Hee Young merapikan celana dan kausnya sebelum meninggalkan bilik toilet. Tangannya memutar kenop pintu beberapa kali. Kerutan dalam muncul di keningnya setelah putaran kelima pintu masih bergeming.
"Ada apa ini?" Jantungnya berdebar kencang. Diputar-putarnya lagi kenop pintu. Masih tetap tak terbuka. Keringat dingin mulai muncul. Ketegangan dan ketakutan menyergap hati Hee Young.
Seseorang pasti telah menguncinya. Hee Young berpraduga. Dia yakin betul kondisi pintu bilik toilet baik-baik saja. Otaknya mengingat-ingat cepat. Ada beberapa suara saat dia berada di dalam bilik. Suara yang sebelumnya tak ada karena kloset dalam keadaan kosong saat Hee Young masuk.
Apa dia sedang dicurangi? Perempuan itu menggigit-gigit ujung kuku. Makiannya hampir keluar saat teringat gawai dan tasnya masih ada di ruang ganti.
"Bodoh sekali kau, Kim Hee Young!" keluhnya sebal. Dia tak percaya harus mengalami kejadian seperti ini lagi setelah berbulan-bulan tak mengalaminya.
Terkunci di toilet adalah salah satu dari sekian banyak perundungan yang sering dialaminya. Hee Young menggelosor lemas. Satu-satunya harapan adalah menunggu seseorang masuk ke toilet dan minta tolong dibukakan. Menggedor pintu tak akan membuahkan hasil. Hee Young tahu suasana di luar sudah sepi.
"Apa Shou sadar aku tak muncul?" Hee Young bertanya pada diri sendiri. Dia duduk mencangkung di lantai toilet. Seharusnya sekarang dia berada di mobil suaminya yang hangat. Pergi berkencan entah ke mana.
Sesuai janji pria itu, renung Hee Young. Pikirannya melantur ke tumpukan pakaian dalam seksi yang sengaja dibelinya dengan penuh perjuangan. Dia teringat rasa malu luar biasa saat pergi ke toko dan memilih di antara tatapan pramuniaga. Semuanya demi komitmennya untuk berubah.
Suara putaran kenop pintu menyentakkan Hee Young dari lamunan. Bergegas dia bangkit dan menggedor bilik toilet.
"Halo, ada orang di luar? Tolong aku!"
Terdengar suara gemerisik, lalu pintu sempit itu terbuka. Seorang perempuan muda berdiri di ambang pintu, tatapannya bingung terarah pada Hee Young.
"Oh, terima kasih sudah menolongku!" Hee Young berseru lega.
"Apa kau berbuat jahat?" tanya perempuan itu tiba-tiba.
"Apa?" Hee Young kebingungan.
Perempuan itu menunjuk tongkat pel dan kursi plastik yang teronggok di samping pintu. "Itu tadi yang mengganjalmu. Apa kau sudah berbuat jahat hingga orang lain berlaku buruk padamu?"
"Astaga, tidak!" Hee Young terkejut dengan pertanyaan bernada tuduhan sang perempuan. "Aku bahkan berusaha menjauh dari semua orang."
"Kalau begitu, kau pasti si lemah." Perempuan berambut ekor kuda itu berjalan ke arah wastafel dan mencuci tangan. Dia menatap Hee Young dari cermin. "Aku mengenalmu, Nona Kim. Kau istri Kim Shou."
"Bagaimana kau tahu?" Hee Young tak urung penasaran, meski masih tertohok dengan julukan yang diberikan penolongnya.
"Kau sudah membuat heboh lokasi syuting." Perempuan itu tersenyum manis. Dia membuang tisu dan mengulurkan tangan pada Hee Young. "Namaku Hana. Aku juga kru di drama Kim Shou. Baru masuk kemarin."
"Hee Young." Dibalasnya uluran tangan itu. "Kau bekerja di divisi apa?"
"Aku membantu di katering," Hana berkata ceria. "Kau sudah selesai? Ayo, kita pergi?"
Koridor hotel sangat lengang. Syuting sudah selesai sejak dua jam lalu. Tak ada kru lain yang tinggal karena ini hari terakhir pengambilan gambar di Hotel Shilla. Hee Young berjalan ke ruang tunggu yang khusus disediakan untuk Kim Shou. Namun, sesampai di sana dia termangu.
"Ada apa?" Hana melongok dari balik bahu Hee Young.
"Shou sudah pergi."
"Ah iya, aku melihatnya pulang bersama Jung Sora."
Hee Young menoleh sangat cepat, dalam hati merasa ngeri lehernya akan patah.
