Berada di rumah sakit tentunya telah menjadikan pemerikasaan lebih lanjut.
Eleora yang sempat dicek di laboratorim sebelumnya di rumah sakit berbeda kini melakukan pengecekkan ulang.
Menunggu hasil masih besok siang telah membuat dia merasa resah.
Keresahan yang tak berujung membuat pembantu itu mengetahuinya.
"Loh, kok malah resah begitu? Tadi kan katanya besok mau dibuatin nasi padang, nasi padang spesial akan bibi buatkan jika non Eleora segera tidur."
Menghadapi ini telah membuatnya semakin sulit memejamkan mata.
Bi Atun yang usai belanja untuk kebutuhan besok dan kembali menjaga Eleora di rumah sakit sudah begitu nyenyak dalam lelap.
Matanya sedikit mengeriyip dan mengecek ponsel yang selalu saja tertunda-tunda karena pusing.
"Kok kak Gerry sama sekali enggak menghubungi aku? Apa sebenarnya pertemuan tadi enggak jadi, lalu kenapa kak Gerry tak memberikanku kabar?"
Telah mencoba untuk memberikan pesan dirasanya masih pantas, meskipun waktu sudah menunjukkan jam istirahat.
"Aku harap jika pesan ini tidak terbalas setidaknya besok pagi bisa dibaca."
Eleora : Kak, sebelumnya aku minta maaf. Tadi aku tidak jadi ke taman soalnya ada urusan tiba-tiba, sekali lagi maaf kak.
Pesan sudah terkirimakan dan kali ini telah giliran kedua orang tuanya.
"Mama, papa memang sudah mengecewakanku, tapi setidaknya aku memberikan kabar."
Pesan sudah dikirimkan hingga berlangsung centang dua dan tinggal menanti dibaca.
Dirasakan sudah cukup memberikan kabar akhirnya bisa tidur walau hanya sebentar.
Esok harinya Eleora telah terbangun dan melihat ada sosok laki-laki di bawah lantai.
Dia terkejut ketika laki-laki yang sama telah datang di sana, tetapi kebingungan pun juga dirasakan Eleora.
"Bagaimana caranya kak Gerry tahu kalau aku ada di sini?"
Mata yang sudah terbuka lebar telah membuat Eleora segera mengecek ponsel.
Pesan semalam yang dikirimkan ke orang tuanya sudah terbaca, akan tetapi lagi dan lagi mereka tidak ada niatan membalas.
"Loh non Eleora sudah bangun? Eh, kok den Gerry juga sudah ada di sini?"
"Maksudnya?"
"Iya, non. Kemarin pas temannya non memberikan kabar kalau non Eleora di rumah sakit ini tidak seberapa lama disusul den Gerry datang, ya memang mereka tidak bertemu tapi bibi beritahu kalau non Eleora ada di rumah sakit ini."
Ini semua telah membuat Eleora benar-benar mengetahui bahwa Gerry memang begitu baik.
"Non, non jadi mau nasi padang? Tapi, ya bukannya bibi tidak suka dengan kedatangan den Gerry. Tapi, bibi mau meninggalkan non Eleora itu berat. Ya, bibi takut kalau ada apa-apa."
"Ya jadi dong, bi. Tapi aku minta tolong, jangan bilang sama kak Gerry kalau aku semalam diberi nasi padang."
"Iya, non. Ini beneran non Eleora enggak papa ditinggal?"
"Enggak papa, bi Atun cantik."
"Ah, non Eleora. Ya sudah, nanti kalau hasilnya sudah keluar langsung kabarin bibi ya? Bibi khwatir sama non Eleora."
"Iya. Tapi aku minta tolong buatnya agak banyak ya? Ya buat bibi juga dan sekalian buat kak Gerry."
Semua begitu sayang dengan dirinya, akan tetapi dia sangat heran.
Kedua orang tuanya sama sekali tidak membalas pesan dan bahkan khawatir dirasanya sudah menghilang.
Menolak berpikir jahat membuat Eleora telah memilih untuk mengambil mangkok bubur di sampingnya.
Ia yang tak cukup sengaja menjatuhkan sendok telah membuat Gerry terbangun dari tidur.
