webnovel

Chapter 15 - Ingatan

"Hey … Apa Kau tidak bosan bermain itu?"

Suaranya mengganggu, berkat suaranya itu konsentrasi ku menghilang, sekarang mataku teralih kepadanya. Kepada seorang perempuan yang wajahnya sudah tidak asing lagi dimata ku, seorang perempuan yang jelas-jelas berkebalikan dengan ku, mencolok, banyak bicara, mudah berbaur dengan yang lainnya, manusia normal pada umumnya. Sekarang di kelas yang sepi ini dia mendekat, mengganggu konsentrasi, konsol genggam yang saat ini di tangan ku menunjukkan layar bertuliskan 'Mission Failed' jelas saja itu membuat ku marah. Aku berdiri, mengambil tas punggung ku dan berjalan pergi mengabaikannya, tetapi orang itu … Mengekor dibelakang ku.

Ingin ku berbalik dan bertanya dengan keras kepadanya, tapi niat itu ku urungkan. Karena yang ada di pikiran ku sekarang, berbicara dengan perempuan adalah hal yang paling merepotkan. Tetapi, meski ku abaikan berkali-kali perempuan itu selalu berbicara kepada ku.

"Hey … Kelas sudah selesai, Kamu tidak mau pulang?"

Berkali-kali, kapan pun, setiap ada waktu luang di kelas, dia selalu berbicara kepada ku, selalu mengalihkan perhatian ku. Sejak saat itu, sikap ku sedikit demi sedikit diriku ini dibawa kemana pun oleh dirinya.

"Guru, apa boleh Edward yang menjadi wakil ketua kelas? Sebagai ketua kelas saya memilihnya."

Aku tidak bisa menolak, mulut ini terasa berat untuk menolak permintaan itu. Karena apa? Karena rasa malu? Atau karena perasaan bimbang ini? Sedikit demi sedikit Aku tidak pernah mengakhiri permainan itu, sekarang Aku terus mengikutinya kemana pun dia pergi seperti hewan peliharaan. Kemana pun dia pergi, bahkan hari minggu ku yang damai pun menghilang karena panggilan perempuan itu, tapi Aku tidak marah.

"Ah maaf, apa sudah menunggu lama?"

"Eh? Ah tidak," Aku hanya bisa memalingkan wajah ku dengan malu, hanya menatap matanya saja sudah membuat jantungku berdebar "Kalau begitu ayo, Aku harus segera pulang agar bisa bermain game."

"Kamu ini nggak berubah, apa itu game yang kemarin?"

"Ke--kenapa Kau pikir Aku akan berubah? Game yang kemarin sudah kuselesaikan."

"Eh!? Bukannya itu baru dikeluarkan tiga hari yang lalu?"

"Ja-jangan remehkan diriku. Daripada itu, apa Kau membawa daftarnya?"

"Ya~."

Saat itu, kupikir sudah menemukan seseorang yang dapat mengerti tentang diriku. Tapi kurasa, itu hanyalah sebuah ilusi. Karena hari itu, saat festival sekolah akan dimulai, Aku melihat kenyataan.

"Hei–. Hm?"

Langkah ku terhenti ketika mendengar suara samar-samar perempuan di kelas, dirinya juga ada disana bersama beberapa perempuan lain serang menambah dekorasi kelas. Aku merapat ke dinding dekat pintu, daripada dibilang ingin menguping, mungkin lebih tepatnya ada rasa sungkan untuk melangkah kedalam.

"Hey Kamu dekat dengan Edward ya?"

Tubuhku gemetar sesaat, merinding ketika namaku dipanggil oleh seorang gadis. Jelas pertanyaan itu ditujukan kepada perempuang yang ku kenali.

"Eh?"

"Benar tuh, setiap hari Kamu makin mesra aja ya, apa jangan-jangan Kamu …"

"Apa sih yang Kalian bicarakan? Kami tidak mungkin begitu … Siapa juga yang mau bersamanya?"

Aku tidak dapat berkata apa-apa, kenyataan itu memukulku sangat keras sampai membuatku ingin menangis disaat yang sama. Setelah itu, Aku hanya mendengar suara-suara yang membuat telinga ku sakit, yang membuat diriku ingin mengutuk diriku sendiri karena kebodohan yang sudah ku perbuat.

"Ketua kelas …"

"E--edward … Sejak kapan?"

"Hmm? Apanya? Ah daripada itu, Aku sudah menyelesaikan tugas ku … Lalu Aku ingin pulang?"

"Heh! Pasti karena dia mendengar pembicaraan kita tadi."

Senyuman dingin terpampang jelas diwajah ku, menunjukkan kepada mereka jika diriku sama sekali tidak merasakan apapun.

"Aku hanya ingin bermain game, jangan salah paham. Kegiatan seperti ini tidak cocok dengan ku, Aku juga sudah berbicara kepada wali kelas jadi jangan dipikirkan."

