webnovel

Umurku 640 Tahun

Hal yang paling tak diharapkan Shou selama tinggal di Bumi adalah penyamarannya terbongkar. Lebih-lebih jika yang memergoki adalah perempuan yang tak diharapkannya.

Nyatanya takdir sering bertindak sangat menjengkelkan. Shou hanya mampu mematung di balkon, dengan kaki terangkat sebelah, dan sayap terkembang lebar. Posisi yang jelas tak memungkinkan untuk beralibi.

"Kau bersayap." Suara feminin itu berbisik lirih. Lalu lenyap.

Shou membisu, tak mampu menyangkal. Dia menunggu sebentuk ucapan lagi, tapi hanya keheningan kosong yang tak menyenangkan. Saat memberanikan diri menoleh, pria itu langsung memaki keras.

"Brengsek!" Shou mengertakkan gigi. Sayapnya kembali terlipat. Bergegas dia menyusul Hee Young. Otaknya berputar mencari solusi. Perempuannya bereaksi persis seperti yang ditakutkannya.

"Hee Young, berhenti!" teriaknya pada bayangan yang menyelinap masuk ke ruang tengah. "Aku bisa jelaskan …."

"Jangan bicara!" Tangan Hee Young terangkat ke depan. Mata kecokelatannya terbeliak. Dia sudah berlari secepat kemampuan kakinya merespon. Tetap saja pria bersayap itu berhasil mengejarnya dalam waktu singkat.

Shou refleks menghentikan langkah. Hidungnya tak mencium aroma alkohol. Sial, Hee Young tak sedang mabuk. Pria itu kini perlu alasan bagus untuk menjelaskan kondisinya sekarang.

"Hee Young …."

"Siapa dirimu?" tanya perempuan itu.

Suaranya bergetar menerbitkan iba di hati Shou. Namun, keberanian Hee Young mendadak muncul di situasi-situasi genting.

"Jangan coba-coba berbohong! Aku sudah muak mendapat omongan dusta lagi," sembur Hee Young keras.

Shou mengernyit. Dia ingin menanyakan maksud perkataan itu, tapi perempuannya masih harus ditenangkan. Jika dia bisa menaklukkan Hee Young sekarang, Shou yakin akan mendapat jawaban yang diinginkan.

"Kau tak akan pingsan?" Shou mencoba bercanda. Bibirnya meringis mendapati wajah merah padam itu tak terkesan dengan kelakarnya.

"Kau iblis atau malaikat?" tanya Hee Young tak sabar.

"Astaga, mana ada iblis setampan aku?" Shou berdecak. Kali ini tubuhnya mulai lebih santai.

Hee Young terbelalak. "Kalau begitu, kau malaikat. Berapa usiamu?"

"Hee Young, apa perlu kita melakukan tanya jawab identitas seperti ini?"

"Jawab saja!" bentak Hee Young.

Shou mengangkat tangan. "Oke, kujawab. Asal kau mau duduk bersamaku." Shou mencoba peruntungan dengan mendekati istrinya.

Langkah pertamanya langsung digagalkan pekikan histeris perempuan itu. Shou mengangkat tangan. "Baiklah, baiklah, jangan berteriak. Kau akan dapatkan ceritamu."

Pria itu menghela napas. Dia tak canggung dengan tubuhnya yang separuh telanjang. Yang membuat Shou tertarik justru kenyataan unik yang terjadi di hadapannya.

Hee Young sepertinya lupa pada fobianya—atau karena terlalu terpaku pada misteri identitas Shou—hingga tak sadar akan tubuh suaminya yang terekspos.

Istrinya sangat manis. Shou merasa kebingungan dengan lintasan pikirannya. Pria itu berdeham, mengalihkan pandangan dari wajah mungil Hee Young yang masih pucat.

"Umurku tahun ini genap 640 tahun."

