Di dalam toko Ramon bersama Adit bicara pada pemilik toko untuk meminta ijin melihat rekaman cctv yang sangat penting baginya untuk mencari jejak pelaku bernama Bambang.
"Kami dari pihak kepolisian meminta ijin untuk melihat rekaman cctv hari ini 15 menit yang lalu dari toko Anda," ucap Ramon sambil menunjukkan identitas kepolisiannya.
"Sebentar Pak," jawab seorang pria muda pemilik toko sepeda.
Tidak lama pria itu menunjukkan laptopnya, berisi rekaman hari ini yang diminta oleh Ramon. Lalu mereka berdua mengamati pelaku yang sedang diincar olehnya menaiki mobil taksi.
"Catat nomor pelat mobilnya," perintah Ramon kepada Adit. "Saya akan mengambil rekaman ini sebagai barang bukti," lanjut Ramon kepada pemilik toko.
"Silakan Pak," jawab pria itu yang menyetujui permintaan Ramon.
Adit mengeluarkan catatan kecil untuk mencatat pelat nomor taksi yang membawa Bambang, sedangkan Ramon mengeluarkan flashdisk untuk menyalin rekaman cctv sebagai barang bukti. Selesai itu mereka pamit, untuk pergi dari toko.
"Terima kasih atas kerja samanya," ucap Ramon kepada pemilik toko.
"Sama-sama Pak," jawab pemilik toko dengan ramah kepada Ramon dan Adit.
Mereka keluar dari dalam toko, setelah di luar mereka lanjut berjalan menuju mobil mereka yang terparkir di parkiran minimarket yang tak jauh dari posisinya. Di dalam mobil Adit memasang sabuk pengamannya, lalu menanyakan kepada Ramon yang juga sedang memasang sabuk pengamannya.
"Habis ini kita harus ke mana lagi?" tanya Adit kepada Ramon yang lebih paham dengan dunia detektif.
"Sekarang lebih baik kita pergi ke perusahaan taksi tersebut, untuk meminta identitas pengemudi," jawab Ramon kepada Adit.
"Baiklah kalau begitu, mari kita berangkat," Ardi mulai melajukan kendaraannya menuju perusahaan taksi.
Di sebuah gudang kosong mobil Andrew berhenti merasa ada yang mengganjal dengan kedua pria yang naik sepeda motor memasuki gudang itu. Reni juga merasa ada yang janggal, lalu menduga kalau mereka sudah tahu sedang diikuti.
"Aku rasa mereka sudah tahu kalau kita sedang mengikuti mereka," ucap Reni dengan was-was melihat sekitar yang hanya ada kebun saja.
"Aku juga berpikir seperti itu, biar aku keluar. Kamu tunggu di sini saja," pinta Andrew dengan melihat ke arah gudang kosong tersebut.
Reni memegang lengan Andrew. "Jangan ini sangat berbahaya untuk kita, jangan lebih baik sekarang kita pergi atau minta bantuan pada polisi patroli yang ada di sekitar," larang Reni mencemaskan Andrew yang melepaskan tangannya.
"Hubungi saja polisi patroli, aku akan tetap kesana dan ingat kau tunggu di sini saja. Aku tidak mau repot!" perintah Andrew sambil membuka perlahan pintu mobilnya.
Saat Andrew berada di luar, Reni dengan wajah cemas mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi polisi patroli.
"Halo saya membutuhkan bantuan," ucap Reni lalu sambil memberikan alamatnya kepada polsek setempat.
Andrew dengan waspada mulai memasuki gerbang dan melihat gudang yang begitu gelap. Berjalan perlahan dengan sambil memikirkan taktik, jika sesuatu yang buruk terjadi. Reni tidak tenang membiarkan Andrew bekerja sendirian, lalu dia membuka pintu mobilnya dan keluar untuk menyusul Andrew. Di dalam gudang, Andrew tak melihat ada orang satu pun, lalu seketika dia merasa ada seseorang dari belakang yang mengikutinya. Perlahan dia berbalik dan ingin meninju, tapi gerakannya terhenti saat melihat Reni ada di belakangnya.
