ia berlari berteriak memanggil Ayah tirinya, lalu memeluknya.

"Kau tampak cantik sekali sore ini," ujar Stefan yang sempat membuatnya tersipu malu.

Carissa pun berbisik padanya,

"Ini semua karena Ibu, Ibu yang merubahku menjadi seperti ini,"

"Oh ya?"

"Iya," Carissa masih berbisik padanya.

"Tidak apa-apa, ini sangat cocok," Stefan pun tersenyum.

"Oh ya, lihat Ayah bawa apa untukmu?" dikeluarkanlah buku dongeng berjudul Little Red Riding Hood dari balik jas hitamnya.

Carissa sangat senang saat menerima buku dongeng itu, karena Little Red Riding Hood memang buku dongeng favoritnya sejak dulu. Namun ia masih bertanya-tanya, darimana Stefan tahu jika ia sangat menyukai buku dongeng itu? Saking senangnya, Carissa mengabaikan itu semua dan pergi ke kamarnya. Sebelum itu, tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada Stefan. Karena beberapa hari ini, Stefan penuh dengan kejutan.

"Kalian berdua terlihat sangat akrab dengan cepatnya, darimana kau tahu jika ia menyukai buku dongeng itu?" ungkap Maya setelah Carissa pergi ke kamarnya.

"Aku hanya yakin, anak kecil pasti menyukai dongeng itu. Apalagi gambarnya lucu, aku yakin dia pasti suka, dan ternyata itu benar," jawab Stefan.

"Kau juga terlihat akrab dengannya," lanjut Stefan.

"Ya, aku juga yang merubah penampilannya. Agar tidak terlihat norak. Kita ini orang ternama, masa iya memiliki anak yang berpenampilan biasa saja, ya kan?"

Stefan tersenyum kecut dan pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.

***

Malam pun tiba, Stefan sedang sibuk membacakan cerita dongeng itu pada Carissa. Bahkan ia sampai memperagakan kisah dalam dongeng itu layaknya teather. Carissa menjadi si jubah merah dan Stefan menjadi serigalanya.

Carissa tampak lucu karena jubah merah yang ia gunakan itu dari selimut tidurnya, sementara Stefan sangat sempurna dalam memperagakan sosok serigalanya. Mereka tampak seperti kedua anak kecil yang sedang bermain theater di panggung.

Tak sengaja Maya melihat semua adegan lucu mereka di kamar Carissa dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka. Maya merasa bahwa Stefan yang ia kenal selama ini adalah sosok pria yang dingin dan tak acuh padanya. Namun setelah Carissa muncul di dalam kehidupannya, ia berubah total menjadi sosok pria yang ramah dan penyayang. Namun semua itu tak tertuju pada dirinya, melainkan Carissa.

Setelah mereka berdua selesai, saatnya Stefan menidurkan Carissa, karena malam sudah hampir larut.

"Sekarang waktunya untuk tidur, karena besok pagi adalah hari pertamamu sekolah,"

"Tapi, Ayah..."

"Oh, ayolah, apa kau tidak lelah setelah menjadi si jubah merah barusan?"

"Aku ingin Ayah menemaniku disini," ucap Carissa memelas.

"Carissa, kau ini sudah besar, masa tidur saja harus ditemani? Besok Ayah juga harus bekerja,"

Lalu Carissa memeluknya seolah takkan ia lepas lagi. Stefan menghela nafas karena sedikit kesal, namun apa daya, ia harus menuruti keinginan anak tirinya.

"Ya sudah, tapi dengan satu syarat, lekaslah tidur, ok?"

Carissa mengangguk antusias.

Akhirnya Stefan menemaninya hingga tertidur pulas, sampai-sampai ia juga hampir tertidur di sebelahnya. Perlahan ia turun dari ranjang agar Carissa tidak terbangun.

"Selamat malam, Carissa," ucap Stefan disertai kecupan manis di keningnya.

Saat Stefan keluar dari kamar Carissa, Maya menghalangi langkahnya.

"Belum tidur?" tanya Stefan.

"Aku menunggumu di kamar, ternyata kau masih sibuk dengan Carissa," jawab Maya agak sinis.

"Dia minta ditemani sebentar, maklum, dia masih beradaptasi disini, masih belum terbiasa,"

"Atau dia memang anak yang manja?"

