webnovel

Tengah Malam

Setelah kemarin bertemu dengan Lala, aku semakin bersemangat menjalani hari-hariku. Besoknya, disaat matahari sedang bersinar terik, seorang pria dengan semangat yang menggebu-gebu menghampiriku dan Adellia yang sedang duduk santai di bangku gazebo kampus.

"Del, lo udah punya pacar belom?" ucap pria itu dengan gaya yang sangat percaya diri.

"Belum..." jawab Adellia singkat tanpa memandang pria itu.

Pria itu memandangku sesaat dan seketika dia mulai tersenyum layaknya sudah memenangkan suatu peperangan.

"Lo free gak hari ini Del? mau nonton bareng gw gak nanti malam?" tanyanya

"Sorry, gw dah ada janji sama Rama buat nanti malam." jawab Adellia

Aku memandang bingung Adellia, sebab seingatku, aku tidak berjanji dengannya sebelumnya.

Tetapi pria itu masih saja bersikeras untuk tidak menyerah, "Kalo gitu, besok kosong dong, jalan bareng gw yuk?" tanyanya lagi.

Adellia hanya diam menghiraukan ucapannya. Sepertinya Adel merasa risih dan tak tertarik dengan pria yang sangat percaya diri itu. Sebenarnya aku sudah sering melihat kejadian seperti ini terjadi kepada Adellia. Para lelaki, baik itu yang bersifat pemalu ataupun yang langsung berterus terang, datang menemuinya dengan modus yang bermacam-macam. Beberapa dari mereka modusnya dengan memberi hadiah, ada juga yang menggunakan jurus sok kenal dan sok dekat alias SKSD, bahkan ada yang menggunakan bantuan teman-temannya agar tampak ramai saat ingin menembak Adellia. Mungkin dia berpikir kemungkinan diterimanya akan bakal lebih tinggi.

Tetapi sayangnya semua usaha mereka sia-sia dan akibatnya malah menanggung malu. Karena Adellia menolak semua ajakan mereka terang-terangan tanpa adanya celah untuk bisa dibantah. Aku hanya bisa merasa kasihan dan turut berduka atas usaha yang telah mereka kerahkan untuk mendapatkan hati Adellia. Termasuk dengan pria barusan yang telah masuk daftar hitam di ingatan Adellia.

"Ram, pindah ke tempat lain yuk." ajak Adel karena merasa tak nyaman lagi di tempat itu.

"Yuk Del." balaskuku singkat sambil tersenyum tipis menatap pria itu.

Pria itu hanya bisa diam ditempat semula, sepertinya kepercayaan dirinya mulai runtuh akibat respon dingin dari Adellia. Sebenarnya aku cukup heran mengapa Adellia menolak semua pria yang berusaha mendekatinya. Sebab aku merasa mereka semua memiliki kelebihan ketimbang diriku, baik itu dari sisi materi ataupun status. Selama ini, aku juga melihat Adel tak memiliki banyak teman, khususnya pria.

Suara kicauan burung beserta hembusan angin yang sejuk memenuhi taman kecil kampus. Kebetulan cuaca hari ini sedang bagus, sangat cocok untuk duduk sambil bersantai. Sejenak aku dan Adel bisa duduk rileks tanpa adanya gangguan ditaman itu.

"Del, aku sebenarnya penasaran sama alasan kamu, kenapa nolak semua cowok yang pengen dekat sama kamu?" tanyaku dengan ekspresi bingung.

"Alasannya cuma dua doang kok Ram." ucapnya sambil tersenyum

"Apa tuh Del?" tanyaku

"Yang pertama, karena aku gak tertarik sama sekali dan yang kedua, karena aku tau kalau niat mereka ga bener." jawabnya santai

"Kok kamu bisa yakin kalau niat mereka gak bener Del?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi.

"Soalnya ada yang bisikin ke aku Ram, niat dari orang yang mau deketin aku. Dari kecil aku udah biasa kayak gini, makanya sampai sekarang aku ga punya banyak teman." ucapnya perlahan sambil memandang kedepan dengan tatapan kosong.

Akhirnya aku mengerti alasan mengapaan Adel sangat sering merespon dengan dingin orang-orang yang ingin mendekatinya. Aku tak bisa menyalahkannya, sebab aku memahami bagaimana rasanya. Saat orang lain datang mendekatimu hanya karena ada kepentingan saja, jika sudah mendapatkannya maka dia akan melupakanmu saat itu juga.

