Gadis bernama Liu Yan Ran itu hanya bisa menangis menyadari akhir dari hidupnya. Kehormatan yang dia jaga selama bertahun tahun akan dihancurkan oleh pemuda di depannya. Dengan tubuh bergetar Yan Ran hanya bisa meronta dan menutup matanya saat Pangeran Chang Bin merobek pakaiannya.
Tawa puas pemuda itu menggelegar di seluruh ruangan saat satu persatu penutup tubuh Yan Ran dia lepaskan sehingga memperlihatkan kulit mulus Yan Ran yang selalu dibayangkan dalam mimpinya. Yan Ran terus menangis dan meronta menolak segala sentuhan pemuda itu, tapi pemuda itu tak segan untuk memukul dan menampar Yan Ran.
Plakk…
Sebuah tamparan terasa di pipi Yan Ran ketika Yan Ran menendang area vital pemuda itu.
"Beraninya Kau!"
Tindakan Yan ran tersebut memicu kemarahan dalam diri Pangeran Chang Bin. Sehingga kali ini dia bertindak dengan lebih kasar lagi. Dia melucuti semua pakaian Yan Ran dan hanya menyisakan sehelai kain tipis sebagai pelindung tubuh gadis itu. Pemuda itu lantas mendekati Yan Ran dan berusaha menyentuh Yan Ran, namun sebuah suara gaduh di luar membuat pemuda itu berhenti.
Arghhh…
Pangeran Chang Bin lantas menarik tubuhnya dan meninggalkan Yan Ran. Pria itu mengambil sehelai jubahnya dan mengenakannya asal. Dia berjalan ke depan tenda dengan berteriak, "Ada apa lagi?"
Bruk.
Tubuh pemuda itu terlempar beberapa meter ke dalam ruangan. Darah keluar dari mulut Pangeran Chang Bin saat dia mengangkat wajahnya. Menatap sosok yang berjalan masuk ke dalam tenda. Sosok yang baru saja memukulnya. Tanpa suara, Chang Bin bangkit mengepal tangan dan melayangkan nya kepada sosok itu. Namun sosok itu dengan sigap menghindar dan melayangkan pukulan lain pada Chang Bin.
Bruk
Chang Bin kembali terjatuh dengan sebuah lebam di wajah kanannya. Rasa pening menghinggapi pemuda itu saat pukulan ketiga melayang di kepalanya. Membuat darah segar mengalir dari pelipis pemuda itu.
Yan Ran masih diam dengan tubuh bergetar melihat pertarungan di depannya. Dia berusaha menarik sehelai kain yang tergeletak di atas ranjang itu untuk menutupi tubuhnya yang hampir polos. Gadis itu meringkuk dan merapatkan tubuhnya. Melindungi tubuh setengah polosnya dari mereka.
Sosok itu melirik ke arah Yan Ran sekilas lalu memalingkan muka ke arah lain. Dia tidak bersuara namun Yan Ran bisa mendengar langkah kaki pelan dan suara-suara pukulan yang pekikan pelan saat sosok itu memuluku tubuh Pangeran Chang Bin.
Pangeran Chang Bin yang telah kalah telak tidak bisa berbuat apapaun selain pasrah menerima kepalan tangan sosok itu yang terus menghantam tubuhnya.
"Hen-hentikan," lirih Pangeran Chang Bin setelah tubuh pemuda itu bersimbah darah. Wajahnya membiru, kulit dahi dan pelipisnya robek, rambutnya acak-acakan, dan bahkan pakaian bagian depannya telah menggelap oleh darahnya yang terus mengalir.
Sosok itu menghentikan gerakannya dan sekali lagi menendang perut pemuda itu dan membuatnya terdorong jauh ke depan. Dia menarik nafas sejenak sambil mengedarkan padangan ke seluruh ruangan, tatapannya sekilas melirik peta perbatasan Shujing dan Duan di satu sisi ruangan namun dia abaikan. Dia menarik tali pengikat jubahnya lalu melemparnya ke arah Yan Ran. Jubah besar itu secara otomatis jatuh dan menutupi seluruh tubuh Yan Ran.
Yan Ran tersentak kaget saat kain besar itu jatuh menutupi tubuhnya. Secara naluriah gadis itu segera menarik diri dan meringkuk semakin jauh dari tepi ranjang. Namun kalimat yang Yan Ran dengar selanjutnya membuat gadis itu ragu.
"Keluarkan tanganmu," kata sosok itu.
