webnovel

Bagian 17

Itu adalah alasan mengapa dia selalu bisa menyembuhkan hewan apa pun dengan cepat. Ketika dia berhasil menyembuhkan hewan-hewan itu, dia akan bersembunyi dengan tubuh yang gemetar karena ketakutan. Rasa takut dan rasa putus asa yang diterima Rey akan diubah menjadi energi negatif yang sepuluh kali lipat lebih kuat.

"Paman?!" Wolfie menyadari bahwa pria yang memeluknya sekarang telah ambruk disisinya, tidak lagi sadarkan diri.

Merasa bahwa mangsanya telah mendapatkan kembali kekuatannya, Yeti menggeram dengan rasa cemas lalu dia melompat untuk memberikan serangan selanjutnya kepada Wolfie.

Wolfie yang melihat itu dengan lembut membaringkan Rey di tanah lalu dia berbalik untuk menghadapi musuhnya.

Matanya yang berwarna cokelat tembaga itu berubah menjadi berwarna merah semerah darah!

Kali ini, Woflie akan bertarung demi Rey!!

Sebagai penjaga dari Istana Labirin, Wolfie selalu bertanya-tanya tentang arti dibalik keberadaannya selama ini.

Tapi dia lupa dengan kekuatan besar yang dia miliki selama ini.

Kenapa aku hidup? Apa yang harus aku lawan? Apa yang aku tunggu?

Saat kabut mulai pecah, pandangan Wolfie jatuh pada pria yang telah menyelamatkan dirinya ketika mereka pertama kali bertemu.

'... Aku bertarung... untuk melindungimu...' Tekad Wolfie dalam hatinya.

"BBOOOOMMM!" Nyala api yang kuat berwarna putih mengelilingi tubuh Wolfie yang berwujud anjing.

Dewa Anjing telah bangkit!

Wolfie menyerang Yeti dengan brutal, menusuk bagian vitalnya dengan taringnya yang setajam silet.

Api putih beradu dengan aura ungu, menciptakan suara mendesis benda terbakar.

Yeti menjadi lengah karena serangan Wolfie yang mematikan. Selama lebih dari ribuan tahun ini, Yeti itu tidak pernah bertemu dengan musuh yang seimbang dengan kekuatannya.

Dia tahu kalau ada kemungkinan dia tidak akan menang, jadi dia mengubah fokusnya kepada pria yang sedang terbaring di tanah itu, Rey. Nalurinya mengatakan kalau manusia ini penting bagi si anjing putih itu.

Yeti itu menghindar dari serangan berikutnya dari Wolfie, kemudian mengubah arah lajunya, meluncur ke arah Rey. Saat itu juga, tepat sebelum si Yeti mencapai Rey untuk mencabik-cabiknya tubuh Rey, raungan melengking yang memekakkan telinga datang dari belakangnya!!

Anjing putih itu meraung dengan menggelegar saat dia berubah menjadi mode murka!!!

Wolfie yang sebelumnya berwujud anjing sudah memiliki tubuh besar, dalam mode murka tubuhnya semakin membesar dengan bulu-bulu putihnya yang menegak karena amarah.

Setelah berubah menjadi mode murka, Wolfie melompat ke udara dengan cepat, mendarat di punggung Yeti itu dan kemudian menancapkan taringnya hingga mematahkan leher Yeti. Darah berwarna hitam pekat mengalir seperti air mancur dari leher Yeti yang terkoyak oleh taring Wolfie. Yeti tidak mengerti mengapa dia bisa dikalahkan oleh anjing biasa seperti anjing putih yang telah mengoyak lehernya. Akhirnya Yeti itu lenyap menjadi kabut hitam dan menghilang bersamaan dengan angin.

Anjing putih itu terengah-engah saat dia menatap Rey dengan mata berwarna merah darahnya.

Wolfie menggunakan sisa terakhir dari kekuatannya untuk memaksakan dirinya kembali ke wujud manusia.

Dia merangkak ke sisi Rey, menarik Rey ke dalam pelukannya.

"Hei Paman..." Wolfie bergumam.

"Bangunlah..." Dia mengulangi lagi.

"Bangun Paman... uhhhh" Kata Rey. Kini suaranya terdengar sendu membayangkan Rey yang tidak akan pernah bangun lagi.

"Hei Paman... Aku... Aku masih... Aku masih berguna, kan?" Kata Wolfie dengan tergagap.

