webnovel

Menahan Hal Yang Tidak Waras

"Tuan Putri Azaela, aku tidak akan menuruti apa yang Anda inginkan," ucap Atremus.

Bagaimana mungkin, Atremus melakukan permintaan yang tidak waras tersebut. Yakni, untuk mengulang kembali kecelakaan yang pernah terjadi pada Sang Putri kedua. Apapun alasannya, tetap saja hal itu sangat berbahaya bagi keselamatan Putri Azaela.

Brakk!

Jessie yang kini menjadi Putri Azaela menggebrak meja kecil berbentuk bundar yang ada di hadapannya. Dia kesal karena permintaannya tidak di setujui oleh pria yang memiliki perawakan besar, yang ada di hadapannya sekarang.

Menatap tajam pada Atremus, yang sejak tadi hanya menundukkan wajahnya. Sedangkan, Lyne hanya hanya bisa memainkan kesepuluh jarinya yang sejak tadi sudah bercampur keringat dingin.

'Ada apa dengan Tuan Putri? Dia seperti bulan dirinya yang sebenarnya,' lirih Atremus di dalam hati.

Atremus sudah hidup di istana Adanrille sejak kecil, sehingga dia tahu bagaimana sikap dan perilaku putri kedua dari kerajaan Adanrille tersebut.

Selain sangat cantik, Putri Azaela juga dikenal sebagai Putri Raja yang sangat ramah dan lembut pada siapa saja. Baik pada para bangsawan, maupun ketika bertemu dengan rakyat jelata.

Akan tetapi, karena dia hanya seorang Putri dari selir Raja, sehingga banyak yang menyayangkan hal tersebut. Jika bukan karena Raja terlalu mencintai Ibu dari Putri Azaela tersebut, dia pun akan tersingkir dari istana oleh Sang Permaisuri.

Akan tetapi, hari ini adalah pertama kalinya Atremus melihat sisi yang lain dari Putri Azaela, yang sangat asing di matanya. Bagaimana tidak? Baru kali ini Atremus melihat sendiri Putri Azaela menggebrak meja dengan cukup kuat.

"Apa kamu benar-benar tidak ingin membantuku?" tanya Jessie lagi kepada pria itu.

"Maafkan aku, Putri Azaela. Aku tidak bisa membiarkan hal yang sangat berbahaya itu terulang kembali." tegasnya sekali lagi kepada Jessie.

Jessie hanya bisa menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya dengan kasar melalui mulut. Di dalam kamus besar Jessie, tidak ada satupun yang bisa mencegah apa yang dia inginkan. Walaupun hal itu sangat sulit, bahkan mustahil sekali pun Jessie sudah mempunyai tekat untuk selalu mencoba dan berusaha.

Dia tidak ingin meneruskan sisa hidupnya, pada tempat yang terasa sangat asing ini. Jessie ingin kembali pada raganya sendiri, pada kehidupan yang telah dia jalani selama ini.

Meskipun rencana untuk kembali jatuh dari tebing, adalah sesuatu yang tidak masuk akal untuk di mengerti secara nalar. Baginya tidak ada salahnya untuk mencoba, daripada hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apapun. Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi, pertama dia akan kembali pads kehidupan normalnya. Atau yang kedua, dia akan mati konyol karena kebodohannya sendiri.

Jessie perlahan berjalan mendekati Atremus yang masih menundukkan kepalanya, oads tempatnya berdiri. Mengelilingi pria tersebut, sambil memperhatikan Atremus dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Atremus memiliki kulit berwarna tidak terlalu putih, memiliki perawakan besar dan tinggi. Bekas luka yang ada pada dagunya tidak bisa bisa menutupi ketampanan pria bermata elang tersebut.

"Tuan Putri, apa yang sedang Anda lakukan?" tanya Lyne menatap dengan rasa penuh keheranan pada majikannya tersebut.

Dengan cepat, menarik pedang panjang yang sedari tadi berada di dalam genggamannya Atremus dari sarungnya. Menimbulkan gesekan cukup keras, antara pedang dan sarung yang sama-sama terbuat dari baja. Tidak hanya berhenti di situ, Jessie juga mengarahkan pedangnya pada Atremus, disertai sorot mata yang tajam.

"Tuan Putri Azaela!" pekik Lyne tertahan sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Tuan Putri Azaela, apa yang sedang Anda lakukan?" tanya Atremus dengan wajah yang sangat tenang.