Shou mengabaikan kesiap kaget perempuan di hadapannya. Dia kembali bicara. "Aku seorang jenderal tinggi di Dunia Atas menggantikan kakakku. Seharusnya sekarang aku berada di Langit memimpin pasukan Imoogi, tapi dua tahun lalu aku memutuskan kembali lagi ke Bumi."

"Lagi?" sela Hee Young. "Kau pernah ke sini sebelumnya?"

"Tentu. Selama 300 tahun ke belakang, aku tinggal di Bumi bersama Seok Jung. Tidak permanen karena aku masih sering bolak-balik ke kayangan."

Shou bicara dalam nada sangat santai, seolah tengah mengobrol dengan kawan lama. Meski begitu, jantungnya berdebar keras menunggu reaksi Hee Young. Harap-harap cemas apakah perempuan itu bisa menerima takdirnya yang di luar normal.

Yang ditunggu Shou muncul lebih cepat dari dugaan. Tubuh mungil itu menggelosor lemas. Pria itu bergerak berdasarkan insting, menyambar Hee Young sebelum terbanting ke lantai. Hatinya bersorak menyadari perempuan itu tak menolak sentuhannya.

"Jadi, apa kau sudah akan pingsan sekarang?" goda Shou.

"Aku belum mau pingsan." Hee Young memelototi Shou. "Katakan kalau ini tidak benar. Aku tak menikahi makhluk astral, kan?"

Shou prihatin. "Sayangnya kau benar telah menikahi makhluk astral, Hee Young."

Hee Young terbelalak. Tubuhnya berjengit ngeri. Namun, Shou cepat menahannya agar tak meloncat pergi.

"Jangan takut," bujuk Shou.

Perempuan itu menggeleng kuat-kuat. "Aku tak takut padamu. Aku hanya terkejut karena kau—kau adalah …." Hee Young menelan ludah. "Apa pernikahan kita bisa dibatalkan?"

"Tidak!" seruan Shou teramat cepat.

Mereka berdua tertegun. Pria itu menjepit dagu Hee Young dengan ibu jari dan telunjuk.

"Kau tak ingin menikah denganku? Aku sudah memberimu perlindungan, Nona."

"Nyonya." Ralat Hee Young malu-malu. Wajahnya memerah. Dia mengalihkan pandangan ke karpet di bawahnya. "Syukurlah jika pernikahan kita tidak dibatalkan."

"Syukurlah?" Shou menelengkan kepala menemukan keganjilan dalam pernyataan istrinya. "Ada apa, Nyonya Kim?"

Kali ini Hee Young mendongak. Senyumnya tipis, tapi mampu membuat darah Shou menggelenyar.

"Apa makhluk sepertimu juga akan menyakiti manusia?"

"Hee Young?" Shou menangkup tangan mungil perempuan itu yang mengelus pipinya.

"Apa karena kau tak bisa menyakiti manusia, jadi menawarkan perlindungan untukku?"

"Aku bisa melukai manusia," jawab Shou jujur, "tapi aku tak diijinkan. Dunia manusia dan malaikat berbeda."

"Tapi kau menikah denganku."

Shou terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah bijaksana menceritakan rahasia kecilnya pada perempuan itu. Dia akhirnya memutuskan bukan waktu yang tepat untuk berbagi dengan Hee Young.

"Ya, aku menikah denganmu." Hanya itu yang keluar dari bibir Shou.

Perempuan itu tiba-tiba mengalungkan lengan ke leher sang suami. Suaranya serak. "Kalau begitu, kau berjanji tak akan meninggalkanku?"

"Hee Young?" Shou mengelus puncak kepala istrinya. "Kenapa aku harus meninggalkanmu?"

"Karena semua manusia meninggalkanku," kata Hee Young serak. Setetes air mata bergulir di pipi. "Aku tahu makhluk sepertimu pasti berumur panjang."

Shou mendengkus. "Tahu dari mana?"

"Di drama-drama selalu seperti itu, kan?"

