Sesampainya di ruangan kalong hitam, Viktor memerintahkan Haris dan Adit untuk memeriksa pelat nomor yang tadi diberikan olehnya. Membuat mereka yang masih berdiri belum sempat beristirahat langsung menyetujui perintah dari atasannya itu.
Viktor berbalik melihat keempat anak buahnya. "Haris dan Adit kalian langsung saja cek pelat nomor yang baru saja aku berikan," perintah Viktor kepada mereka yang berdiri di belakangnya.
"Siap Komandan!!" mereka serentak lalu bergegas pergi melaksanakan tugas.
Setelah mereka pergi Ramon melangkah mendekati atasannya. "Bagaimana dengan kami?" tanya Ramon menunjuk ke arah dirinya dan Reni.
"Tulis saja laporan hari ini! Aku harus pergi!" Viktor berjalan keluar dari ruangannya.
Sisa hanya Ramon dan Reni saja di dalam ruangan, membuat Reni sedikit canggung dan langsung duduk di kursinya untuk menulis laporan. Ramon yang tidak suka suasana yang sepi, membuatnya mengajak berbicara Reni.
"Reni kamu asli mana sih? Kemarin-kemarin kita belum sempat berbincang lebih dalam," tanya Ramon sambil duduk di kursi milik Andrew yang ada di samping Reni.
Reni menatap sinis Ramon. "Aku berasal dari Indonesia!" ketus Reni lalu dia menyingkirkan Ramon yang ada di sampingnya. "Pergilah sana. Kerjakan tugasmu!" Reni lanjut untuk mengerjakan tugasnya.
Ramon merasa aneh dengan Reni yang selalu saja ketus dengannya, tapi dia mewajari itu. Baginya wanita cantik memang selalu bicara ketus.
"Wanita cantik memang selalu seperti itu." Ramon berdiri lalu pergi menyingkir dan kembali ke tempat duduknya yang ada di seberangnya.
Sesampainya di rumah Sonia langsung melepaskan sabuk pengamannya dan berpamitan untuk masuk dengan wajah yang masih menyimpan rasa kesal.
"Aku masuk dulu ya. Makasih ya atas tumpangannya. Maaf kalau aku merepotkanmu!" Sonia dengan wajah masam melihat Andrew.
"Apa begini cara berpamitan yang benar. Maafkan aku Sonia, jangan marah seperti itu terus padaku," Andrew dengan nada lembut sambil melihat Sonia.
Melihat Andrew merasa bersalah, membuat Sonia luluh untuk memaafkannya. Dia tersenyum sambil menatap wajah Andrew yang memelas padanya.
"Iya aku sudah memaafkanmu, tapi lain kali jangan memintaku untuk melakukan hal yang tidak aku suka. Karena aku tidak mau menyesali segalanya, toh aku juga tidak mengatakan hal yang salah pada mereka. Aku hanya ingin bicara faktanya saja," jawab Sonia sambil menghela nafasnya.
"Iya lain kali aku tidak akan bicara seperti itu lagi, aku tidak akan melarangmu melakukan hal apa pun, tapi aku juga meminta padamu untuk menjaga dirimu, jangan sampai hal ini terulang lagi," Andrew tersenyum melihat luka lebam di wajah Sonia. "Jangan lupa lukamu itu dibersihkan ya lalu diobati, atau mau aku membantumu," pesan Andrew sambil menawarkan bantuan kepada Sonia.
"Tidak perlu, aku bisa mengobati diriku sendiri. Kamu tenang saja ya. Pergilah bertugas dengan baik, tangkap penjahat-penjahat itu, jangan biarkan mereka berkeliaran dan merusak anak-anak di negeri ini," jawab Sonia dengan lantang sambil tersenyum menyemangati Andrew.
"Siap Sonia," Andrew tersenyum melihat keluguan Sonia.
Sonia pun keluar dari mobil lalu melambaikan tangan ke arah Andrew yang membalasnya. Setelah itu dia kemudian menutup pintu mobilnya. Andrew melihat jam ditangannya, lalu dengan panik dia melajukan mobilnya meninggalkan Sonia.
"Aku sudah pergi terlalu lama, sudah waktunya aku kembali," ucap Andrew sambil mengendarai mobilnya keluar dari gang.
