webnovel

33. Kepergian Prabu Kamandanu bagian 1

Gelapnya malam ditambah dinginnya udara malam membuat penduduk bumi tertidur pulas menikmati istirahatnya. Selimut tidur menjadi penghalang dari dinginnya udara yang menusuk tubuh. Ditambah guling dan bantal cadangan di letakkan di samping badan agar rasa hangat dan nyaman itu terasa. Kain penutup jendela di tutupkan di jendala, agar kita tidak bisa melihat seramnya kegelapan malam lewat jendela.

Dikamarnya yang luas dan mewah, Prabu Kamandanu tertidur sendiri. Dewi Larasati sudah lama pergi meninggalkannya. Dewi Larasati sudah menjadi bidadari di istana gaibnya. Apalagi dengan istri ke duanya. Dewi Ambiwati juga telah pergi meninggalkannya. Dewi Ambiwati di usir dari istana dan di kutuk menjadi buaya raksasa. Sekarang yang menemani Prabu Kamandanu tidur hanya guling dan bantal saja. Serta sehelai selimut yang di gunakannya sebagai pelindung tubuh dari dinginnya udara malam. Tidak tahu kenapa, malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Ketika Prabu Kamandanu tertidur pulas ada cahaya putih masuk ke tubuhnya. Ketika cahaya putih itu masuk, dalam tidur yang nyenyak Prabu Kamandanu bermimpi bertemu dengan Dewi Larasati. Mimpi itu seperti nyata. Dewi Larasati hadir dengan baju serba putih serta memiliki sayap di punggungnya serta kecantikannya tidak pernah pudar. Apa yang di inginkan Bidadari itu? Dalam mimpi mereka mulai bercakap-cakap. Dewi Larasati mengutarakan tujuan dari kedatangannya lewat mimpi.

"Dinda Larasati! Apa itu benar-benar engkau?" kata Prabu Kamandanu.

"Iya Kanda ini aku," jawab Dewi Larasati.

"Dinda? Kau sangat cantik! Kau tidak berubah. Sama seperti awal kita kenal," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Kanda. Inilah Bidadari. Kecantikannya akan kekal abadi," jawab Dewi Larasati.

"Aku rindu padamu dinda, sangat rindu sekali," kata Prabu Kamandanu.

"Aku pun juga begitu kanda, sudah lama kita berpisah karena beda dunia," kata Dewi Larasati.

"Apa tujuanmu ke sini dinda? Ada gerangan apa dinda menemuiku," kata Prabu Kamandanu.

"Aku ingin menagih janjimu kanda," kata Dewi Larasati.

"Janji apa dinda?" kata Prabu Kamandanu.

"Apakah kanda lupa? Kanda akan hidup bersamaku selamanya," kata Dewi Larasati.

"Saya tidak lupa dinda. Tapi...?" kata Prabu Kamandanu.

"Tapi apa Kanda? Saatnya kanda harus meninggalkan dunia ini. Kanda akan menjadi dewa. Dan hidup bersamaku selamanya. Kita akan sudah mempunyai istana gaib di telaga Pringsewu. Apa kanda lupa dengan janji kanda?" kata Dewi Larasati.

"Iya dinda. Tentu saja aku bersedia bersamamu selamanya. Tapi bagaimana dengan kerajaan yang kutinggal ini?" kata Prabu Kamandanu.

"Urusan duniawi sudah selesai kanda! Putri Sekarwati, putri kita akan menikah dengan Pangeran Arya. Mereka akan menjadi ahli waris dari kerajaan Pringsewu. Sementara engkau bersamaku," kata Dewi Larasati.

"Iya dinda, tapi aku tidak bisa menyaksikan pernikahan mereka ketika aku sudah pergi bersamamu," kata Prabu Kamandanu.

"Itu ada solusi kanda. Nanti di acara pernikahan mereka. Kita tetap datang menyaksikan pernikahan itu. Hanya saja yang bisa melihat keberadaan kita hanya Putri Sekarwati dan orang-orang tertentu," jawab Dewi Larasati.

"Bagaimana caranya dinda," tanya Prabu Kamandanu.

"Aku akan memberikan batu mestika hitam kepadamu, lalu batu itu kamu serahkan kepada Putri Sekarwati dan Pangeran Arya. Cukup menggesekkan batu mestika hitam itu di mata, maka mereka bisa melihat keadaan kita. Batu itu aku letakkan di atas meja kamarmu kanda. Batu itu juga bisa digunakan mereka untuk sowan ke tempat kerajaan gaib kita ," kata Dewi Larasati.

"Baiklah dinda. Memang sudah saatnya aku pergi bersamamu. Akan kutepati janjiku," kata Prabu Kamandanu.