Aku begitu sombong saat itu, aku masih bisa mendengar hinaan mereka. Tapi Aku tidak peduli lagi, tidak peduli lagi dengan mereka semua, tidak peduli lagi dengan perempuan. Sejak saat itu, dengan diriku yang menyedihkan ini, Aku tidak pernah berbicara dengan perempuan.

"Edward adalah anak Ibu yang baik, kamu akan baik-baik saja … Karena itu, sekarang bangunlah, Edward …"

"Eh?"

Mata Void terbuka, sebagian pandangannya terhalang sesuatu yang besar, ia mengulurkan tangannya mencoba menggapai benda itu.

"Apa ini?"

"Hya!"

"Waaa!"

Void terperenjat, melompat dari sofa sampai terjatuh dan kepalanya membentur meja sangat keras.

"Paduka!?"

Void mencoba bangun, tapi rasa sakit dikepalanya itu tidak cepat mereda.

"Pa--paduka?"

"Waa!"

Void menjauh dari Scintia yang mencoba mendekat. Sensasi benda yang ia sentuh itu begitu lembut di tangannya itu tidak bisa ia lupakan, sangat lembut sampai membuat dirinya ketakutan setengah mati.

"Paduka, anda baik-baik saja? Maafkan saya jika itu mengganggu paduka!" Scintia membungkuk menyesali perbuatannya "Sa--saya hanya ingin paduka beristirahat lebih nyenyak, karena itu Saya menjadikan paha Saya sebagai bantal untuk paduka," Diantara wajahnya yang merona itu, penyesalan terlihat jelas di wajahnya. 

Void masih menatap kedua tangannya dengan penuh rasa takut, pikirannya hanya dipenuhi rasa ketakutan juga sedikit kepuasan karena selama hidupnya akhirnya ia tahu walau tangannya yang tidak berdosa itu sudah menyentuh hal yang harus tidak ia sentuh.

"Ma--maafkan Aku!" Jiwanya tidak kuat, akhirnya ia meminta maaf kepada Scintia sambil merapatkan kedua tangannya di depan wajahnya dengan mata yang terpejam.

"Pa--paduka!? Anda tidak perlu meminta maaf begitu kepada Saya! Saya yang salah karena bersikap seenaknya kepada Anda."

"Ta--tapi Aku su--sudah menyentuh …"

Void tidak mampu menyelesaikan ucapannya, khayalannya menjadi liar dan sensasi yang masih sangat membekas itu menghentikan ucapannya

"Ah! Anda tidak perlu khawatir."

"Eh?"

"Jika Anda menginginkan mereka, Saya tidak keberatan!"

"Apanya yang tidak keberatan bodoh!"

Scintia tersenyum polos, tidak ada keraguan sedikitpun di wajahnya ketika berbicara seperti itu. Emosi Void memuncak tiba-tiba karena rasa malunya, menghela nafas lelah ia kembali duduk di sofa dan menjaga jarak dengan Scintia.

"Fufufu~."

Scintia tertawa kecil sambil menutup mulutnya, ia memalingkan wajah. Memalingkan wajahnya yang begitu bahagia tertawa di dekat Void. Void melirik dirinya yang sedang tertawa, sesaat ia melihat bayangan perempuan itu. Ketika Void memalingkan lirikan matanya itu, Scintia menyadarinya. Ia menyadari raut wajah Void yang tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih.

"Paduka ada apa? Apa anda masih memikirkan hal sebelumnya? Saya minta maaf jika paduka marah, tapi jika paduka merasa bersalah, Paduka tidak perlu merasa seperti itu," Ucapan Scintia menarik perhatiannya, ia kemudia berdiri dan mengangkat sedikit pakaian pelayannya itu "Karena, Saya adalah pelayan paduka. Hati saya, jiwa saya, semuanya adalah milik paduka."

Void hanya terdiam dengan mata yang membulat, matanya tidak dapat berpaling sesaat dari Scintia. Tetapi kemudian ia dapat melakukan itu, ia menghela nafas berat dan menatapnya dengan serius.

"Begitu, baguslah. Aku hanya terkejut karena Kau melakukannya, tapi ya tidak apa-apa. Aku senang dengan perkataan mu Scintia."

"Paduka."

Scintia memanggilnya dengan penuh rasa hormat, ia senang saat melihat Kaisar Iblis itu kembali menatap dirinya. Kesetiaan Scintia tidak akan pernah pudar, sampai kapan pun seperti apa yang sudah tertulis di layar informasi personal. Tetapi, Void tahu. Kesetiaan itu bukanlah untuk dirinya, tapi untuk sang Kaisar Iblis yang saat ini ia berada dalam tubuhnya.

To be continue

Nächstes Kapitel