webnovel

Rencana Sang Pangeran

Semilir angin senja menyapa Pangeran Qian dan pasukannya saat dia memasuki wilayah Lan Yi. Deretan perbukitan tandus yang berwarna kemerahan karena darah para prajurit yang tumpah disana. Tidak ada pohon ataupun rumput yang tersisa di sana. Sejauh mata memandang hanya tumpukan kayu dan mayat yang dibakar untuk mencegah binatang pemakan bangkai datang. Selebihnya, hanya aroma anyir yang menyengat dan juga suara-suara rintihan samar dari para prajurit yang terluka.

Pangeran Qian telah melihat situasi perang hari ini. Bagaimana kedua pasukan dari kedua belah pihak saling beradu kekuatan dan mempertaruhkan nyawa siapa yang lebih kuat. Tidak ada yang berbeda dari perang-perang lain yang pernah ia lakukan sebelumnya. HIngga tiba-tiba kedua pasukan menarik senjata tepat sebelum matahari menyingsing. Pangeran Qian menyipitkan matanya menatap jauh ke tengah medan perang. Kedua Jendral saling memperdebatkan sesuatu.

Pangeran Qian tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan, namun melihat tawa angkuh musuh membuat Pangeran Qian jengah. Dia segera mengambil busur miliknya dan menarik satu anak panah miliknya. Membidik seseorang yang sedang memamerkan keangkuhan di tengah medan perang.

"Jendral Su Feng!" panggilnya.

Sang Jendral mundur selangkah untuk berbalik mencarinya dan secara otomatis memberinya celah yang cukup untuk melihat targetnya. Sebelum dapat menemukan dirinya, anak panah Pangeran Qian telah melesat terlebih dulu dan menembus baju zirah pria itu. Kedua pasukan yang tengah melakukan gencatan senjata itu lantas segera waspada saat melihat pria itu jatuh terduduk dengan anak panah tepat di dadanya dan darah yang mulai keluar dari mulutnya.

Pangeran Qian menarik tali kekang kudanya dan melaju ke tengah medan perang. Jubah putihnya melambai ringan sedangkan zirah peraknya bergemerincing pelan.

"Sudah saatnya mengakhiri perang ini, Jendral Su Feng." Ucapnya ketika dia tiba di depan Jendral Su Feng.

Pria tua itu lantas menarik pedangnya dan bersimpuh menghormat padanya.

"Salam, Yang Mulia Pangeran Pertama," ucapnya diikuti seluruh prajurit Duan.

Pangeran Qian hanya mengangguk pelan. Dia melihat sekeliling dan melirik pasukan musuh yang mulai terlihat ketakutan setelah pemimpin mereka jatuh terkapar. Keberanian mereka mulai menyusut dan kepercayaan diri mereka perlahan memudar.

Pangeran Qian melirik pria yang masih meregangkan nyawa di depannya dengan tatapan malas. Satu lagi sosok angkuh yang meremehkan kekuatan Duan.

"Apa yang dia katakan, Jendral?" tanya Pangeran Qian.

"Pasukan Shujing telah menyandera putri hamba, Yang Mulia."

Pangeran Qian mengangguk sekilas. Dia melirik Panglima Wan yang berdiri tak jauh di belakangnya. Pria itu mengangguk paham dan segera mendekati Jendral musuh. Dia menarik pedangnya dan dalam sekali tebas memenggal kepala Jendral Lu Min di hadapan semua orang.

Kengerian segera terasa di tengah medan perang Lan Yi terutama bagi pasukan Shujing. Sedangkan sorakan puas segera terdengar dari pasukan Duan. Pangeran Qian mengangkat satu tangannya menghentikan kegembiraan pasukannya.

"Sampaikan pada Raja kalian, dia yang menyerahkan diri atau aku yang mengambil kepalanya," ucap Sang Pangeran dengan nada suara datar namun sarat akan ancaman.

Tidak ada lagi perang atau pertarungan hari ini. Kedua pasukan perlahan mundur ke barak masing-masing untuk melaporkan hasil perang hari ini. Kedatangan Pangeran Pertama Duan yang mengejutkan dan memenggal Jendral Lu Min, salah satu jenderal tertinggi Shujing tanpa ragu. Hal itu cukup untuk membuat mental pasukan Shujing yang sebelumnya tetap berkobar perlahan padam dan diliputi kepanikan.

***

"Katakan!" suara yang sarat akan perintah itu terdengar layaknya sebuah amarah yang teredam. Namun bagi pria tua seperti Jendral Su, hal itu bukanlah apa-apa.

"Hamba mohon izin untuk menyelamatkan putri hamba dari pasukan Shujing," tegas Jendral Su dengan suara lantang.