"Kamu sedang apa disini," tegur Andrew dengan nada kesal kepada Reni yang melanggar perintahnya.
"Aku juga detektif, jadi harus berani dalam menjalankan tugas," jawab Reni membela dirinya di hadapan Andrew.
"Ingat ya! Aku tidak mau jika nanti kau merepotkan aku," pesan Andrew dengan menatap tajam Reni.
"Sudahlah jangan banyak berdebat, lebih baik kita jalan saja," perintah Reni lalu berjalan lebih dulu.
Baru saja ingin jalan sekumpulan 5 orang termasuk Nino yang keluar dari pintu yang ada di dalam gudang, mereka berjejer sambil tertawa memegang senjata tajam.
"HAHAHAHAHAHAHAHA..." Gema suara lantang dari tawa pria yang seram dan menakutkan kecuali Nino yang anak remaja sendirian.
Andrew melihat mereka dengan waspada, satu persatu mereka yang terlihat lebih kuat darinya. Reni berbisik melihat wajah keempat pria yang menakutkan.
"Sudah kuduga sebelumnya, pasti Nino sudah tahu kalau kita mengikutinya," bisik Reni sambil melirik Andrew yang ada di sampingnya.
"Lebih baik kau menyingkir ke pinggir," perintah Andrew dengan melirik ke arah Reni.
Keempat pria itu satu persatu menghampiri Andrew lalu mulai berkelahi. Andrew mulai mengeluarkan tinju andalannya, lalu tak lupa dia menggunakan kakinya untuk menendang satu persatu keempat pria. Nino berusaha untuk melarikan diri, tapi Reni keburu melihatnya dan langsung melakukan pengejaran terhadapnya.
"Dasar anak nakal," gumam Reni sambil berlari mengejar Nino yang berlari menuju pintu kedua yang ada di samping ujung.
Sesampainya di wilayah Jakarta timur, berada di warung kecil yang biasa menjadi tempat nongkrong Asep. Viktor keluar dari mobil untuk menanyakan kepada pemilik warung di jalanan.
"Permisi," ucap Viktor kepada pemilik warung yang sedang merokok.
"Iya mau beli apa ya?" tanya pria separuh baya sambik membuang asap rokoknya.
"Pak saya boleh tanya, apa bapak mengenal pria yang ada di foto ini?" tanya Viktor kepada pemilik warung.
"Oh... Ini si Asep," jawab pemilik warung sambil tersenyum melihat foto yang ditunjukkan kepadanya.
"Dia ada dimana ya sekarang?" tanya Viktor dengan wajah serius.
"Mana saya tahu, dia mah suka menghilang kadang dua hari baru kesini, bahkan pernah seminggu tidak kesini," jelas pemilik warung dengan santai.
"Apa bapak tidak tahu rumahnya?" tanya Viktor penuh harap kepada pemilik warung itu.
"Untuk apa saya tahu rumahnya, orang dia saja tidurnya di jalanan! Tidak ada urusannya kita mencampuri urusan orang lain," jawab pemilik warung dengan mengecap lalu menggelengkan kepalanya.
Setelah selesai Viktor pamit pergi, tapi justru perkataan pemilik warung membuatnya berbalik kembali.
"Orang kok nanya doang, tapi tidak beli!" gumamnya dengan suara sedikit terdengar ditelinga Viktor.
Viktor berbalik lalu mengambil dua botol minuman dan memberinya uang 10 ribu dan kartu namanya. "Jika melihat Asep, hubungi nomor ini," pinta Viktor lalu berbalik masuk ke dalam mobilnya dengan meletakkan botol minuman di sampingnya.
"Jalanlah," perintah Viktor kepada Haris dengan nada kesal.
Pemilik warung terkejut saat tahu ternyata orang yang tadi bertanya padanya adalah petugas kepolisian, lalu dia memukuli dahinya.
"Aduh! Mati aku. Bisa-bisanya aku tidak sopan dengan petugas polisi. Bagaimana kalau dia dendam padaku dan membuat aku masuk penjara! Ikh. Amit-amit," gumamnya sambil memegang kartu nama Viktor lalu memasukkan duit yang dari Viktor ke dalam saku bajunya lalu duduk lagi.