webnovel

30 MENIT

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Karya orisinil @ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.

><><><

"Apakah kau ingin membelinya?" tanya Miyazaki.

"Tidak. Aku hanya melihat-lihat saja," jawabku sembari berdiri. Ternyata harganya cukup mahal.

"Apakah kau ingin membeli gitar?" tanyaku. Dia nampak tersenyum dan menggeleng.

"Uangku tidak sebanyak itu," jawabnya sembari melihat-lihat. Tak lama dia menunjuk ke sebuah gitar elektrik berjenis Fender Stratocaster berwarna hijau tosca.

"Apakah menurutmu itu bagus?" tanya dia.

"Bagus sekali. Apakah kau menyukainya?" tanyaku lagi.

"Walaupun aku suka, pasti orang lain yang akan membelinya. Astaga! Harganya mahal sekali," jawabnya sembari terkejut saat melihat harga yang tertera di sana.

"Wajar saja karena toko ini tidak menjual barang bekas. Sepertinya semua di sini original," ucapku.

"Ya kau benar." Aku melirik Miyazaki yang nampak memasang wajah sedih.

"Apakah kau menginginkannya?" Ku lihat dia menyentuh benda itu.

"Semenjak aku menjadi musisi jalanan, aku ingin menyimpan gitar milikku yang sekarang untuk dijadikan kenangan. Aku tak ingin menggunakannya karena sudah tidak layak digunakan. Sayangnya aku tidak memiliki uang banyak dan mungkin saja saat aku ingin membelinya, gitar ini sudah ada yang membeli," jawab Miyazaki. Ku anggukkan kepalaku.

"Apakah sekarang kau sedang menabung untuk membeli gitar ini?"

Miyazaki pun menjawab, "Jika tabunganku sudah banyak, mungkin aku akan membeli yang murah saja."

Ku anggukkan kepalaku lagi. Ternyata kehidupan Miyazaki cukup sulit. Ku dengar dia bekerja di sebuah café dan menjadi seorang maid di sana. Dia harus berpura-pura menjadi orang lain untuk menarik perhatian para tamu. Setelah selesai bercerita, kami melihat-lihat barang lainnya seperti amplifier, alat Disc Jockey, dan masih banyak lagi. Seusai melihat semua yang ada di ruangan ini, kami pun pergi dari sana setelah Miyazaki membeli pick gitar.

"Berapa lagi waktumu?" tanya Miyazaki. Aku melihat jam di tanganku.

"Sekitar 15 menit lagi," jawabku. Dia nampak berpikir sejenak.

"Bagaimana kalau kita makan? Aku ingin kau mencicipi makanan di sini," usul Miyazaki.

"Boleh. Makanan apa yang bisa kau tunjukkan kepadaku?"

"Hm … ikutlah! Akan ku tunjukkan café enak yang biasa aku kunjungi. Di sana banyak sekali makanan Jepang, ada pula makanan luar negeri. Namun aku lebih suka makanan khas negara ini." Miyazaki menarik tanganku. Kami pun berjalan bersama menuju ke suatu tempat. Aku melihat tanganku yang digenggam olehnya. Entah mengapa rasanya begitu menyenangkan.

"Ah maaf." Miyazaki tersadar dan segera melepaskan tangannya. Aku hanya tersenyum saja dan berkata tidak apa-apa. Kami pun berjalan dengan situasi agak canggung.

Sesampainya di sana, kami memilih meja yang dekat dengan jendela. Miyazaki merekomendasikan makanan yang pernah dia makan di café ini. Tentu saja aku tergiur, apalagi saat melihat buku menu yang dia tunjukkan. Meski makanannya sama seperti di Hokkaido, pasti cita rasanya berbeda. Ada pula makanan yang baru aku tahu namanya yang tidak pernah ku dengar dan ku lihat di Hokkaido. Miyazaki bilang kalau café ini cukup ternama di Tokyo. Semua harganya juga murah sekali. Aku saja sampai terkejut. Dengan kata lain, aku akan memakan makanan khas Tokyo dengan harga yang terjangkau. Hm … bagaimana rasanya ya?

Beberapa makanan yang direkomendasikan Miyazaki pun dipesan. Kini kami menunggu pesanan datang dengan saling diam. Aku memilih mengelilingi mataku ke penjuru café. Ruangannya cukup unik, dengan desain modern Japanese. Ada banyak menu yang tertera di banner dan buku menu. Rasanya tidak sabar untuk memakannya.