Pemuda itu hampir tidak bisa menahan kesadarannya. Dia dengan lembut mengecup bibir Rey lalu kehilangan kesadarannya.

~~~

Terbaring di pelukan Wolfie, mata Rey perlahan terbuka. Dia terdiam tanpa kata saat dia menggerakkan jari-jarinya ke bibir yang di cium oleh Wolfie.

Karena beberapa alasan yang tidak dapat diartikan oleh Rey, Rey merasa sakit pada hatinya.

Dia sudah tersadar saat Wolfie memanggilnya tadi. Kata-kata sedih milik si pemuda bergema ditelinganya saat Rey dipeluknya dengan erat.

Meskipun Rey berada dalam kondisi yang lemah, dia melepaskan diri dari pelukan Wolfie dan duduk untuk memeriksa luka di tubuh Wolfie.

"Uhhgg.. Sakit..." Si pemuda bergumam dan mengerutkan dahinya tanpa sadar. Air mata mengalir diam-diam di pipi Wolfie.

"Jangan pergi... Paman, jangan tinggalkan aku..." Gumam Wolfie. Tiba-tiba, seolah-olah dia sedang bermimpi buruk, si pemuda mulai bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya.

"Paman?!" Matanya seketika terbelalak dan tubuhnya terduduk untuk mencari keberadaan Rey.

Rey menepuk lembut punggung Wolfie untuk menenangkannya, "Aku di sini."

Wolfie yang menoleh pada Rey, merasa lega karena Rey masih berada di sisinya. Wolfie kemudian menggenggam erat tangan Rey lalu dia bertanya dengan panik, "Apa Paman merasakan sesuatu yang tidak nyaman di mana pun? Apa Paman terluka??"

"Tidak... tidak..." Kata Rey dengan lembut dan hangat untuk menenangkan Wolfie yang panik, "Aku baik-baik saja."

"Paman... Aku..." Kata Wolfie dengan ragu.

Rey memeluk si pemuda, menenggelamkan kepalanya di bawah leher Wolfie, "Sekarang sudah tidak apa-apa... semuanya sudah berakhir..."

Tanpa disadari, ketika keduanya sedang berpelukan, pemandangan yang sama terlihat pada bola kristal di suatu tempat di dalam kedua belas istana.

Ada tiga orang pria yang sedang duduk mengelilingi bola kristal itu di tengah-tengah kegelapan.

Pria yang di tengah mengangkat gelas anggur miliknya, mengulurkan lidahnya yang sangat panjang saat dia menjilat minuman anggur berwarna merah terang dari gelasnya.

"Apa kalian melihatnya..." Dia berkomentar tanpa emosi.

"Hmn, sungguh menarik..." Pria yang di sebelah kiri berkomentar lalu dia menyeringai dengan angkuh.

Dia memiliki sepasang mata berwarna hijau zamrud yang indah.

Pria yang duduk di sebelah kanan tetap terdiam.

"Si anjing putih itu... Siapa yang tahu hukuman apa yang akan dia dapatkan setelah ini." Sepasang mata hijau itu berkilat dengan penasaran.

Wolfie merasakan ada suatu sentakan di jantungnya, dia dengan cepat melepaskan Rey dan memperhatikan sekelilingnya.

Beberapa saat yang lalu, Wolfie merasa seseorang sedang mengawasi mereka... 'Ini tidak bagus.'

"Ada apa?" Rey bertanya karena dia merasakan keresahan si pemuda.

"Tidak, tidak apa-apa. Mungkin aku hanya berlebihan." Wolfie tersenyum kembali pada Rey.

Tiba-tiba, pipi Wolfie menjadi hangat ketika tangan Rey dengan ringan menyentuh pipinya yang terluka karena cakaran Yeti.

"Apa ini masih sakit?" Kata Rey memperhatikan luka di pipi Wolfie.

Di bawah cahaya bulan, Rey memperlihatkan kelembutan yang jarang dia tunjukkan pada siapa pun.

Wolfie merasa napasnya menjadi memburu ketika dia dengan ragu-ragu menempelkan bibirnya di sisi mulut Rey dengan cepat.

Si pria terkejut sesaat, lalu menundukkan kepalanya, tidak menunjukkan ekspresi apa pun lagi pada Woflie.

Mungkin jika itu orang lain, mereka akan merasa penolakan yang diberikan oleh Rey dengan sikapnya yang seolah-olah mengabaikan mereka. Tapi berbeda dengan Wolfie, dia bereaksi girang.

'Dia tidak mendorongku!!! Dia tidak menolaknya sama sekali!!' Riang Wolfie dalam hatinya.

Nächstes Kapitel