"Jung Sora? Tak mungkin. Seharusnya malam ini Shou pulang bersamaku."
"Tak seperti itu yang kudengar." Hana mengambil tas dan koper metalik Hee Young. "Ini barang-barangmu, kan? Ayo, kuantar kau pulang. Tak baik berlama-lama di sini."
"Apa yang kau dengar, Hana?" desak Hee Young.
Perempuan itu membantu Hee Young menarik koper. "Jung Sora bilang mereka akan pergi makan malam berdua. Kru meledek soal kencan dan aktris itu mengiyakan."
"Shou tak membantah?" Hee Young tercengang.
Hana mengangkat bahu. "Shou tak ada. Sepertinya dia sudah di mobil saat Sora hendak pulang."
Hee Young berhenti di pelataran parkir. Matanya melotot saat sadar ke mana Hana pergi. Perempuan itu menekan tombol kunci dan mobil super berlogo banteng emas berkedip-kedip riang. Hana kembali memamerkan senyum lebarnya.
"Ayo, masuk?"
"Kau benar seorang kru katering?" Hee Young terperangah tak percaya.
Hana tertawa, "Tetap butuh modal untuk menjadi seorang penguntit, kan?"
Jantung Hee Young mencelus. Matanya nanar memelototi Hana. "Kau ssasaeng!" tuduhnya keras.
Hana terkekeh, "Jangan khawatir. Aku tak menargetkan suamimu. Ayo, mau kuantar pulang?"
***
"Kau yakin di sini rumahmu?"
Hee Young mengangguk. "Mobil tak bisa masuk. Kau bisa turunkan aku di ujung gang sana. Terima kasih tumpangannya."
Perempuan itu bersiap turun, tapi Hana menahan. "Kupikir kau tinggal di apartemen yang sangat megah. Kim Shou bukan artis miskin."
Wajah Hee Young berkerut masam. "Aku punya kondisi tertentu yang memaksaku tak bisa pulang ke rumah Shou."
"Ah, kalian bertengkar?" Hana menjentik jemari. Dia melambaikan tangan saat memergoki kawan barunya siap-siap protes. "Tak perlu sungkan padaku, Hee Young. Aku tahu perasaan seorang perempuan yang diduakan."
"Shou tidak menduakanku!" sergah Hee Young keras.
Namun, bantahan itu justru dibalas tawa kecil Hana. Alih-alih berhenti, tangan mulus itu memutar roda kemudi berbelok ke kiri, meninggalkan ujung gang yang ditunjuk Hee Young.
"Kita mau ke mana?" Dia kebingungan di kursi penumpang. Mobil sport hitam metalik itu memang nyaman, tapi Hee Young lebih suka segera rebahan di balkon sempitnya.
"Minum-minum," jawab Hana ceria. "Kita perlu sesuatu untuk membuka matamu yang tertutup rapat itu. Jelas-jelas suamimu berselingkuh, tapi kau masih membelanya."
"Dia ...."
"Berhenti bicara! Mulai sekarang kita berteman. Jika tak mau menganggap acara minum-minum ini sebagai ajang buka matamu, maka anggap sebagai pesta penyambutan teman baru."
Hee Young pasrah. Dipikir-pikir jika sudah rebahan di matras tipisnya, dia pun akan menenggak belasan kaleng bir hingga mabuk. Apa salahnya berbagi kesenangan minum alkohol dengan teman baru?
Mobil melaju kencang dan baru berhenti setelah tiba di Sinsa-dong. Hana menggamit lengan Hee Young menuju bangunan modern minimalis dengan papan identitas Vin.ga. Mereka menuruni tangga sempit yang langsung terhubung dengan pintu masuk bar. Alunan musik jazz menyambut kedatangan dua perempuan itu.
"Malam ini aku traktir." Hana menarik Hee Young ke meja paling sudut. Fasih dia memesan minuman pada pelayan berapron hitam. Seolah-olah perempuan muda itu sudah menjadi pelanggan tetap bar itu.
"Sebotol Belloti Rosso. Kau mau pesan makanan juga, Hee Young? Tidak? Baiklah, satu endive salad saja untukku. Terima kasih."
"Kau sering ke sini?" tanya Hee Young setelah pelayan pergi.
Hana mengamati suasana bar yang relatif sepi. "Cukup sering di akhir pekan, saat tamunya lebih ramai. Aku suka minuman di sini. Mereka punya banyak koleksi anggur."
"Kau bukan pecinta makgeolli," komentar Hee Young.
Hana mengangkat bahu. "Aku lebih suka alkohol buah ketimbang beras," seloroh perempuan itu kocak. Tangannya menopang dagu dan mengamati Hee Young lekat-lekat. "Kenapa kau sangat percaya pada suamimu?"
