webnovel

Rencana Menghentikan sang Lady 2

"Pergilah."

Arthur menghempaskan saputangan sutra yang menyeka noda darah di tangannya, wajahnya terlihat muram.

Wanita itu berusaha bangkit dengan tangan yang bertumpu pada lantai, keringat dingin bercucuran di pelipisnya.

Arthur tampak acuh dengan ketakutan yang dirasakan wanita itu, ia mengambil selembar kertas berisi gambar seorang wanita yang penampilannya mirip dengan Renee.

"Termukan dia untukku."

"Apakah dia … saudara tiri Renee?" Wanita itu menundukkan kepalanya dan menatap kertas, ia menelan ludahnya.

Arthur mendengkus, matanya melotot. Laki-laki itu tidak mau repot-repot menjelaskan dengan emosinya yang meledak-ledak. Wanita yang ada di depannya ini hanya seseorang yang menemaninya sebentar, ia tidak perlu tahu terlalu banyak.

Wanita itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Jika orang yang ada di depannya bukan orang kepecayaan Ratu dan tidak memiliki banyak koin emas di tangannya, ia tidak akan mau merendahkan dirinya seperti ini.

"Ya, ya, aku akan menemukannya." Sang wanita menyahut dengan terbata-bata, lalu menggulung kertas itu dan berlari keluar secepat mungkin, seakan kalau ia berdiam lama di tempat ini saja, ia akan berakhir dengan cekikan di lehernya.

Begitu malam menjelang, Arthur benar-benar menjalankan rencananya, ia mempersiapkan kuda dan perbekalan untuk pergi ke kota Dorthive, tidak lupa pula ia membawa beberapa senjata rahasia.

Arthur berjalan dengan pelan sambil menuntun kudanya, niatnya untuk tidak membuat keributan dengan pakaian yang sederhana.

Tapi sepertinya ia salah, entah wanita tadi telah berkhianat, atau Ratu yang mengetahuinya. Sekarang di depannya ada dua orang prajurit.

"Anda tidak boleh meninggalkan Ibukota." Prajurit itu memegang tombak dan salah satunya memegang pedang, jelas kalau mereka akan menggunakan kekerasan.

"Aku ada keperluan di luar dan aku mempunyai surat bertandatangan Ratu." Arthur sudah tahu hal seperti ini terjadi dan ia mengeluarkan selembar kertas yang berisi tulisan dan tanda tangan indah sang Ratu. "Sekarang minggir, sebelum aku melaporkan kalian berdua dan berakhir di penjara bawah tanah."

"Tuan, anda yang seharusnya berakhir di penjara bawah tanah." Prajurit itu tidak sabar lagi, mereka mengangkat pedang dan tombak. "Membuat surat palsu atas nama Ratu adalah kejahatan yang berat."

Arthur terkekeh, ia menjatukan kertas yang ia pegang ke atas tanah dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah.

Dua prajurit itu awalnya ragu untuk melakukan kekerasan pada orang kepercayaan Ratu.tapi setelah melihat senyuman merendahkan di wajah laki-laki itu mereka menjadi yakin.

Laki-laki yang ada di depannya ini adalah orang yang memiliki potensi untuk mengkhianati Ratu Ginevra!

"Tuan, anda yang meminta ini."

Salah satu prajurit mengayunkan pedangnya ke arah Arthur, laki-laki itu membuk jubahnya dan menepuk kudanya untuk menjauh, tanpa berbasa-basi ia mengubah kedua tangannya menjadi tangan monster dan menangkap pedang itu.

KRAK!

Pedang prajurit itu langsung patah menjadi dua, ia terkejut dan di detik berikutnya tubuhnya terbanting ke atas tanah.

"Astaga." Rekannya yang memegang tombak itu hampir tidak berkedip, di bawah cahaya bulan ia hampir tidak bisa membedakan apakah yang ada di depannya ini manusia atau bukan. "Tuan, anda …."

Arthur menggerakkan tangannya, kuku runcing itu saling beradu mengeluarkan suara yang tidak nyaman. Dua prajurit itu saling pandang dan mereka mulai waspada.

"Karena kalian sudah melihatnya, maka tidak ada yang perlu dirahasiakan lagi." Arthur tiba-tiba menerjang prajurit yang memegang tombak, tanpa memegang senjata, ia berhasil melukai lengan sang prajurit.