Lagi-lagi Stefan harus sabar untuk menghadapi sikap egois istrinya.

"Ayo kita istirahat. Aku akan menghadiri meeting bulanan besok pagi," ujar Stefan melewati Maya.

"Aku minta anak itu jangan terlalu dimanja,"

"Aku sama sekali tidak memanjakannya, Maya. Ayolah, apa hal sepele seperti ini harus kita perdebatkan?!" Stefan tak kuasa lagi menahan emosinya.

Maya hanya diam menatapnya yang berlalu menuju kamar tidur.

Apalagi disaat sarapan pagi berlangsung keesokan paginya. Mereka berdua tak saling sapa, sementara Carissa hanya diam bertanya-tanya, ada apa dengan mereka?

"Usahakan kalau sarapan agak dipercepat sedikit, Carissa. Atau kau akan terlambat ke sekolah," tegas Maya.

"Ya, Ibu," jawab Carissa gugup.

Saat di perjalanan menuju ke sekolah, Carissa mempertanyakan suasana kelam di sarapan pagi barusan.

"Apa semalam Ayah dan Ibu bertengkar?"

"Tidak," singkat Stefan.

"Tapi sepertinya Ibu sedang marah tadi,"

"Itu karena sikapnya dia memang seperti itu, Egois,"

"Mengapa Ayah jadi seperti ini?" Carissa sedih mendengarnya.

"Memangnya ada apa denganku?" Stefan mulai heran.

"Ibu orangnya baik, seperti yang ayah bilang padaku. Tapi, mengapa Ayah bilang egois?"

"Karena kau masih baru mengenalnya, Carissa. Belum sepenuhnya,"

Ungkapan Stefan ini terkesan menyudutkan Maya dan tidak seharusnya ia katakan pada Carissa. Namun mengingat suasana hatinya saat ini sedang memanas karena sikap Maya sendiri, pada akhirnya, sesuatu yang tak seharusnya dikatakan itu akhirnya tercurahkan semua.

"Berarti Ayah bohong padaku? Saat mengatakan bahwa Ibu adalah orang yang baik?" ujar Carissa melemah.

"Ya, itu benar. Aku bohong padamu, karena aku berusaha untuk membuatmu yakin bahwa dia memang seperti itu, tapi nyatanya tidak, kan? Bahkan dia tadi menegaskanmu soal sarapan. Bahkan kau sudah tahu sendiri, Carissa, bagaimana sikapnya dia padamu dan juga padaku pastinya," jelas Stefan sedikit emosi.

Carissa hanya diam, tak merespon apapun. Sebab ia tahu, ini bukan saat yang tepat untuk berbicara dengannya. Akhirnya Stefan merasa bersalah padanya. Ketika Carissa hendak berpamitan dengan Stefan sesampai di halaman sekolah, ia hanya mencium punggung tangan Stefan tanpa sepatah kata pun, kemudian pergi.

"Carissa?"

Ia pun menoleh ketika sang Ayah memanggil. Ia juga melihat Stefan turun dari mobil menghampirinya.

"Maafkan aku. Atas semua yang aku katakan barusan,"

"Tidak apa, Ayah. Aku tahu Ayah sedang ada masalah dengan ibu. Aku bisa memakluminya," balas Carissa.

Stefan memeluknya dan mengucapkan terima kasih pada Carissa.

"Terima kasih untuk apa, Ayah?" tanya Carissa.

"Entahlah, aku merasa bahwa..., hidupku berubah sejak hadirmu di dalam kehidupanku," jawab Stefan yang masih memeluknya.

"Berubah? Maksud Ayah?"

"Intinya, aku tidak merasa sendirian lagi,"

Akhirnya mereka berdua saling membalas senyum. Dan satu kecupan manis dari Carissa mendarat pada pipi Stefan.

"Aku sayang Ayah,"

"Aku juga menyayangimu, Carissa,"

Carissa sempat melambaikan tangan padanya seiring melangkah masuk ke dalam sekolah. Stefan merasa tenang ketika senyuman manisnya itu telah kembali. Ia pun berjanji pada dirinya bahwa tidak akan melukai hatinya kembali meski segala ujian kehidupan melanda.

Nächstes Kapitel