Shou menahan tawa. Lebih mudah menjelaskan lewat drama dibanding bicara sejujurnya.

"Maukah berjanji padaku?" tanya Hee Young tiba-tiba.

"Janji apa?"

"Jika kau ingin meninggalkanku, kumohon, tunggu sampai aku mati."

Shou tertegun. Untuk beberapa saat, dia hanya termangu. Sedikit licik—dan tak merasa bersalah—dia mencoba membaca pikiran Hee Young. Detik berikutnya dia tersentak kaget.

Benak Hee Young sulit ditembus. Seperti kabut tebal yang tak berakhir, apa yang dipikirkan perempuan itu sama sekali tak terbaca. Shou berusaha sekali lagi menguak tabir kabut itu. Namun, malaikat itu tersesat, bak memasuki gumpalan asap tebal tak berujung.

"Shou, berjanjilah!"

Pria itu kembali dari keterpanaannya. Dia meraup kepalan tangan Hee Young. Mulutnya bergerak begitu saja, tak memperkirakan nasib yang tengah bermain-main dengan mereka.

"Aku janji."

Senyum Hee Young merekah. Shou tak tahan lagi. Diangkatnya tubuh mungil itu dan menciumnya keras-keras. Dada pria itu seolah hendak meledak oleh bahagia tatkala Hee Young membalas ciumannya. Digendongnya tubuh mungil itu memutari ruangan, lalu berjalan naik ke lantai atas.

Hee Young yang ini berbeda, batin Shou. Kepalanya terasa segar menyadari ketakutan istrinya telah menghilang. Perempuan yang melingkarkan paha di pinggangnya ini sangat berbeda, seolah ada Hee Young lain yang muncul ke permukaan.

Apa istrinya punya dua kepribadian?

Shou tak bisa berlama-lama berpikir karena ucapan Hee Young selanjutnya sontak melumpuhkan kewarasannya.

"Chagiya?"

Shou membeku. Dia melepaskan diri sangat cepat. Nanar ditatapnya seraut wajah mungil yang bersemu merah.

"Kau barusan … bilang apa?"

Hee Young tersipu-sipu. "Sayangku?"

Debar jantung Shou meningkat drastis. Cengkeramannya di paha perempuan itu mengetat. Suaranya setengah tak percaya.

"Kau tak sedang mabuk, kan?" tanyanya was-was. Khawatir bahwa ini hanya delusinya semata.

"Aku tak ikut minum-minum," senyum Hee Young manis, "hanya ikut makan-makan sebentar, lalu pulang."

"Sialan!" Shou menarik istri mungilnya ke pelukan. Dibenamkannya wajah ke lekukan leher dan bahu, menghidu aroma feminin Hee Young.

"Jangan pergi lagi, Hee Young," pinta Shou dalam bisikan lembut.

"Tak akan!" janji Hee Young.

***

"Hee Young sudah tahu siapa dirimu?"

Shou mengangguk muram. Dia memainkan pulpen di tangannya.

"Dan responnya?"

Pria itu terdiam, mengingat lagi kehangatan si mungil itu dalam dekapannya. Setelah pengakuan yang nyaris menguras emosi, Hee Young membalasnya dengan percintaan intim yang sangat menggairahkan. Yang mengejutkan, istrinya mengambil inisiatif itu.

"Shou?" desak Taehyung tak sabar.

Pria itu mendesah. "Sangat bagus."

"Sangat bagus bagaimana?"

"Yah, dia menerimanya dengan baik. Tak ada ketakutan, tak ada drama, tak ada histeria. Kita tak perlu minta bantuan Hwan untuk memodifikasi ingatannya."

Taehyung mengamati seksama raut suram sepupunya. Untuk ukuran kabar membahagiakan, ekspresi Shou terlalu gelap.

"Ada apa?"

"Hyung?" Shou ragu-ragu. Netra emasnya terkunci ke raut dingin si sepupu. "Apa kau yakin seluruh video Hee Young sudah dihapus?"