Suasana menjadi hening setelah aku mendengarkan jawabannya. Ucapannya membuatku tenggelam dalam lamunanku sendiri, begitu juga dengan Adel yang diam membisu. Belasan menit kami habiskan berdiam diri sambil menikmati suasana hening, didalam lamunan diri kami masing-masing. Hingga aku memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Impian hidup kamu apa Del?" ucapku setengah sadar yang membuatku tampak seperti orang yang sedang melantur.

"Impianku sebenarnya simple, aku cuma pengen bisa hidup bebas sepenuhnya." ucapnya sekilas dengan ekspresi penuh kesedihan.

Selama beberapa bulan aku berteman dengannya, aku merasa dia menyembunyikan banyak hal dariku. Mulai dari latar belakang keluarga hingga cerita masa lalunya yang lainnya.

"Kalo kamu gimana Ram?" tanya Adel

"Sejujurnya aku belum punya impian Del, karena dari dulu aku cuma ikut-ikutan orang lain aja. Sejak kecil kalau ditanya masalah cita-cita, aku pasti jawabnya jadi pengusaha biar simple. Walau aku gatau jadi pengusaha apa sebenarnya hehehe." jawabku sambil memandang kelangit.

"Kalau dipikir-pikir lucu juga ya Ram, waktu orang lain lagi sibuk dengan cita-citanya yang setinggi langit. Kita berdua malah ga jelas begini hahahaha." ucap Adel sambil tertawa terbahak-bahak.

Sama seperti Adellia, aku juga mulai tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya. Aku merasa situasi kami berdua konyol, sebab kami berdua sedang menertawakan impian diri kami masing-masing.

"Kamu udah pernah pacaran sebelumnya Ram?" ucap Adel tiba-tiba yang berhasil membuatku terkejut hingga terbangun dari lamunanku.

Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak gatal, lalu menjawabnya "Belum del, hehehe." ucapku dengan malu dan canggung.

"Jomblo dari lahir nih ceritanya hahaha." ejek Adel

"Kalau kamu gimana Del?" jawabku berusaha mengalihkan perhatian.

"Rahasia dong. hahahaha" balasnya sambil menertawakanku.

"Yah, ga asik ah, maen rahasia-rahasiaan gitu." ucapku cemberut.

"Kalau tipe wanita idaman kamu gimana Ram?" tanyanya lagi

"Males, ga mau jawab lagi deh." ucapku kesal

"Yah, ternyata Rama bisa ngambek dong hahaha." ucapnya lalu dia mendekat hingga posisi wajah kami tak lebih dari lima sentimeter.

"Eh, Del jangan dekat-dekat gitu napa." ucapku malu sambil memalingkan wajah

"Hahaha, emangnya kenapa Ram?" godanya

"Kalo begini aja udah salting, kapan kamu bisa dapat pacarnya Ram." ejeknya lagi.

Tak terima diremehkan olehnya, akhirnya aku mengumpulkan segenap keberanian yang kupunya. Perlahan aku beranjak berdiri dari posisiku, lalu aku menatap kedua matanya dalam-dalam. Tanpa basa-basi aku langsung memegang salah satu tangannya.

"Yuk ke kantin Del." ucapku pede, walau aku tahu, mungkin saat itu wajahku sudah semerah tomat.

Adellia tampak sedikit tertegun akan tindakan spontan yang kuperbuat, tetapi dia hanya tertawa tanpa membalas ucapanku setelahnya. Saat kami baru saja berjalan menuju kantin, dari kejauhan aku melihat Riska yang sedang berlari menuju arahku. Aku refleks melepaskan tangan Adellia yang tadinya kugenggam.

"Ada apa kak? kok buru-buru gitu datang kesini?" tanyaku kebingungan

"Hah.... hah... gini Ram, kemarin malam setelah kalian pulang, kok makin banyak kejadian aneh dirumahku ya?." ucapnya sambil ngos-ngosan.

"Tenang dlu kak, ambis nafas dalam-dalam dulu." ucapku

Setelah mengatur nafasnya, Riska tampak lebih tenang dan mulai melanjutkan ucapannya.

