webnovel

Mimpi Buruk

Tak tahu sudah berapa lama aku berdiri terdiam disana. Aku hanya melamun dan menatap kedepan dengan tatapan kosong. Aku memutar ulang kejadian tadi dipikiranku, mulai dari ucapan hingga raut wajah Adel masih terekam dengan jelas dimemoriku.

Semakin larut aku mengingatnya, hatiku semakin terasa sakit. Dadaku terasa sangat sesak, bagaikan sedang tertusuk-tusuk pisau. Kejadian malam ini telah meninggalkan bekas luka yang tak akan pernah terlupakan didalam memoriku.

Hingga tiba-tiba muncul suara seseorang yang berhasil menyadarkanku.

"Gimana hasilnya? sesuai sama yang gw omongin kan? haha." ucap Ilham dengan ekspresi yang seakan-akan merendahkanku.

"........" Aku hanya diam dan menatapnya dengan tajam.

"Jadi mulai sekarang lo gausah berharap buat deketin Adellia OK?" ucapnya dengan enteng.

"........" Aku tetap diam tak menjawab ucapannya.

"Kok lo diam doang? Ayo ngomong dong, katanya lo mau buktiin ke gw." ejeknya sambil tersenyum dengan sinis.

Tanpa basa basi aku langsung meninju wajahnya. Sepertinya emosi dan amarah telah menguasai diriku sepenuhnya saat itu. Sementara itu, Ilham hanya memegangi pipinya sambil menatapku dengan penuh dendam.

Tiba-tiba aku melihat banyak makhluk halus bermunculan disekitar kami. Jumlahnya perlahan-lahan bertambah banyak hingga memenuhi seluruh halaman villa ini. Beberapa saat kemudian aku menyadari, bahwa mereka ini adalah makhluk yang muncul di malam barbeque hari pertama kami disini. Anehnya aku melihat mereka berdiri di sisi Ilham dan menatapku layaknya seorang musuh.

"Ohhh, mereka semua ini ternyata anak buah lo. Jadi niat lo kesini emang dasarnya mau ngerusuh ya?" ucapku perlahan.

"Gw gausah sampe turun tangan, cukup nyuruh demit yang disekitar sini buat ngabisin lo kayaknya udah lebih dari cukup." balasnya

"Kalo demit lo cuma segini doang, mending lo panggil lebih banyak lagi sebelum terlambat." ucapku

"Hahahaha, gausah banyak omong deh. Kita buktiin aja sekarang." balasnya sinis.

Aku langsung memanggil Lala dibatinku, dan dalam sekejap mata dia langsung muncul disampingku.

"Habisi semua demitnya." perintahku singkat.

"Jika sudah selesai, habisi juga pemiliknya." ucapku datar.

Lala hanya memandangku sesaat, lalu tanpa basa-basi dia langsung terbang menerjang para demit yang berada di sisi Ilham. Kali ini aku melihat Lala menggunakan sebuah selendang berwarna hitam pekat sebagai senjata untuk menyerang. Dengan elegan Lala memainkan selendangnya ditengah kerumunan para demit layaknya sedang menari.

Setiap serangan yang dilancarkan oleh Lala berhasil mengeksekusi beberapa demit sekaligus. Jika kuperhatikan, Lala memiliki dua jenis pola serangan. Pola yang pertama, setiap kali selendangnya menyentuh para demit, tubuh mereka akan terpotong-potong. Sedangkan pola yang kedua, selendangnya akan menyelimuti keseluruhan tubuh para demit. Yang tampaknya membuat mereka perlahan-lahan terhisap hingga pada akhirnya hilang tidak meninggalkan sisa.

Serangan demi serangan dilancarkan oleh Lala, hingga akhirnya posisi Lala mulai mendekati Ilham. Tapi anehnya raut wajah Ilham masih terlihat tenang walau melihat pasukannya perlahan telah dipukul mundur. Hingga saat Lala sudah berhadap-hadapan dengannya, tiba-tiba muncul makhluk tinggi dan berbulu hitam lebat yang menyerupai kera.

Saat makhluk itu muncul, semua demit yang menyerang Lala berhenti seketika. Makhluk itu berdiri disamping Ilham dan menatap Lala dengan tajam. Sepertinya makhluk ini adalah penguasa daerah sini. Sebab aku merasa aura yang dikeluarkannya terasa sangat ganas dan liar.

"Ingat dan tepati janjimu." ucapnya singkat kepada Ilham dengan suara serak yang menggelegar.

