webnovel

PENAWARAN

"Kamu siapa nya Kartika?" tanya Sania sambil menatap penuh curiga pada Denny.

"Ibu Sulastri bekerja pada Ibu saya, dan Kartika sudah kami anggap keluarga. Ibu saya tidak tau kalau bu Sulastri memiliki banyak hutang. Dan, yang kami tau Kartika lari dari rumah. Tapi, kemarin mendadak Kartika datang bersama wanita cantik dan ia mengaku sudah dijual pada anda. Karena itu, saya ingin menebus adik angkat saya."

Sania mengerutkan dahinya, "Maaf, Kartika pulang dengan seorang wanita? Maksudmu? Apa Kartika pernah pulang?"

"Iya, baru saja kemarin. Tapi, ia lalu pergi lagi bersama wanita yang membawanya."

"Baiklah, terima kasih atas informasinya. Begini saja, jika kau memang mau menebus adik angkatmu itu, kau bawa uang sebesar 15 juta rupiah saja. Lusa kau boleh kembali kemari dan membawa pulang Kartika."

"Terima kasih banyak kalau begitu, lusa saya akan bawa uangnya."

"Saya tunggu."

Denny pun segera pamit dan bergegas pulang. Sementara Sania langsung menatap kepada anak buahnya.

"Kita temui Sundari sekarang, aku harus tau apa yang sebenarnya terjadi," kata Kartika.

Anak buah Sania pun segera menyiapkan mobil untuk mengantarkan Sania menuju ke Saritem.

Betapa terkejut Sania saat tiba di rumah Sundari dan melihat Sundari tengah makan bersama dengan Kartika.

"Bisa jelaskan apa yang sedang terjadi? Kenapa dia bisa makan bersamamu? Dan, bisa juga jelaskan kenapa gadis ini kemarin bisa kembali ke rumahnya? Sundari? Kau bisa menjelaskan kepadaku?" tanya Sania dengan sinis.

Kartika menatap Sundari dan Sania bergantian. Tampak jelas bahwa ia sedang ketakutan. Sundari yang melihat hal itu langsung bangkit berdiri, ia menoleh pada Kartika, "Kau ke kamar ya," katanya.

Kartika bergegas menuju ke kamarnya, membuat Sania makin memicingkan mata dan melotot pada Sundari.

"Aku yang bertanggung jawab atas Kartika, mbak."

"Dia itu di sini untuk menghasilkan uang, Ndari!" seru Sania.

"Aku tau, Mbak. Tapi, aku melihatnya seperti melihat almarhum adikku. Kau tau kisahku Mbak. Jika memang aku tidak bisa melindunginya, aku lebih baik pergi dari sini dan terserah Mbak mau menunjuk siapa untuk menggantikan diriku."

Sania langsung terdiam, bagaimana pun Sundari lebih berarti daripada Kartika atau siapapun. Tidak mungkin dia akan menunjuk orang untuk menggantikan Sundari begitu saja. Lagi pula, ia juga memiliki hutang budi dan hutang nyawa pada Sundari. Selama beberapa saat ia pun berpikir, bukan Sania namanya jika akal licik tidak melintas dalam pikirannya.

Sania pun duduk di hadapan Sundari, ia mengembuskan napasnya perlahan.

"Lalu, apa rencanamu? Asal kau tau, baru saja seorang pemuda bernama Denny datang ke rumahku. Dia mengaku anak dari Ibu Aminah. Ibu Aminah ini adalah majikan Sulastri Ibunya Kartika."

"Mau apa dia, Mbak?"

"Menebus Kartika."

"Jadi?"

"Lusa dia akan memberikan aku uang. Jadi, aku pikir ya sudah biar saja Kartika pergi. Toh, dia sudah cukup menghasilkan juga untukku."

Sundari menatap Sania, "Aku nggak percaya kalau dia mau menebus Kartika."

"Kau pernah mengantarkan Kartika kan? Kau tau rumahnya? Kau datang saja dan tanyakan. Lagi pula, kalau kau memang peduli dan kasihan pada Kartika apa kau akan membiarkan gadis itu tetap tinggal di sini? Lebih baik majikan Ibunya datang mengambilnya. Mungkin, dia akan disekolahkan lagi."

"Aku juga bisa menyekolahkan dia, Mbak. Biar aku angkat dia menjadi anakku."

