webnovel

Lamaran yang menyakitkan Part 1

Di sebuah desa sebut saja "Desa Randu Putih" tinggalah seorang Gadis jelita sebut saja namanya Disha, dia berumur 17 tahun harus mencari nafkah sendiri dan menjadi tulang punggung keluarga karena sang Ayah tercinta sudah dulu pergi ke alam baka, dengan banyak saudara yang masih kecil-kecil Disha rela harus putus sekolah demi adik-adiknya tercinta yaitu Maulidia dan Zaenal.

Ya ... Sang bunga desa adalah panggilan yang tepat untuk si gadis desha yakni Disha putri cantik jelita tidak sedikit para laki-laki yang jatuh hati padanya baik dari berbagai kalangan semuanya dia tolak, karena Disha menganggap mereka ingin memilikinya bukan karena cinta namun hanya kesenangan sesaat.

Kisah berawal dari dia putus sekolah SMK kelas XI karena sudah tidak punya biaya lagi.

Suatu ketika datang seorang laki-laki yang cukup terkenal di daerah sebelah sebut saja Heru anak seorang pedagang sukses juga terkenal karena orang terkaya di kampung itu, dia mendatangi Ibunya dengan maksud melamarnya.

"Assamu'alaikum," sapa Si Heru yang terlihat berpenampilan keren, juga cucok sesekali dia membenarkan tatanan rambut juga lengan bajunya.

Krieek ... Suara pintu terbuka

"Wa'alaikumsalam Warohmatullohi Wabarokatuh, Mari silahkan masuk dan mari duduk!" jawab Ibunya lalu mempersilahkan pada Heru untuk duduk.

"Maaf ... ini Mas Heru kan anak pengusaha kampung sebelahkan?" tebak Ibunya Disha sebut saja namanya Putri.

"Ibu kok tahu sih, siapa saya ini, kan jadi malu, " Sambil berkata dia menggeliatkan tubuhnya dengan menjempit kedua tangan dengan pahanya.

"Ya ... tahulah, siapa yang tidak mengenal seorang saudagar kaya raya itu mah sudah bukan rahasia umum lagi, oalah ... jadi kamu itu anaknya, ngomong-ngomong ada apa ya ... kamu kerumah saya, mungkinkah ada tujuan atau sesuatu hal yang mengharuskan kamu kesini," ujar Putri

"Itu Ibu! Saya sering melihat putri Ibu ketika jualan keliling sepertinya saya tertarik ya," kata heru sambil mengeluarkan Jam tangan yang sangat mahal dari sakunya lalu memakainya.

Belum saja Heru selesai berbicara Putri menyahutnya dengan sedikit mengeraskan suaranya , "Maksudnya tertatik bagaimana sih Mas." Penasaran Putri dalam hatinya sudah menebak dengan berkata, "Hmm ... Semoga saja dia menyukai anak saya kemudian menikahi lalu saya jadi orang kaya juga terpandang ... hmm."

"Gini Ibu," Sambil memandang Ibunya Disha yang tidak tahu mengapa tiba-tiba melamun, segera Heru sedikit menhentakkan suara dengan berkata, "Ibu ... halo!" Sambil melambai-lambaikan tangan kanannya.

"Iya ... Iya ... Apa Mas Heru, maaf tiba-tiba saya kepikiran Disha ya ... tumben jam segini belum pulang," sambil berdiri menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengalihkan perhatiannya agar terlihat gelisah memikirkan putrinya.

"Biarlah Bu, tidak mengapa mungkin masih dalam perjalanan ah ... yang penting Ibu dulu yang mengetahui apa maksud dan tujuan saya kemari, adapun soal putri Ibu soal belakangan tidak mengapa," tutur Heru yang berusaha menenangkan Ibunya baru Ibunya duduk kembali dan siap mendengarkan apa yang akan disampaikan Heru.

"Begini Ibu, kedatangan saya kemari itu ingin meminta restu dan izin juga berunding bagaimana kalau putri Ibu saya jadikan istriku, saya janji Ibu akan membahagiakannya sepenuh hati, nanti Ibu dan keluarga saya buatkan rumah yang bagus dan lebih layak, atau Ibu bisa ikut tinggal bersama kami nantinya," ungkap Heru yang kemudian menundukkan kepala lalu menengadahkannya lagi.