Ilham tak membalas ucapannya, dia hanya mengangguk kecil sambil tersenyum. Aku tak tahu perjanjian apa yang mereka berdua maksud, tapi yang pasti mereka sudah sepakat dan bersekongkol untuk menyerangku. Aku tak menyangka dibalik raut wajahnya yang ramah, dia menyembunyikan sifat aslinya yang licik.

Tanpa basa-basi makhluk yang menyerupai kera itu langsung bergerak menyerang Lala secepat kilat. Dia tidak menggunakan senjata apapun, dia hanya menggunakan kedua tangannya menyerang Lala. Sementara itu, Lala berhasil menghindari setiap serangannya dan melancarkan serangan balik berulang kali. Tapi anehnya serangannya tidak terlalu efektif, sebab tubuh kera itu tampaknya masih dalam keadaan yang utuh.

Lala dan kera itu tampak sibuk bertarung dengan serius. Jika kuperhatikan, sepertinya pertarungan mereka dalam keadaan yang seimbang. Sebab tak satupun dari mereka bisa saling melukai satu sama lainnya. Kera itu selalu mencoba meninju dan mencengkeram tubuh Lala, sedangkan di sisi lain Lala berhasil menghindarinya lalu menyerang balik menggunakan selendangnya.

"Kalian semua, cepat serang manusia itu sekarang juga!." teriak kera itu kepada para pasukan demitnya sambil menunjuk kearahku.

Seketika para dedemit yang tak bisa kuhitung jumlahnya langsung bergerak cepat menuju posisiku. Tapi aku tidak panik, karena pria berjubah merah sudah muncul tepat disampingku. Tanpa berbicara, dia langsung menyerang dedemit yang mendekatiku tanpa ampun. Dengan secepat kilat dia menghabisi demit yang mendekatiku. Demit-demit yang hanya fokus menargetku langsung terpental dengan sendirinya, layaknya ada perisai pembatas disekitarku.

"Mendekat sama dengan mati." ucap pria berjubah merah dengan dingin.

"BUNUHHHH!!! BUNUHHHH!!!" teriak para demit itu histeris.

Para demit itu pun tampak tak mempedulikan ucapan pria berjubah merah, dan mereka tetap mencoba menyerangku dengan membabi buta. Melihat mereka yang masih saja keras kepala, pria berjubah merah itu pun melakukan aksi sesuai perkataannya barusan.

Tampak para dedemit yang menyerangku satu-persatu mulai binasa. Mereka hanya bisa berteriak histeris tak berdaya saat sedang dicengkeram sampai terkoyak oleh penjagaku. Bagian-bagian tubuh mereka mulai hancur dan tercerai berai setiap kali penjagaku menyerang. Sungguh pemandangan yang brutal dan sadis, tapi itu tak terlalu mempengaruhiku sebab perasaanku masih dipenuhi dengan emosi dan amarah.

Melihat para pasukan dedemit yang mulai terpukul mundur, tiba-tiba Ilham berjalan mendekati posisiku. Di tangannya muncul sebuah keris yang memancarkan aura berwarna hijau. Aku merasakan keris itu memiliki kekuatan yang berbahaya dan bisa mengancam kami. Perlahan-lahan dia mulai mengarahkan keris itu kepada penjagaku. Layaknya sebuah senapan, keris itu menembakkan energi berwarna hijau ke tubuh penjagaku.

Secara spontan penjagaku langsung memasang sikap posisi bertahan. Saat energi keris itu mengenai penjagaku, tak kusangka serangannya berhasil membuat penjagaku sampai mundur beberapa langkah. Pantas saja Ilham sangat percaya diri walau telah melihat kedua penjagaku menghabisi pasukan demitnya.

"Lo beraninya dibelakang anak buah lo doang ya?" ejek Ilham

"Kalo lo jantan, sini satu lawan satu sama gw haha." pancing Ilham sambil tertawa

Emosiku langsung tersulut saat mendengar ucapannya, saat aku ingin bergerak untuk menerjangnya.

"Mundur, kamu bukan tandingannya." ucap pria berjubah merah secara tiba-tiba.

Aku terhenyut sejenak, emosiku padam seketika sebab aku tak bisa membantah ucapannya. Apa yang dikatakannya sangatlah logis, sebab aku tak memiliki keilmuan apapun untuk menandingi Ilham yang memiliki keris sekuat itu. Aku mulai menyadari bahwa tanpa Lala dan pria berjubah merah, aku tak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan sama sekali. Tanpa sadar, ternyata selama ini aku hanya mengandalkan eksistensi mereka saja.

Wajar saja pria berjubah merah mengatakan bahwa aku belum pantas untuk mengetahui dirinya. Sebab aku tak memiliki kemampuan yang sepadan dengan mereka. Aku mulai menyadari betapa lucunya diriku, yang menganggap bahwa aku memiliki kemampuan yang sangat spesial. Walau kenyataannya aku masih bergantung pada mereka disaat keadaan mendesak seperti ini.