Yan Ran tidak bisa melihat wajah sosok itu, karena kepala nya yang juga tertutup jubah besar tadi. Namun tanpa sadar dia menuruti kata-kata sosok pemuda itu dan mengeluarkan tangannya yang terikat. Yan Ran merasakan sebuah besi dingin bersinggungan dengan tangannya dan tak lama kemudian tali yang mengikat tangannya terlepas.
Ranjang itu bergerak pelan saat sosok penolong Yan Ran beralih dari sana. Yan Ran kembali menarik tangannya dan mencoba membenahi pakaian yang dia kenakan sebisanya.
"Wangye," sebuah suara lain terdengar di luar tenda diikuti langkah kaki yang terdengar bergegas masuk.
Yan Ran dengan panik berusaha membenahi penampilannya secepat mungkin tapi sosok itu kembali bersuara.
"Tunggu di luar," tukasnya.
Yan Ran terdiam. Tubuhnya masih tertutup jubah besar, bahkan kepalanya pun masih tersembunyi.
"Kenakan pakaianmu dan ikut aku," ucap sosok itu. Lalu Yan Ran mendengar suara terseret dari sana juga suara langkah yang semakin menjauh.
Yan Ran memberanikan diri membuka jubah tersebut dan melihat tidak ada seorangpun disana. Kelegaan segera menghinggapi gadis itu. Tanpa menunggu lama, yan ran mengambil pakaian apapun yang bisa dia kenakan dan mengenakannya. Setelah memastikan seluruh tubuhnya tertutup rapat Yan Ran kembali mengambil jubah tadi dan mengenakannya dan berjalan keluar.
Segera setelah keluar dari tenda Yan Ran bisa melihat asap mengepul di sekitarnya. Puluhan tenda di sekitarnya terbakar dengan mayat-mayat prajurit Shujing yang tergeletak tak bernyawa. Sosok pemuda berdiri tak jauh dari Yan Ran. Di dekat kakinya, Pangeran Chang Bin tergeletak tidak sadarkan diri dengan tubuh terikat.
"Terima kasih," lirih Yan Ran kepada sosok itu.
"Segeralah kembali ke kediamanmu," ucap sosok itu. Sosok penolong Yan Ran. Pemuda itu berbalik dan membuat Yan Ran bisa melihat wajah aslinya. Satu kata yang bisa Yan Ran gambarkan, sempurna.
"Bawahanku akan mengikutimu dan memastikan keamanan mu, tapi ingat jangan biarkan orang lain melihatmu," tambahnya.
"Tentu," jawab Yan Ran memahami maksud pemuda itu.
Seorang pria mendekat ke arah mereka dengan membawa dua ekor kuda. Pria itu terlihat lebih tua dari pemuda tadi, namun tetap menunduk hormat dan menunjukkan sikap sopan pada pemuda itu.
"Pergilah," perintahnya.
Yan Ran mengangguk dan menarik tali kekang kuda yang diberikan padanya. Tubuh kecilnya dengan mudah naik ke atas pelana kuda dan berusaha mengendalikan kedua tersebut. Yan Ran melihat sekilas sosok wajah penolongnya, mengangguk singkat, lalu memacu kuda tersebut meninggalkan tempat itu.
Tidakkah dia penasaran? Tentu saja.
Namun lebih baik Yan Ran tidak tahu apa-apa. Dengan begitu dia tidak akan memiliki ingatan apapun tentang kejadian malam ini. Dengan tidak adanya ingatan apapun, maka tidak akan ada yang tahu dan mempertahankan kehormatannya. Setidaknya itu, yang bisa dia lakukan sekarang. Berpura-pura bahwa tidak terjadi apapun padanya.
***
Zlarr…
Suara petir yang menggelegar dahsyat tak membuat barisan prajurit Kekaisaran Duan yang bersiap untuk menyerang menjadi gentar. Dengan tubuh tegap dan senjata yang telah siaga juga mata yang waspada mengawasi sekita membuat barisan itu terlihat layaknya sebuah permadani hitam di atas rumput merah. Saat ini, seluruh pasukan itu tengah berdiri menunggu sinyal dari Pangeran Qian. Jendral Su berdiri di barisan terdepan berada tepat di antara pasukan Perak dan pasukan Provinsi Jingsi. Ketika semburat merah terlihat dari arah barat, barulah pasukan itu bergerak menuju wilayah Shujing.
"Jendral, apakah menurut Anda kita akan menyelesaikan perang hari ini?" tanya salah seorang komandan pasukan perak.
"Aku juga tidak tahu, tapi aku percaya pada rencana Pangeran Qian," ujar Jendral Su lalu memacu kudanya menuju Shujing.
Dalam benaknya, pria paruh baya itu hanya bisa berdoa semoga pemuda itu menepati janjinya.
***