"Aku sudah memberikanmu anugerah. Dengan susuk yang aku berikan, Kanda tidak bisa tua dan Kanda bisa memilih kematian kanda untuk menjadi dewa. Setelah menjadi Dewa kanda akan hidup bersamaku," kata Dewi Larasati.

"Oh iya Dinda. Lalu bagaimana caranya aku bisa mati dan menjadi dewa," kata Prabu Kamandanu.

"Sama seperti caraku menjadi manusia. Kanda harus bertapa di gua Pringsewu, gua yang letaknya dekat telaga Pringsewu. Setelah bertapa kanda akan mati. Dan arwah kanda akan menjadi Dewa. Dan tolong! Jasad kanda di kuburkan dekat jasadku yang terletak dekat dengan telaga Pringsewu," jawab Dewi Larasati.

"Baiklah dinda, Aku mengerti. Tapi aku harus berpamitan dulu dengan anak dan menantu kita," kata Prabu Kamandanu.

"Silakan kanda. Aku menunggumu Kanda," kata Dewi Larasati

Tiba-tiba wujud Dewi Larasati berubah menjadi cahaya dan menghilang. Cahaya keluar dari tubuh Prabu Kamandanu yang sedang tertidur.

Setelah itu Prabu Kamandanu terbangun dari mimpinya. Prabu Kamandanu melihat mejanya. Ternyata di atas meja ada mestika hitam seperti yang di bicarakan Dewi Larasati dalam mimpinya.

"Hah! Mestika! Ini untuk Putri Sekarwati dan Pangeran Arya jika mereka kangen denganku dan ibunya," gumam Prabu Kamandanu.

Prabu Kamandanu langsung menyimpan mestika itu ke dalam lacinya. Dan suatu saat di berikan kepada Putri dan menantunya. Dalam hati Prabu Kamandanu sedih, karena harus meninggalkan putrinya di dunia. Tapi bagaimanapun juga Prabu sudah berjanji dengan istrinya. Bahwa akan hidup bersama dengannya. Prabu Kamandanu akhirnya mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Putri Sekarwati dan Pangeran Arya, dia juga meminta pamit pada Pendekar Sutra Ungu. Prabu Kamandanu mengajak Putri Sekarwati, Pangeran Arya dan Pendekar sutra ungu ke ruangan tertutup untuk membahas masalah ini.

Tok...tok...tok!

Suara Prabu Kamandanu mengetuk kamar Pendekar Sutra ungu.

"Siapa?" kata Nyai Wungu.

"Aku Nyai. Prabu Kamandanu," kata Prabu Kamandanu.

"Iya sebentar Prabu," kata Nyai Wungu

"Ada apa kanda? Prabu Kamandanu membangunkan kita," bisik Kiai Wungu kepada istrinya.

"Tidak tahu. Mungkin ada hal penting yang di sampaikan. Kita buka saja kanda," kata Nyai Wungu.

Cekrek!

Suara pintu terbuka menyambut kehadiran Prabu Kamandanu.

"Ada apa Prabu." kata Nyai Wungu.

"Besok pagi saya ingin berbicara dengan kalian. Sangat penting sekali. Besok pagi kalian harus di ruangan rapat istana," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Prabu. Kami akan siap-siap di waktu pagi," kata Nyai Wungu.

"Baiklah. Aku pamit dulu. Selamat beristirahat," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Prabu," kata Nyai Wungu.

Cekrek!

Suara pintu tertutup setelah Prabu Kamandanu menyampaikan maksud tujuannya.

"Ada apa ini? Tidak biasanya Prabu membangunkan kita malam seperti ini," kata Nyai Wungu.

"Pasti ini sangat penting dinda," jawab Kiai Wungu.

"Ya sudah! Besok lita datang saja ke ruangan rapat," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda, ayo tidur ini masih malam," kata Kiai Wungu.

Pagi-pagi Pendekar sutra ungu sudah siap di ruangan rapat istana, mereka menunggu kehadiran Prabu Kamandanu. Tiba-tiba Prabu Kamandanu datang membawa Putri Sekarwati dan Pangeran Arya untuk ikut berdiskusi.

Cekrek!

Suara pintu terbuka, Prabu Kamandanu, Putri Sekarwati dan Pangeran Arya memasuki ruangan rapat istana. Mereka duduk di kursi yang di sediakan sambil pintu istana di tutup.

"Semuanya! Silakan duduk," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Romo," kata Pangeran Arya dan Putri Sekarwati.

Cekrek!

Pintu di tutup oleh prabu Kamandanu, agar tidak ada orang yang mengganggu.

Bersambung.

Nächstes Kapitel