"Argh, sial." Prajurit itu meringis, tangannya yang lain menggerakkn tombak dan menghantam bahu Arthur.

PRAK!

Lagi-lagi tombak itu patah menjadi dua, Arthur menangkap ujung tombak dan menusukkan ke punggung sang prajurit, tidak sampai di sana saja, ia juga menghempaskan tubuhnya ke atas tanah.

BRAK!

Prajurit lain yang tersisa terkejut, sebelum ia sempat bereaksi lebih banyak, Arthur mencabut ujung tombak dari tubuh rekannya dan menerjang ke arahya.

"Tidak heran kalau Ratu mengawasi anda." Prajurit itu menghindar sambil mengeluarkan belati dari saku belakangnya.

"Heh," decih Arthur, kuku yang runcing itu tidak berhenti mengayun dan selalu ditahan dengan belati sang prajurit, tapi tentu saja, gerakan manusia lebih lambat daripada monster, begitu Arthur menggerakkan kedua tangannya, prajurit itu terhempas ke atas tanah.

"Sayang sekali kau sudah tahu semuanya … kau akan berakhir di sini." Arthur terkekeh, ia melompat dan mencengkeram leher sang prajurit, kuku-kukunya yang panjang itu menembus lehernya. "Apakah kau punya kata-kata terakhir?"

Prajurit itu terbatuk mengeluarkan darah, ia mengerang dan berusaha memberontak, Arthur meyeringai, kukunya semakin dalam menusuk hingga sang prajurit tidak bisa lagi bergerak.

Arthur terkekeh-kekeh, menyeret tubuh sang prajurit dan menghempaskannya ke sebuah pohon besar yang ada di pinggir jalan.

Bunyi retakan pohon terdengar dan dedauan di atasnya sedikit bergoyang, Arthur menyeka tangannya yang berdarah dan menatap sang prajurit.

Dua prajurit yang menghadangnya tadi, kini tidak bergerak lagi, yang satu tewas dengan punggung berlubang dan yang satunya lagi meringkuk dengan mulut dan telinga yang berdarah. Kejadian ini berlangsung dengan sangat cepat, suasana yang tadinya ribut kini menjadi sunyi dan sepi.

"Melelahkan sekali." Arthur menggosok tangannya yang telah kembali seperti semula. "Ratu Ginevra sepertinya punya banyak waktu untuk mengawasi semua orang."

Di bawah cahaya bulan, mata birunya itu terlihat berkilat-kilat, ia mengelap kedua tangannya lagi berulang-ulang sampai bersih. Sepertinya setelah kejadian ini ia tidak bisa lagi bermanis muka di depan sang Ratu, wanita tua itu sepertinya sudah tahu dengan jelas niat dan tujuannya.

"Tidak apa-apa," gumamnya sambil menyeringai, mata birunya itu menyipit menatap bulan yang ada di atas langit. "Dengan begini aku tidak akan berpura-pura lagi … Leo tunggulah sebentar lagi kita akan bertemu."

Arthur sebenarnya enggan menemui Leo, tapi demi mengakhiri semuanya ia akan datang dan menghentikan Lady Renee, tidak peduli jika ia harus melakukannya dengan cara yang kasar atau membuat sang Lady menderita.

Tidak masalah.

Selama Arthur bisa menyeret wanita itu keluar dari kota Dorthive, entah itu utuh atau tidak, bukan masalah.

"Renee … bahkan aku belum bertemu denganmu, tapi aku sudah merindukanmu … luar biasa sekali." Laki-laki itu menyeringai, setengah wajahnya disinari oleh cahaya bulan terlihat menampilkan senyuman yang aneh. "Sepertinya aku jatuh cinta denganmu."

Arthur menepuk kedua tangan dan terkekeh lagi, tidak lama kemudian ia berjalan menuju kuda yang menunggu tak jauh dari mayat kedua prajurit.

Laki-laki itu meninggalkan Ibukota tanpa menoleh lagi. Malam itu adalah malam berdarah di mana tidak hanya ada dua orang saja yang tewas karena menghalangi Arthur, tapi sepanjang penjaga perbatasan yang ingin menghentikannya, tewas dengan mengerikan.

Seakan-akan, Arthur telah mengibarkan bendera pemberontakannya pada sang Ratu dengan tegas.

Nächstes Kapitel