"Kemarin malam, banyak barang-barang bergerak berjatuhan Ram, lampu juga tiba-tiba padam. Awalnya waktu tengah malam cuma suara langkah kaki dan ketukan pintu. Tapi lama kelamaan gangguannya makin ekstrim." ucapnya dengan ekspresi ketakutan.

Mendengar ucapannya membuatku bingung, karena setahuku penjaga Adellia telah mengurus genderuwo yang mengganggu rumahnya Riska. Sepertinya, memang ada orang yang sengaja mengirimkan makhluk itu ke rumah Riska. Dia tidak terima karena kirimannya gagal dan ingin melanjutkan serangan berikutnya.

"Sesuai dugaanku Ram, gak mungkin dukunnya cuma ngirim satu makhluk kayak gitu untuk menyerang." ucap Adellia sambil tersenyum

"Hmmm, jadi kita harus datang buat bersihin rumahnya kak Riska lagi Del?" tanyaku memastikan

"Sebenarnya yang penting itu kita harus nemuin dukunnya dulu Ram. Karena gak bakal ada habisnya kalau kita bersihin satu persatu kayak gitu. Soalnya dia bakal ngirim terus-terusan." ucap Adellia

"Cara nemuinnya gimana Del? dan kalau kita udah nemu bakal gimana?" tanyaku bingung, karena aku tak berpengalaman menghadapi masalah ghoib seperti ini.

"Rogo Sukmo Ram atau yang bahasa modernnya disebut Astral Projection." ucap Adel serius.

Aku tertegun mendengarnya, karena sebelumnya aku sudah mencari tahu informasi mengenai Rogo Sukmo atau Astral Projection. Teknik ini dikatakan cukup sulit untuk dipraktikkan, karena membutuhkan banyak syarat. Terutama mengenai mental dan batin seseorang, energi yang dibutuhkan juga cukup besar. Sebab itu biasanya orang yang ingin mempraktikkan ilmu ini melakukan banyak lelaku, seperti puasa mutih, pati geni, meditasi olah nafas dan berbagai macam lainnya. Bahkan setelah melakukan lelaku itu, belum tentu si praktisi bisa berhasil melakukan rogo sukmo. Soalnya teknik ini sangat berhubungan erat dengan bakat dan kebatinan seseorang.

Selain itu, teknik ini lebih beresiko ketimbang teknik terawangan biasa. Karena saat melakukan rogo sukmo kita bisa saja terjebak di alam ghoib. Jika sukmanya terjebak di alam ghoib, efeknya adalah raganya yang ada didunia nyata menjadi linglung seperti orang gila.

"Kamu emangnya bisa ngerogo sukmo Del?" tanyaku dengan ekspresi penasaran.

"Bisa Ram, tapi belakangan ini aku jarang praktekinnya. Jadi aku masih butuh persiapan dulu." jawabnya

"Tapi apa gak terlalu beresiko Del? apa ada yang bisa aku bantu?" tanyaku khawatir, karena aku mengerti akan resiko saat melakukan rogo sukmo.

"Percaya sama aku Ram." ucapnya dengan senyuman manis khasnya.

Hatiku masih tidak bisa tenang, walaupun Adel tampak terlihat percaya diri. Seketika aku mengingat, bahwa aku mempunyai teman baru yang mungkin bisa membantu Adel nantinya.

"Lala." ucapku didalam batin.

Aroma yang sangat harum tiba-tiba muncul menusuk hidungku. Disebelahku sudah berdiri Lala yang tersenyum memandangku dengan pakaian gaun hitam emas khasnya.

"Dia siapa Ram?" ucap Adellia sambil mengangkat salah satu alisnya.

"Teman baruku Del, nanti bisa kujelasin lebih lengkap. Intinya, tujuan aku manggil dia buat bantu kamu nantinya." ucapku

"Kalian lagi ngomongin siapa Ram, Del?" tanya Riska dengan bingung.

"Makhluk astral kak." ucapku santai

Sebelum Riska merespon ucapanku, aku langsung melanjutkan perkataanku, "Jadi kapan kami bisa datang ke rumah kakak?" tanyaku

"Hari ini bisa gak Ram? Soalnya aku takut banget kalo ada kejadian kayak kemarin lagi." ucapnya penuh harap.

Aku langsung menoleh ke arah Adellia untuk menantikan jawaban darinya. Adellia pun menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.

"Tengah malam nanti, baru kita mulai." ucap Adellia singkat

Bersambung…

Nächstes Kapitel