Mendengar Heru mengucapkan hal seperti itu Ibunya Disha menjadi bahagia bukan main karena jika benar-benar terjadi akan menjadi orang kaya dan terpandang, namun dia agak jual mahal dengan berkata, "Alhamdulillah ... Mas Heru mau menerima kami yang hanya seperti ini, kalau saya ya ... setuju-setuju aja ya Mas, namun entah Dishanya mau atau tidak soalnya dianya agak pilih-pilih gitu, hmm ... taulah anak zaman sekarang kalau tidak ada yang menarik-menarik gitu tidak mau."

"Oh ... Kalau masalah itu mah gampang, kalau dia mau menikah dengan saya sebelum menikah saya beri motor atau mobil biar kalau jualan tidak kesulitan atau saya buatkan rumah makan biar tidak jualan keliling desa, kalau urusan seperti itu mudah, bagaimana Ibu bisa mengusahakan," tutur Heru, dia berani berkata seperti itu karena dia faham bagaimana karakter Ibunya Disha.

"Iya ... Coba nanti saya bujuk agar mau menikah sama kamu, eh sama Mas Heru," terang Ibunya Disha.

"Ya ... Sudah kalau begitu saya pamit pulang dulu, tolong nanti sampaikan salam dari saya Mas Heru mau melamarnya," kata Heru sambil berdiri dia mengeluarkan sesuatu kemudian diberikan kepada Ibunya Disha.

"Ah ... Apaan ini Mas tidak usah ... kamu kesini saja saya sudah bahagia," kata Ibunya Disha.

"Biarlah Ibu, itu awalnya nanti ada lagi yang waw ... tenang saja yang penting Disha putri Ibu mau menikah sama saya," terang Heru yang kemudian pergi begitu saja.

Sebentar saja tubuhnya sudah tidak terlihat lagi.

Ibunya Disha yang kini di dalam rumah sendiri tersenyum-senyum sendiri karena membayangkan akan menjadi orang kaya raya dan terhormat juga terangkat dari lembah kemiskinan lama dia melamun hal-hal yang belum pasti hingga Zaenal adik pertama Disha tiba di rumah tidak mengetahuinya.

"Ibu! ... Ibu! ... " Panggil Zaenal sambil menepuk-nepuk bahu Ibunya.

Sontak Ibunya kaget seraya berkata, "Zaenal kamu ini, mengagetkan Ibumu, sudah dari kapan kamu di situ, dimana kakakmu itu," kata Ibunya yang sambil menggerak-gerakkan kepalanya.

"Dari tadi Bu, la Ibu ... saya lihat dari tadi melamun saja ya ... jadi saya pukul-pukul ... kalau Kak Disha tidak tahu kemana, paling-paling juga jualan keliling, Ada apa ya Ibu? Tumben mencari Kakak biasanya juga menyuruh-nyuruh Kakak cepat-cepat jualan, hmm pasti ini ada apa-apa? ... Ada Apa Bu?" tanya Zaenal yang penasaran dengan pertanyaan Ibunya yang menanyakan keberadaan Kakaknya.

"Udah kamu cari dulu gih kakakmu suruh pulang cepet penting, nanti saya kasih tahu kalau sudah sampai di rumah," terang Ibunya.

Zaenal yang sudah faham watak Ibunya, cepat-cepat dia pergi walau pulang sekolah capek dan belum makan tetap dia berangkat mencari Kakaknya dari pada mendapat perlakuan kurang baik dari Ibunya.

Lama dia mencari akhirnya ketemu juga, dia melihat Kakaknya sedang di kerumuni oleh para pembeli maka dengan cepat Zaenal mendekatinya seraya berkata, "Kakak! Tuh kamu dicari Ibu katanya penting."

"Zaenal kok kesini, sudah makan? Ini sebentar lagi mau habis nunggu bentar lagi ya ... nanti Ibu marah kalau dagangannya tidak habis," tutur Disha dengan lembut sambil memberinya makanan.

"Sudahlah kak ... Sama Ibuk disuruh pulang cepat sepertinya ada sesuatu hal, saya juga kurang tahu ya ... Kak, kenapa ya kak saya merasa kalau Ibu itu Ibukan Ibu kita, dia sering berbuat kasar kepada kita namun pada Maulidia dia sangat sayang sekali, juga dimanja-manja," kata Zaenal.

"Sudahlah jangan berkata begitu bagaimana pun itu Ibu kita yang membesarkan merawat kita," kata Disha yang sebenarnya mengetahui kalau Ibunya sekarang adalah Ibu tiri.

Nah, Bagaimana kelanjutan kisahnya.

Mari ikuti ceritanya.

Nächstes Kapitel