webnovel

Bab 9

b"Siapa itu?" Senopati Ganjar mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan. Hening tidak ada siapapun. Rahang Senopati mengeras dengan tatapan waspada.

Senopati Ganjar menarik tombak yang menghunus pada sebuah pohon yang hampir saja membunuhnya.

'Apakah mungkin ini adalah tombak para pemburu yang sedang mencari binatang di hutan ini. Tidak, tidak ada gerak gerik bintang di sini. Sepertinya tombak ini sengaja agar mengenaiku.'

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Senopati Ganjar melanjutkan perjalanannya. Ia harus kembali ke istana Sultan Iskandar untuk menemui sang Sultan pemilik kawasan pantai Utara dan Selatan pulau Sumatra.

****

"Cepat katakan, di mana lelaki itu berada?" Panglima Zubair mempererat cengkramannya pada leher lelaki yang berada depannya.

"Ampun Tuan, ampun! Saya benar-benar tidak tahu di mana keberadaan Tuan Fred!" Lelaki yang Panglima Zubair temui itu sangat ketakutan.

"Panglima, sepertinya lelaki itu memang tidak mengetahui keberadaan Tuan Fred!" ucap Zakir, lelaki yang membersamai Panglima Zubair.

Panglima Zubair menggertakan rahangnya. Sorot matanya tajam melihat pada lelaki yang tidak lain adalah mantan asisten Tuan Fred.

Deru nafas Panglima Zubair terasa menyapu wajah' lelaki itu dan terasa memanas. Menandakan jika jarak mereka begitu dekat sekali.

"Baiklah, jika kamu tidak bisa menolongku. Maka, lebih baik kamu mati sekarang!" desis Panglima Zubair memperkuat cengkraman pada leher lelaki itu.

Suara tulang yang remuk terdengar seiring dengan cengkraman Panglima Zubair. Wajah lelaki itu memerah dengan urat-urat yang menegang. Mata mendelik dengan nafas yang hampir tidak terdengar.

"Tu-tunggu!" sergah asisten Tuan Fred dengan suara terbata.

Perlahan Panglima Zubair merenggangkan cengkeramannya.

"Aku akan mengatakan sesuatu kepadamu, Tuan," ucap lelaki itu terbata.

"Cepat katakan!" sergah Panglima Zubair.

"Ta-tapi tolong, lepaskan dulu cengkraman ini!" Mohon lelaki yang hampir kehilangan nafasnya.

Panglima Zubair menghempaskan tubuh lelaki itu hingga membentur dinding. Sesaat ia meringis kesakitan.

"Cepat katakan!" sentak Panglima Zubair dengan mata membelalak.

"Cobalah cari ke rumah istri muda Tuan Fred. Biasanya, setiap hari minggu Tuan Fred akan mengunjungi Cik Mira," jelas lelaki yang memegangi lehernya yang masih sakit. Wajahnya yang hampir membiru perlahan memerah.

"Baiklah, kalau sampai kamu berbohong padaku! Maka akan habis riwayatmu!" decih Panglima Zubair meninggalkan lelaki yang tersudut di dalam rumahnya.

Setelah mendapatkan alamat rumah istri muda Tuan Fred. Panglima Zubair dan Zakir segera menuju ke daerah pesisir pantai utara pulau Sumatera. Wanita yang berprofesi menjadi seorang penari ronggeng keliling itu, adalah istri muda Tuan Fred. Seorang pedagang dari Belanda yang singgah di pulau Sumatera.

"Panglima, bukankah hari minggu masih besok. Lalu, bagaimana jika di rumah wanita itu tidak ada Tuan Fred!" ucap Zakir saat Panglima Zubair memelankan kuda putih miliknya.

"Kita lihat saja, nanti!" sahut Panglima Zubair mempercepat langkah kaki kudanya.

Panglima Zubair tiba di sebuah perkampungan setelah malam mulai merangkak naik. Suara gamelan yang terdengar dari pemukiman penduduk mengundang Panglima Zubair dan Zakir untuk datang melihat.

"Panglima, tunggu!" cegah Zakir, seorang pengawal kepercayaan Panglima Zubair. Ia menghadang kuda yang Panglima Zubair naikin tepat di depannya.

"Jika kita memakai pakaiannya seperti ini, pasti masyarakat di sini akan curiga. Kenapa kita tidak berpenampilan seperti orang pada umumnya saja," usul Zakir.