Pria tua itu masih tetap berlutut di hadapan Pangeran Qian memohon izin.

"Apa kau bermaksud meninggalkan medan perang, Jenderal? Apa kau lupa bahwa aku disini untuk membantumu bukan mengambil alih tugasmu?"

"Hamba tahu, Yang Mulia. Namun, nyawa putri hamba satu-satunya juga menjadi tanggung jawab hamba. Segera setelah menyelamatkan dia, Hamba bersedia menerima segala hukuman dan konsekuensi yang harus hamba tanggung," tegas Jendral Su sekali lagi.

Tidak ada jawaban dari Pangeran Qian. Pemuda itu hanya diam menatap peta Lan Yi dan Shujing yang terbentang di depannya. Mengabaikan Jendral Su yang masih berlutut meminta izin. Meski secara usia Jendral Su lebih tua dan senior namun jika dibandingkan dengan gelar Pangeran Pertama milik Pangeran Qian, Jendral Su Feng tetap harus sedikit menundukkan kepalanya. Karena di Kekaisaran Duan, setinggi apapun pangkat prajurit itu, selama dia adalah seorang prajurit maka statusnya tidak lebih dari seorang rakyat biasa yang mengabdi pada Kekaisaran. Sehingga dia tetap harus menunduk hormat kepada seluruh anggota keluarga kerajaan.

"Yang Mulia," panggil Jendral Su. "Hamba akan kembali sebelum fajar," janjinya.

"Aku mau Shujing sebelum tengah hari," ucap Pangeran Qian. Jendral Su melebarkan matanya namun tidak berani membantah. "Lihatlah!"

Pangeran Qian menunjuk sebuah titik pada peta Shujing. Jendral Su bangkit berdiri dan melihat tempat yang dimaksud Pangeran Qian. Keduanya saling menatap selama beberapa saat sebelum sebuah senyuman terbit di wajah tua Jendral Su.

"Baik, hamba mengerti."

***

Tanpa sepengetahuan siapapun, malam itu Pangeran Qian dan Panglima Wan meninggalkan barak dan berangkat ke Shujing. Keduanya akan memulai rencana mereka sendiri untuk menaklukkan Shujing.

"Wangye, setelah hutan ini ada sebuah sungai di sebelah barat kota. Muara sungai adalah tempat yang dijauhi oleh seluruh penduduk karena banyak binatang buas namun menjadi sarang bagi para bandit dan penjahat," jelas Panglima Wan.

"Kalau begitu disitulah mereka akan menyekap para tawanan perang," ucap Pangeran Qian.

Tanpa aba-aba pemuda itu mengubah arah kudanya ke arah barat untuk menuju ke muara sungai. Panglima Wan sekali lagi hanya menggeleng dan seera mengikuti atasannya. Keduanya memacu kuda mereka dengan cepat di tengah gelapnya malam. Ketika keduanya hampir mencapai tepi hutan, Pangeran Qian segera memelankan laju kudanya.

Gemericik air terdengar cukup lantang tak jauh di depannya, pertanda sungai tak jauh dari tempat mereka. Pangeran Qian dan Panglima Wan segera turun dari kuda mereka dan membiarkan kuda mereka pergi. Kedua kuda yang telah mereka latih untuk bersembunyi ketika tuannya sedang melakukan misi.

Pangeran Qian menarik kain penutup wajahnya dan berjalan mengendap-endap. Beberapa meter di depan mereka, terlihat beberapa tenda dan gubuk sederhana berdiri berhimpitan di tepi sungai. Lentera-lentera kecil nan redup terlihat di depan setiap tenda. Beberapa penjaga juga terlihat berlalu-lalang mengawasi tempat tersebut. Jika dilihat dari jumlah dan besar tenda itu, maka setidaknya ada lima ratus pasukan yang berjaga di tempat itu.

"Sesuai perkiraan kita, pasukan bantuan Shujing ditempatkan disini," gumam Panglima Wan puas.

"Pasukan kecil ini tidak berarti apapun dibanding pasukan perak milikku," desis Pangeran Qian.

"Tapi Wangye bagaimana jika putri Jendral Su benar-benar berada di tangan musuh?" tanya Panglima Wan.

Pangeran Qian terdiam. Matanya menelisik setiap tenda yang terlihat di depannya. Memikirkan sebuah kemungkinan jika gadis itu ada disana. Namun segera ia enyahkan hal itu. Pangeran Qian menggeleng pelan dan melirik Panglima Wan Yan, "hancurkan semuanya."

Menyadari lagi lagi pertanyaannya diabaikan Panglima Wan hanya bisa mengangguk. Kedua pemuda itu lantas memisahkan diri dan mulai menjalankan rencana mereka.

***

Nächstes Kapitel