Aku dan Miyazaki membicarakan tentang Tokyo. Dia bilang di sini banyak sekali hal-hal unik yang tidak pernah ku lihat, termasuk naik ke Tokyo Tower di mana ketinggian di sana mencapai 333 meter. Wah, tinggi sekali, bukan? Di sana kami bisa melihat pemandangan kota Tokyo. Sepertinya aku harus ke sana, siapa tahu aku mendapatkan sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya. Ya apa lagi kalau bukan sensasi dari ketinggian?

Miyazaki pernah ke sana. Pertama kali dia naik adalah saat sekolah menengah pertama. Dia ketakutan hebat, bahkan tak bisa bergerak. Saat itu dia sedang dalam acara darmawisata, teman-temannya menertawakan dirinya yang ketakutan. Wali kelasnya sampai tak bisa berbuat apapun ketika Miyazaki dipintai untuk turun tapi dia tidak berani melangkahkan kaki. Aku sempat tertawa dan membayangkan bagaimana dia saat itu. Sepertinya lucu sekali melihatnya ketakutan. Karena aku tertawa, Miyazaki agak memajukan bibirnya dengan kesal. Dengan segera aku meminta maaf.

"Apakah sampai sekarang kau masih takut ketinggian?" tanyaku.

"Tidak tahu karena aku tidak pernah ke sana lagi semenjak hari itu," jawabnya. Ku anggukkan kepalaku. Tak lama kemudian, pesanan kami datang. Kami pun melahap makanan khas Tokyo itu.

Setelah makanan kami habis, kami pun keluar dari café. Hm … rasanya begitu enak. Sepertinya aku akan kembali suatu saat ketika aku masih berada di kota ini. Karena waktuku sudah habis, aku berpamitan dengan Miyazaki.

"Terima kasih untuk hari ini," kataku. Dia hanya menganggukkan kepala.

"Apakah kau senang?" tanya dia.

"Tentu saja. Banyak hal yang sebelumnya belum pernah ku lihat. Berkatmu aku menemukan hal unik di sini," jawabku seadanya.

"Bisakah lain kali kita melakukannya lagi?" Aku mengangkat kedua alisku ketika dia bertanya seperti itu. Siapa yang mau menolak ajakan gadis cantik di depanku ini? Tentu saja aku takkan menolaknya.

"Tentu saja, itu pun ketika aku sedang luang."

"Baiklah. Kalau begitu hati-hati di jalan," ucap Miyazaki. Dia mengembangkan senyum manisnya ke arahku. Aku membalasnya.

"Sekali lagi, terima kasih untuk hari ini." Lagi-lagi dia menganggukkan kepala. Aku pun pergi meninggalkannya. Dalam beberapa menit, aku berbalik lalu melambaikan tangan. Dia membalas lambaian tanganku. Sungguh, hatiku senang sekali hari ini. Sepertinya aku tidak akan pernah melupakan kenangan manis ini.

Setelah menemui orang yang ingin bekerja sama dengan perusahaan,

aku langsung pergi menuju ke bandara karena harus kembali ke Hokkaido. Hotaka telah menungguku, bahkan sedari tadi dia terus mengomel agar aku sesegera mungkin kembali ke sama untuk mengurusi perusahaan. Belum lagi tanteku yang bawel mempertanyakan ke mana saja aku pergi sampai 30 menit? Dia menunggu di bandara dengan lelah. Aku tidak peduli, aku langsung menarik tiket yang ada di tangannya lalu pergi meninggalkan dia. Wanita itu memarahiku sampai kami naik ke dalam pesawat. Pesawat pun lepas landas menuju ke Hokkaido.

Sesampainya di sana, aku langsung menghandle pekerjaan. Banyak berkas menumpuk, sepertinya Hotaka sengaja tidak melakukannya agar hanya aku yang menandatangani berkas-berkas sialan ini. Belum lagi, dalam setengah jam lagi aku harus menghadiri rapat. Padahal hari sudah malam, tapi aku harus hadir dalam rapat itu demi perkembangan perusahaan. Mau tak mau aku harus menghadirinya daripada terkena omel Papa.

Bersambung ...

><><><

ATTENTION : [ Please, jangan lupa komentar dan collection! ]

Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!

Nächstes Kapitel