Sonia tersenyum berbalik untuk masuk ke dalam gerbang rumahnya. Membuka pintunya lalu melemparkan tasnya di sofa.
"Aku harus segera mengobati lukaku, sebelum nantinya akan terinfeksi. Ini semua karena anak nakal itu, lihat saja kalian. Aku akan memberi kalian pelajaran," Sonia membuka laci lemarinya lalu mengeluarkan p3k dan duduk di sofa untuk mengobati lukanya.
Di depan kolam renang Mathew sedang tiduran di kursi santainya. Memandang langit yang begitu cerah dipenuhi bintang-bintang.
"Kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yang tidak bisa menjaganya, maafkan aku yang harus meninggalkannya sendirian di dalam dunia yang kejam ini. Itu semua semata-mata hanya untuk memberikan hal yang sangat berharga untuk kehidupannya," batin Mathew sambil mengangkat tangannya ke belakang kepalanya.
Tiba-tiba tak lama James datang untuk melaporkan sesuatu kepada Mathew. Dengan terburu-buru James mengganggu waktu santainya.
"Maafkan aku sudah mengganggu waktu santai kamu, tapi ada yang harus aku sampaikan padamu," ucap James berdiri mendekati Mathew.
"Katakan saja!" Mathew dengan nada datar tak melihat James.
"Sepertinya ada masalah serius tentang pengiriman paket narkoba. Kurir-kurir itu sudah tidak leluasa, karena polisi terus saja mengejarnya," jelas James memberitahu Mathew.
Mathew mengusap wajahnya lalu bangkit duduk melihat James. "Ini sudah tidak bisa dibiarkan! Panggil Charles untuk mengumpulkan semua anak buahnya dari yang terbawah. Aku akan mencoba hal yang baru dalam mengantarkan paket narkoba," perintah Mathew kepada James yang berdiri di dekatnya.
"Baik, kalau begitu saya akan menghubunginya sekarang," jawab James ingin membalikkan tubuhnya, tapi Mathew menghentikannya.
"Tunggu!" Mathew menghentikannya dengan wajah yang serius.
"Ada apa? Apa Anda merubah pikiran?" tanya James terheran-heran sambil melihat Mathew.
"Pertemuan ini jangan sampai diketahui oleh polisi, jadi bilang untuk selalu waspada. Jangan sampai diikuti oleh polisi itu ya," perintah Mathew kepada James sekretarisnya.
"Baik kalau begitu saya pergi dulu," pamit James berbalik lalu berjalan untuk pergi meninggalkan Mathew sendirian.
Wajah Mathew begitu tegas menahan rasa kesalnya terhadap petugas, tapi saat mengingat seseorang dia tidak jadi marah.
"Ini semua gara-gara polisi sialan itu..." Mathew meninju tangannya sendiri. "Plakkk..." "Lihat saja nanti berani sekali dia main-main denganku! Aku akan membuat mereka menderita, bahkan aku tidak mengizinkan mereka menghirup udara yang segar.
Di restoran Viktor melambaikan tangan ke arah ah wanita yang sudah duduk menunggunya dengan pakaian yang sederhana, wanita itu tersenyum kala melihat Viktor yang sedang berjalan ke arahnya.
"Hai apa kabar kamu?" sapa Viktor lalu duduk di kursi yang ada di hadapan wanita yang tersenyum melihatnya.
"Tentu saja aku baik. Bagaimana dengan kabarmu? Kau selalu saja sibuk bekerja," jawab wanita itu yang bernama Nimas.
"Kamu bicara seperti itu seolah kamu bukanlah seorang petugas," Viktor tersenyum tipis melihat Nimas rekan lamanya.
"Ya karena itu aku ingin menyarankan kepadamu untuk tidak sibuk lagi seperti aku. Sekarang sedang menikmati kehidupan karena masalah di tim ku yang ini tidak terlalu banyak," jawab Nimas sambil memberikan kertas menu kepada Viktor.
"Jadi kau sedang menyombongkan dirimu di hadapanku yang selalu saja sibuk ini," canda Viktor sambil tersenyum melihat Nimas.
"Bukan loh, kamu ini selalu saja berpikiran negatif terhadapku. Sampai kapan kamu akan seperti itu terus," jawab Nimas sambil tersenyum menggelengkan kepalanya mulai membuka menunya