Percakapan mereka terjeda oleh kedatangan pelayan. Begitu cairan merah itu mengaliri tenggorokan, keberanian Hee Young perlahan bangkit.
"Aku tak tahu. Yang jelas, hubungan kami simbiosis mutualisme."
"Tanpa dasar cinta?" Hana terdengar kaget. "Pernikahan kalian sangat fenomenal, bisa dibilang menghebohkan jagat maya karena pengagum internasional Shou banyak yang patah hati. Omo, jangan bilang kalian menikah tanpa cinta?"
"Apa itu cinta?" Hee Young menggoyang gelasnya. Baru beberapa menit duduk dan dia sudah menuang ons keduanya. Wine memang lebih keras dibanding makgeolli.
"Kau mulai mabuk." Hana menahan tangan Hee Young yang hendak menuang ons ketiga.
Perempuan itu menampik cekalan Hana dan nekat mengisi ulang gelasnya. "Aku ingin mabuk. Malam ini aku ingin melepas bayangan Shou dan Sora."
Hana terdiam. Dia membiarkan rekan barunya menghabiskan separuh botol anggur sendirian. Sembari mengorek isi piring saladnya, Hana bertanya hati-hati, "Kau terlihat cemburu, tapi mengapa membiarkan suamimu pergi dengan perempuan lain?"
"Aku tidak membiarkannya pergi!" Hee Young menggoyang-goyangkan telunjuknya. "Dia yang meninggalkanku! Seharusnya malam ini kami berkencan, tapi nyatanya? Shou lebih memilih ajakan Sora," dengkus perempuan itu.
"Kau benar-benar parah." Hana meneguk minumannya.
"Aku? Parah? Yaa, jangan seenaknya menilai orang seperti itu! Kita baru berkenalan!" seru Hee Young mulai mabuk.
Hana mengabaikan ocehan Hee Young. Sebagai gantinya, dia mencondongkan tubuh dan berkata pelan agar tak didengar tetangga meja mereka.
"Aku tak menilaimu, Hee Young. Kau sendiri yang memunculkan citra diri seperti itu."
Hee Young menggerutu. Mulutnya mulai meracau. Dia tak jago minum dan wine pesanan Hana mulai menenggelamkan kesadarannya.
"Kim Hee Young, jika kau tak bisa mempertahankan suamimu, jangan menyesal suatu saat dia akan berpaling pada wanita lain."
"Apa kau akan menjadi salah satu wanita lain itu?" Hee Young menudingkan gelasnya pada Hana.
Perempuan cantik dengan dandanan modis itu menepis gelas lawan bicaranya. "Hari ini kau berani membuka penutup wajahmu. Kenapa kau tak melakukannya dari dulu?"
"Itu bukan urusanmu!" ketus Hee Young. Dia kembali meraih botol anggur, tapi segera disambar oleh Hana. "Kemarikan!"
"Aku tak mau bicara dengan pemabuk," timpal Hana bijak.
"Aku memang ingin mabuk," protes Hee Young keras.
"Haish, perempuan ini keras kepala sekali!" Hana menjauhkan botol anggur dari jangkauan Hee Young. "Jika kau mencintai Shou, berdiri di sampingnya, jangan di belakangnya!"
"Ucapanmu persis sekali dengan yang dikatakan Shou."
Hana memutar bola mata. Tak meneruskan bicara. Bukan kapasitasnya menasehati di awal perkenalan.
Hee Young setengah melamun. Pandangannya hampa. "Kau pikir aku tak mencoba berubah?"
Tawanya terdengar pahit. "Aku sudah mencoba. Malam ini seharusnya kami berkencan. Aku bahkan sudah menyiapkan pakaian dalam seksi untuk menggoda suamiku. Tapi semuanya sia-sia."
Perempuan itu mencari-cari minumannya. "Kemarikan botolnya!"
"Mau kupesankan lagi?"
"Boleh. Aku ingin seteler mungkin malam ini."
Hana terkekeh. Melambaikan tangan pada pramusaji, dia memesan sebotol anggur lagi.
"Kau lucu sekali, Hee Young."
"Baru kali ini ada yang memujiku seperti itu." Pergelangan Hee Young luwes memutar gelas. Cairan merah di dalamnya bergoyang lembut.
"Kau tahu apa yang paling kuinginkan saat ini, Hana?"
"Apa itu?"
Hee Young mencondongkan tubuh ke depan. Matanya berkilat licik.
"Aku ingin membuat Shou jatuh cinta padaku."