"Aku sih tidak keberatan, tapi bagaimana dengan Ibu Aminah yang berniat baik menebus Kartika? Lebih baik, kau datangi saja rumahnya. Aku harus pulang, aku datang ke sini hanya untuk memberi kabar. Lusa dia akan mengambil Kartika di rumahku. Jadi, ya kau kesana saja untuk mengkonfirmasi."

Sania menatap Sundari, ia tau bahwa saat ini pasti Sundari sedang berpikir. Sania sengaja meminta Denny untuk datang lusa karena ia memiliki rencana yang bisa membuatnya mendapatkan uang sebelum Kartika pergi.

Setelah Sania pulang, Sundari pun segera menemui Kartika di kamarnya. Melihat Sundari yang masuk, Kartika bergegas memeluk Sundari.

"Bu, Mami sudah pulang?" tanyanya takut.

"Sudah, tenang saja. Kau kenal dengan Denny?" tanya Sundari.

"Kang Denny itu anaknya Bu Aminah, Bu. Yang kemarin bertemu dengan kita."

"Hmm, Denny menemui Mami Sania. Dan, katanya ia akan menebusmu. Ibu Aminah ingin kau tinggal bersamanya."

Kartika tersentak kaget. "Betulkah, bu?" tanyanya.

"Iya, tapi Ibu harus memastikannya. Kau tunggu di rumah ya. Jangan buka pintu kamar ini jika kau tidak mendengar suara Ibu. Kau dengar, kan?"

"Iya, bu."

"Ibu pergi sebentar, kunci kamar ini dari dalam. Ingat jangan keluar sebelum Ibu memanggil. Apapun yang terjadi , siapapun yang mencoba masuk. Kau harus tetap diam dan mengunci pintu ini." Kartika mengangguk dengan patuh. Dan, pada saat Sundari keluar dari kamarnya ia pun segera mengunci pintu kamarnya.

Sundari sendiri bergegas ke kamarnya dan mengambil tasnya kemudian ia pun langsung bergegas pergi. Tanpa ia sadari saat ia masuk ke dalam taksi ada mobil yang parkir sedikit jauh dari ujung gang. Tapi, orang yang berada di dalamnya masih bisa mengawasi kepergiannya.

"Betul kan dugaanku? Dia pasti langsung pergi. Aku yakin, sore atau malam nanti dia akan memberi kabar. Dan, besok kita bisa membawa Kartika dan mengadakan pesta sebelum mengembalikan dia pada orang yang bernama Denny itu."

Ya, orang yang ada di dalam mobil itu tak lain adalah Sania dan anak buahnya. Sania memang wanita yang licik dan culas. Ia tau betul bagaimana harus melakukan rencananya dengan baik.

Sementara itu, Sundari langsung menuju ke Jatihandap, ke rumah Ibu Aminah. Ia harus memastikan sendiri apa benar Kartika akan ditebus. Ia tidak mau jika Kartika hanya akan menderita kembali.

Aminah tentu saja terkejut saat membuka pintu dan melihat kedatangan Sundari.

"Loh, ini Ibu yang kemarin datang bersama Kartika, kan?" tanyanya.

"Iya, Bu. Saya kemari hanya ingin memastikan satu hal saja. Apa benar Ibu hendak menebus Kartika dan membawanya tinggal bersama Ibu?" tanya Sundari. Aminah mengangguk sambil menghela napas panjang.

"Iya, tadi pagi Denny sudah meminta Kartika pada Ibu Sania. Dan, lusa Denny disuruh datang kembali."

"Lalu, apa Ibu akan mengembalikan pada Sulastri?"

"Tidak, saya tidak akan membiarkan Sulastri kembali membawanya. Biar dia tinggal di rumah ini, dan saya yang akan kembali menyekolahkan Kartika. Kasian anak itu, jika saya tau sejak awal pasti saya akan membayarkan hutangnya."

Sundari menghela napas lega, "Syukurlah kalau begitu,Bu.Jika memang seperti itu, saya menjadi jauh lebih tenang."

"Kenapa Ibu keliatan peduli sekali pada nasib Kartika?" tanya Aminah.

"Saya rasa yang namanya cinta dan kasih sayang itu tidak harus ada alasan. Kita tidak tau kenapa rasa cinta dan sayang itu bisa tumbuh, bukan begitu, Bu?"

Nächstes Kapitel