"Tentu saja," cetus Taehyung cepat. "Kau meragukan kemampuanku?"

"Bukan begitu." Shou menjilat bibir. Desisannya terdengar keras. Ada jeda panjang sebelum pria itu berkata. "Hee Young sudah tahu keamanannya terjamin saat bersamaku. Tapi, kenapa dia masih terus menutup diri?"

"Bukannya dia cukup terbuka padamu?"

"Bukan menutup diri yang itu, Hyung." Shou memutar bola mata. "Pakaiannya, maskernya, topinya. Dia seolah tak ingin dikenali."

"Karena dia memang tak ingin dikenali?" Taehyung jelas kebingungan dengan pertanyaan artis asuhannya. "Kenapa susah-susah begini, sih? Kau tinggal mengintip ke pikirannya …."

"Aku tak bisa," sela Shou.

"Ayolah, Sepupu, jangan terlalu memegang teguh prinsip privasi."

"Aku tak bisa, Angae." Tatapan tajam Shou menghunjam kepada sang manajer. "Memang benar-benar tak bisa."

Kening Taehyung berkerut. "Apa maksudmu?"

"Benak Hee Young tertutup. Dari awal aku memang tak terlalu bisa membaca pikirannya, tak seperti wanita-wanita lain."

"Tunggu dulu!" Taehyung mengangkat telunjuk. Dia berusaha mengorek informasi detail. "Maksudmu, selama ini kau kesulitan membaca pikiran istrimu?"

Shou mengangguk. "Sejak sebelum menikah. Karena itu aku menawarkan diri jadi pelindungnya."

"Itu bukan karena kau ingin menjaganya, tapi karena kau penasaran dengan misteri itu," gumam Taehyung menarik kesimpulan.

Shou pura-pura tersinggung. Jelas saja dia tak suka orang lain mengambil opini buruk tentangnya, meski itu adalah fakta.

"Hei, aku memang ingin melindunginya! Dia tampak rapuh. Dia … dia …." Lidah Shou kelu. Pandangannya hampa.

Sia-sia saja. Dia memang tertarik pada keanehan Hee Young. Awalnya perempuan itu sangat mudah dibaca. Kemudian kabut tipis mulai menyelubungi. Dan sekarang, kemampuan Shou seolah tak berpengaruh pada Hee Young.

Taehyung menatap prihatin sepupunya. Pria kekar itu terlihat merana. Lebih seperti orang patah hati daripada putus asa. Malaikat dingin itu bertindak cukup bijaksana dengan mengubah topik pembicaraan. Dia sudah mendapat informasi yang diperlukannya.

"Jadi, kau tak bisa mengintip pikirannya. Itu artinya sekarang kau sama tak tahunya dengan para manusia di sini. Apa rencanamu selanjutnya, Shou?"

Pria itu menarik napas panjang. Ujung jemarinya memainkan jarum jam kecil di meja kerja. Sudah dua jam sejak fajar menyingsing. Udara mulai hangat. Itu pertanda dia harus membangunkan Hee Young yang tertidur pulas di kamar sebelah.

"Ada yang tak beres, Hyung," ujar Shou akhirnya. "Sikap istriku sangat aneh. Aku curiga dia tak mengidap fobia lawan jenis."

"Maksudmu?"

"Aku butuh bantuan." Shou memutar kursi kerja. "Tolong, kosongkan jadwalku beberapa hari. Ada yang ingin kuselidiki tentang Hee Young."

"Kau bisa minta bantuanku."

"Tidak, terima kasih. Untuk urusan kali ini, aku lebih suka melakukannya sendiri. Bagaimana?"

Taehyung manggut-manggut. "Tak masalah. Aku bisa membuat beberapa perubahan jadwal. Apa rencana ini juga harus ditutupi dari istrimu."

Shou mengangguk tegas. "Ya, jangan sampai Hee Young tahu."

Nächstes Kapitel