Disaat aku terhanyut dalam pemikiranku sendiri, pasukan demit mantan dukun yang menyerang rumah Riska muncul secara tiba-tiba.

"Kami datang tuan." ucap siluman ular sebagai perwakilan.

"Terimakasih." ucapku dalam batin. Aku tak menyangka, mereka akan berguna disaat situasi mendesak seperti ini.

Lalu tanpa basa-basi mereka langsung menyerang pasukan Ilham, walaupun sebenarnya jumlah mereka kalah jauh. Sejujurnya aku tak menyangka konflik kami berdua akan menyebabkan peperangan secara ghoib seperti ini. Tapi karena semuanya sudah terlanjur, mau tak mau aku harus tetap melanjutkannya.

Sementara itu, Ilham masih sibuk berkonfrontasi dengan penjagaku. Ilham masih mengarahkan kerisnya kearah penjagaku dan sebaliknya penjagaku mengarahkan kedua telapak tangannya kepadanya. Mereka berdua diam diposisi seperti itu dalam waktu yang cukup lama, tampaknya mereka sedang beradu tenaga dalam.

Di sisi lain, pasukan demitku yang kalah jumlah perlahan-lahan dipukul mundur oleh pasukan Ilham. Tampak bagian tubuh mereka yang terlepas hingga berceceran di tanah, lengkap juga dengan aroma darah yang anyir.

Aku menyadari, bahwa semakin lama keadaanku terasa semakin terancam. Tapi sesaat kemudian aku tersadar, bahwa aku memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan. Aku memperhatikan Ilham yang sedang fokus bertarung dengan penjagaku.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari dengan bertujuan untuk menerjang tubuh Ilham. Saat aku sudah mendekat, dia tampak memandangku dengan sangat panik. Sebelum sempat dia memberi perlawanan, aku sudah terlebih dahulu menendang perutnya hingga dia terjatuh.

"Arghhhhhhhhhhh." jeritan keras dari Ilham yang kesakitan.

Tampaknya dia kesakitan bukan hanya karena tendangan fisik dariku, tetapi juga karena efek dari bentrokan energi dari penjagaku. Aku melihatnya meraung kesakitan sambil bergolek-golek diatas tanah seperti cacing kepanasan. Sebelum aku melanjutkan serangan dan melampiaskan amarah yang kupendam, tiba-tiba suara teriakan seseorang menghentikanku.

"Jangan Ram!!!." teriak Adellia

Spontan aku langsung menoleh dan memandang kearah suaranya. Disana tampak Adellia yang sedang memandangku tajam dengan tatapan penuh amarah. Setelah berteriak, Adellia langsung berlari menuju posisi kami berdua.

"Ini maksudnya apa Ram?" ucap Adellia dengan nada yang tinggi.

"...." aku hanya diam lalu menghela nafas dengan dalam-dalam. Saat itu pikiranku terlalu kacau untuk bisa menjelaskan situasi dan alasan mengapa kami berdua bentrok seperti itu.

"Bukannya kamu udah janji untuk gak bakal pake kekerasan lagi Ram?" tanya Adellia.

"Kok diam doang Ram, kenapa kamu ga bisa jawab?" lanjut Adellia.

Perlahan emosiku dan amarahku mulai muncul kembali, sebab aku merasa Adellia berada dipihak Ilham.

"Ram, ka..."

Sebelum Adellia berbicara, aku langsung memotong ucapannya dan berkata "Iya gw yang salah, gw mau bunuh dia." bentakku

Sejenak aku menyadari bahwa pasukan ghoib kami berdua sudah mulai menghilang. Hanya menyisakan Lala yang sedang berdiri menatapku dalam diam.

"Aku bener-bener kecewa Ram." ucap Adellia lalu pergi meninggalkanku sambil memapah Ilham yang sedang kesakitan.

Adellia bahkan tidak menatap dan memperdulikanku sama sekali. Saat itu aku merasa tubuh,pikiran dan batinku hancur dan tak berdaya. Satu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan situasiku saat itu adalah "kacau".

"Hahaha... hahaha..." aku hanya memandang kedepan dengan tatapan kosong sambil tertawa layaknya orang gila.

Dalam bayanganku, malam ini akan menjadi suatu malam yang indah bagiku. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah kejadian yang berbanding terbalik dari ekspektasiku. Dilubuk hatiku yang terdalam, aku berharap yang terjadi malam ini adalah hanyalah sebuah mimpi buruk belaka.

Bersambung...

Nächstes Kapitel