Bagi Atremus yang bergelar sebagai seorang jenderal kerajaan, menghadapi mata pedang seperti ini adalah hal yang sudah biasa terjadi. Bahkan, luka yang sekarang bertengger pada wajahnya, adalah hasil dari bermain dengan benda tersebut.

"Aku terpaksa melakukan ini, hanya kamu yang tahu dimana tempat aku jatuh. Jadi, aku perintahkan kau menunjukkannya padaku!" perintah Jessie dengan nada yang tinggi.

Sepertinya, kali ini Atremus tidak ada pilihan untuk bernegosiasi dengan Sang Putri. Dengan terpaksa, dia pun menyanggupi apa yang menjadi kehendak Putri Azaela tersebut.

Saat ini hanya Lyne dan Atremus yang mengetahui, bahwa Putri Azaela telah bangun dari pingsan panjangnya. Sehingga, mereka pun akan berangkat secara diam-diam pada malam hari ke tebing tersebut.

****

"Tuan Putri Azaela, apa Anda ingin membunuhku? Bagaimana jika Yang Mulia Raja mengetahui hal ini?" tanya Lyne yang sudah merengek beberapa saat yang lalu pada Jessie.

Tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkannya, bukan hanya keselamatan Sang Putri yang akan dipertaruhkan. Bahkan keselamatan dirinya juga ikut terancam, dan hukuman pasti akan menanti.

"Tenang saja, tidak akan ada yang tahu. Lagi pula Atremus akan segera pulang dengan Tuan Putri yang sesungguhnya. Jadi, Lyne ... selamat tinggal. Senang bisa bertemu denganmu," ucap Jessie sambil menepuk pundak gadis tersebut.

Setelah berkata seperti itu, Jessie pun memakai jubah panjang berwarna hitam yang sudah dipersiapkan oleh Lyne. Menutupi bagian kepala, yang membuat wajahnya juga tertutup dengan penutup kepala tersebut.

Atremus sudah mengatur segala sesuatu yang diperlukan, dari pengaturan para pengawal sampai kuda yang akan mereka gunakan untuk menuju tebing, yang berada dipinggiran hutan.

Saat melihat kehadiran Jessie, Atremus pun menundukkan kepalanya untuk memberikan hormat pada Sang Tuan Putri.

"Apa, Anda yakin?" tanya Atremus sekali lagi.

"Kamu pikir aku akan berubah pikiran?" Jessie balik bertanya sambil tersenyum sinis.

Jessie menaiki kuda terlebih dahulu dibantu oleh Atremus yang naik sesudahnya. Tubuh mereka tidak ada jarak sama sekali, sehingga mampu merasakan deru nafas masing-masing. Mereka pun keluar dari wilayah istana tanpa halangan sedikitpun.

Hentakan demi hentakan langkah kuda dirasakan Jessie tidak terlalu nyaman. Karena baru kali ini dia menunggangi kuda yang benar-benar sedang berlari kencang.

Beberapa saat kemudian mereka tiba di tempat kejadian. Suasana gelap yang mencekam terasa sangat menyeramkan, apalagi hanya terdengar suara jangkrik dan hewan buas malam yang banyak berkeliaran. Beruntung, Atremus membawa menyalakan obor untuk menerangi tempat itu.

"Jadi ini tempatnya?" tanya Jessie sambil memanjangkan leher untuk melihat kedalaman tebing tersebut.

"Benar, hati-hati! Anda bisa saja jatuh sebelum apa yang Anda inginkan dimulai," ucap Atremus kepada Jessie.

Walaupun sedikit gugup karena ingin melakukan hal yang ekstrim, namun Jessie mencoba menguatkan hati untuk melakukan hal tersebut. Dia pun melepaskan jubah yang sedari tadi tertambat pada tubuhnya.

"Terima kasih, Atremus. Senang bisa bertemu denganmu. Tapi aku tidak berharap kita akan bertemu lagi," ucap Jessie sambil tersenyum mengejek.

Jessie sudah sangat yakin, jika cara ini akan berhasil seratus persen untuk kembali pada kehidupannya yang normal lagi. Walaupun, tebing itu terlihat cukup tinggi dengan sisi curam yang banyak di tumbuhi oleh semak belukar.

Jessie pun bersiap melompat pada dunianya yang baru. Namun sebelum itu terjadi, sudah ada tangan kekar yang menahan tubuhnya untuk terjun bebas pada dasar tebing tersebut.

Bersambung ....

Nächstes Kapitel