Sepersekian detik Panglima Zubair terlihat berpikir. "Tapi bagaimana bisa kita menemukan baju seperti mereka?" Panglima Zubair mengarahkan tatapannya pada kerumunan masyarakat yang sedang menyaksikan tarian ronggeng yang sedang berlangsung itu.

"Panglima tenang saja!" Zakir menyungingkan senyuman kecil. "Tunggulah di sini!" Lelaki gagah itu memutar kudanya berbalik ke arah.

Beberapa saat kemudian Zakir kembali dengan pakaian yang berbeda. Ia juga membawakan baju ganti khas penduduk setempat untuk Panglima Zubair.

Panglima Zubair dan Zakir mulai memasuki kerumunan. Membelah para pengunjung yang menyaksikan tarian ronggeng dari pulau jawa yaitu.

"Menurut kamu di antara para gadis itu mana yang bernama Mira?" seloroh Panglima Zubair pada Zakir yang berdiri di sampingnya. Mereka sama-sama saling menikmati tarian ronggeng yang disajikan oleh beberapa gadis muda yang diiringi dengan musik yang sangat khas sekali.

"Entahlah! Wajah mereka sama-sama cantik, jadi aku tidak bisa membedakan mana yang bernama Mira," sahut Zakir tanpa menoleh pada Panglima Zubair.

"Tuan mencari, Cik Mira?" sela suara seseorang yang berada di belakang punggung Panglima Zubair.

Panglima Zubair yang mengenakan baju batik itu menoleh pada lelaki muda yang ada di belakang punggungnya.

"Semua orang di sini tahu, Cik Mira adalah gadis cantik yang berada di barisan paling depan itu." Lelaki muda itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah wanita cantik yang berada di barisan paling depan dengan sebuah tahi lalat yang berada di bawah dagunya.

"Oh, itu ya!" Panglima Zubair mengangguk lembut melihat gadis cantik yang bernama Cik Mira.

"Masih muda!" guman Zakir yang begitu pelan.

"Tentu saja masih muda, mungkin umurnya masih 18 tahunan!" celetuk lelaki muda yang berada di belakang punggung Panglima Zubair.

Lelaki muda itu beringsut mendekati Zakir dan Panglima Zubair.

"Memangnya tuan-tuan ini berminat dengan Cik Mira?" bisik lelaki muda itu membuat Panglima Zubair dan Zakir saling bersitatap untuk sesaat mengartikan ucapan lelaki muda itu.

"Iya!" sergah Panglima Zubair cepat.

Lelaki muda itu menarik tubuhnya sedikit menjauh. "Memangnya berapa uang yang tuan-tuan miliki?" ucap lelaki itu dengan nada setengah mengejek.

"Memangnya beberapa yang harus saya bayar untuk itu?" ucap Panglima Zubair.

Lelaki muda itu melihat pada Panglima Zubair dan Zakir secara bergantian. Kemudian ia berisik pada Panglima Zubair.

"Baiklah, setelah acara ini selesai, saya akan menunggu Cik Mira di penginapan yang terletak di ujung kampung," ucap Panglima Zubair setelah mendengar berapa uang yang harus ia bayar untuk bermalam dengan Cik Mira.

"Baiklah, kalian tunggu saja di sana! Pembayarannya jangan lupa, setelah kalian selesai bermain-main dengan Cik Mira!" Lelaki muda yang hampir beranjak itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah Panglima Zubair dan Zakir.

"Baiklah kamu tenang saja!" sahut Panglima Zubair.

"Panglima, apakah anda yakin akan tidur dengan wanita itu?" sergah Zakir yang sedari terdiam karena terkejut melihat Panglima yang terkenal setia dan berpegang teguh pada agama itu justru hendak tidur dengan seorang penari ronggeng.

"Tidak, bukan aku yang akan melakukan hal itu!" cetus Panglima Zubair membalas tatapan heran Zakir.

"Lalu?" Zakir menaiakan kedua alisnya.

"Kamu yang akan pergi bersama penari ronggeng itu."

"Apa?" Zakir tercekat mendengar jawaban Panglima Zubair.

"Bagaimana bisa, Panglima!" decih Zakir.

"Bisa, karena aku yang mengaturnya!" balas Panglima Zubair berlalu meninggalkan Zakir yang masih mematung tidak percaya.

****

Bersambung ....

Nächstes Kapitel