'Hoam....'
"Selamat pagi peri cantik, bagaimana keadaannya sekarang? Apa yang sakit?"
"Selamat pagi, baik. Maaf ya kak telah ganggu tidurnya kakak."
"Sudah enggak usah mikirin itu, sekarang kamu harus sarapan dulu. Sebentar ini sendoknya kotor, tunggu ya aku mau beli nasi bungkus sekalian."
Telah mengambilkan apa yang ada malah mengikuti perkataan Gerry.
Menunggu terus saja menunggu hingga datang lagi malah membuatnya semakin kacau.
"Sekarang aku suapin kamu, tapi kamu harus banyak makannya. Ya biar kamu sembuh."
"Terus gimana dengan kak Gerry sendiri?"
"Iya, aku juga makan. Tapi setelah kamu."
Bubur yang disediakan rumah sakit telah dilahap separoh oleh Eleora.
"Nah gitu dong makan yang lahap, aku sama sekali tidak ingin kamu sakit."
Mengangguk dan memberikan senyum cara jitu jawaban yang mujarab bagi Eleora.
"(Aku masih belum tahu akan bagaimana jawaban untuk kak Gerry, aku akui jika dia begitu baik dan terbukti dia semalam tidur di sini hingga sekarang menemani maupun juga menyuapi aku.)"
Situasi yang cukup hangat itu tiba saja menjadi berubah tegang.
Kedatangan suster telah memberitahukan bahwa mengenai hasil laboratorium semalam sudah keluar.
Gerry berada disitu dan sedang menyuapi Eleora dibuat bingung.
"Permisi, mbak Eleora. Saya hanya memberitahukan jika hasil semalam sudah keluar, apabila mau mengambil harus orang tua atau keluarga yang tertua? Terima kasih."
"Hasil laboratorium? Kamu cek jadinya, terus orang tua kamu sudah tahu?"
"Aku sudah memberitahukan mereka, tetapi aku tidak tahu apakah mereka datang atau tidak?"
"Ya sudah, habis makan nanti aku ambil hasilnya. Tapi kamu enggak papakan ditinggal?"
"Enggak usah, kak. Aku sudah pesan sama bi Atun."
"Sudah, bi Atun kan lama. Ya aku ada di sini biar aku saja, enggak papa kok ya lagian cepat."
"Bukan begitu, kak. Aku itu enggak enak sama bibi kalau sudah bilang ini terus berubah, ya aku harap kalau kakak mau memahami."
"Oke, oke aku pahami. Tapi, kalau terjadi apa-apa kamu harus bilang sama aku. Aku sama sekali tidak mau ada kebohongan."
Belum juga mengatakan hal itu Eleora sudah berbohong. Dia sama sekali tidak berpesan dengan bi Atun.
Demi menutupi sesuatu yang tidak-tidak telah dilakukan kebohongan.
"Oh iya, Eleora. Berhubung nanti bi Atun mau ke sini, ya katamu mau ambil hasil laboratorium aku izin sebentar ya?"
"Izin, kakak mau ke mana?"
"Ya kamu kan enggak masuk sekolah, ya ada baiknya aku harus masuk walau nanti enggak lama. Em, sekalian dong aku bilang sama wali kelas kamu."
"Aduh, aku kok malah merepotkan banyak orang sih? Lebih baik kakak belajar yang benar ya? Nanti sampai selesai saja enggak papa, ya habis itu nanti beritahu aku apa pelajarannya."
Gerry pun juga sama mengikuti akan apa yang dikatakan oleh Eleora.
Ditinggalkan sendiri di rumah sakit membuat Eleora sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa.
Dengan dirasanya cukup bosan di ruangan itu, telah membuat Eleora berusaha mengambil infus dan berjalan keluar.
Suster yang hendak mengecek tekanan darah maupun infus memergokinya.
Suster tak mengizinkan Eleora pergi sendirian dan terlebih lagi dengan kondisinya yang masih cukup lemas.
"Tolonglah, sus. Saya sangat bosan berada di ruangan ini, ya andaikan tidak boleh ya suster temani sebentar di luar begitu sepuluh sampai lima belas menit saja."