Sunyi sepi dan bosan dialami Yani ketika memasuki tengah hari, daritadi dia hanya membereskan rumah sampai mengkilap. Walaupun Iwan belum tentu datang dari rumah orang tuanya.
Ketika waktu menunjukkan jam 12 siang Yani kebelet ingin kencing dan segera menuju kamar mandi, usai kencing Yani kembali teringat ucapan Wahyu yang menginginkannya untuk tidak cebok setelah kencing.
Rasa dag Dig dug dialami Yani pada waktu itu, antara cebok atau tidak. Dia ingat kalau sebentar lagi adzan dhuhur, tapi ucapan dari Wahyu nampak terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Usai dari kamar mandi Yani membawa makanan untuk Wahyu, ketika sampai sana tercium aroma keringat dari arah kamar Wahyu. Tubuh Wahyu berkeringat karena kepanasan, terlihat kucuran keringat dari bulu dada yang rimbun. Yani yang melihat hal itu tentu saja tergoda dan tidak tahan akan bau keringat Wahyu yang merangsangnya.
"Eh Yani, sini masuk!" seru Wahyu.
Yani pun masuk dan membawa telur ceplok ditambah nasi untuk Wahyu, seperti biasa Wahyu menolak untuk disuapi Yani dengan tangannya. Dia tetap menginginkan Yani untuk menyuapinya dengan mulutnya.
Aroma mulut yang tidak sedap terpaksa Yani nikmati tak kala mulutnya bersatu dengan mulut Wahyu.
"Kamu suka bau keringat aku Yan, kalau kamu suka aku gak bakalan mandi untuk kamu?" tanya Wahyu.
"Jorok ih mas." ujar Yani.
"Tapi kamu suka kan?" tanyakan Wahyu sambil mencolek keringat di ketiaknya untuk di cium oleh Yani.
Usai makan Yani bersandar di dada Wahyu yang berkeringat dan tak lupa mengangkat tangan kanannya untuk memperlihatkan bulu ketiak yang berbau tidak sedap.
"Mas?" tanya Yani.
"Ada apa?" balik tanya Wahyu.
Tiba-tiba saja Yani berdiri dan membuka pakaiannya, kemaluan Wahyu langsung berdiri tegak pada saat itu.
Yani melangkah dan langsung menyuguhkan kemaluannya untuk di cium oleh Wahyu dan dia sendiri langsung merasakan birahi yang bergelora.
"Kamu gak cuci kemaluan kamu Yan?" tanya Wahyu.
"Ahh... gak mas." jawab Yani.
"Gila, ini sedap sekali." ujar Wahyu sambil menjilati kemaluan Yani yang berbau pesing.
Sedang asyik-asyiknya tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah luar, Yani yang panik langsung memakai pakaiannya dan segera menemui orang di luar.
"Mas Bagas? Mas Bagas gak kerja?" tanya Yani.
"Lagi sepi orderan, makanya jam segini sudah pulang. Gimana Wahyu?" tanya Bagas langsung masuk ke dalam kamar.
Wahyu sendiri sudah memakai baju dan ditutup sarung pada bagian bawahnya.
"Mas, gimana keadaannya sekarang?" tanya Bagas
"Masih sakit mas." jawab Wahyu.
Bagas kemudian melihat memar pada kaki Wahyu, tak sengaja dia melihat ke arah selangkangannya. Dia heran akan hal itu, terlebih ada noda tepat di tengah celana dalam Wahyu.
"Mas Wahyu belum mandi?" tanya Bagas.
"Belum mas, gak enak kalau sana memandikan mas wahyu." ujar Yani.
"Ya iya jangan, sekarang biar sama saya saja mas Wahyu saya bantu mandi." ucap Bagas.
Mau tidak mau Wahyu mengikuti apa yang dikatakan oleh Bagas, ketika di kamar mandi Bagas sampai bergidik tak kala mencium bau badan Wahyu yang baunya minta ampun.
Ketika Wahyu telanjang bulat ada perasaan lain di rasakan oleh Bagas, kemaluan Wahyu yang menggantung membangkitkan gairahnya. Kembali lagi kelaminnya ingin bangkit, bahkan kali ini dia merasakan kalau kemaluannya keras dan berdiri.
Jauh dalam hatinya dia sangat bahagia akan hal itu, tapi disisi lain dia kecewa kenapa harus dengan laki-laki lagi untuk bisa berdiri tegak seperti ini.
Usai mandi Wahyu disambut oleh Yani yang sudah membersihkan kamarnya, tidak ada bau keringat dan cairan persetubuhannya dengan Wahyu.
"Tuh kan kalau sudah mandi terlihat segar dan mudah-mudahan memarnya cepat sembuh." ujar Bagas.
Jam satu siang Wahyu terlelap karena panas yang tak kunjung berhenti, tapi birahi Yani belum terlampiaskan karena kedatangan Bagas tadi.
Akhirnya Yani dan Bagas sepakat untuk pergi ke kontrakan masing-masing usai Wahyu tertidur, sampai ketika di depan pintu Bagas menatap pandangan lain kepada Yani.
"Mbak, boleh saya berbicara. Tapi di dalam saja bagaimana?" tanya Bagas.
"Oh, ya sudah mas. Mau di rumah siapa?" balik tanya Yani.
"Kontrakan saya saja mbak, lagipula saya gak punya rumah." jawab Bagas.
Ketika di dalam rumah Yani melihat ruang tengah dimana dia pernah mendengar desahan dan erangan Bagas dan Sukma.
"Mbak sebelumnya saya mau minta maaf karena mungkin ini agak lancang." ujar Bagas.
"Memang kenapa pak?" tanya Yani.
"Sudah hampir 4 tahun sayang tidak bisa berdiri." ujar Bagas.
"Berdiri bagaimana pak, bukannya pak Bagas bisa berjalan lancar gak kaya mas Wahyu?" tanya Yani.
"Bukan, maksudnya yang ini!" seru Bagas sambil menunjuk ke arah selangkangan.
"Kok jadi ngobrol kaya gini ya pak?" heran Yani.
"Saya minta maaf mbak, tapi ketika tadi pagi ketika mbak Yani mandi. Saya merasakan hal yang lain seperti bisa berdiri lagi." ujar Bagas.
"Hal lain apa pak? maksud pak Bagas kalau saya menjadi imajinasi bapak, maka anu-nya bapak bisa berdiri lagi gitu?" tanya Yani.
"Sekali lagi saya minta maaf mbak." ujar Bagas.
"Lalu saya harus bagaimana pak, bapak ingin melihat saya telanjang gitu pak?" tanya Yani.
"Mungkin lebih dari itu."
Ucapan dari Bagas itu membuat Yani baik pitam dan menampar Bagas sekuat tenaga.
"Gak pak, terimakasih!" bentak Yani.
Tiba-tiba saja Bagas merangkul Yani dari belakang dan membawanya ke kamarnya. Yani langsung mendapatkan perlakuan kasar dari Bagas karena tolakannya tersebut.
"Saya pernah mendengar pak Bagas dan Mbak Sukma sedang bercinta, gak mungkin pak Bagas impoten." ujar Yani.
"Selami ini Sukma dan saya hanya melakukan oral seks, Sukma bisa orgasme tapi saya hanya mengerang secara palsu." ujar Bagas.
"Lepaskan pak!" bentak Yani.
Ketika Bagas mencium bibir Yani tercium bau mulut yang tidak sedap, tapi itu tidak menjadi permasalahan bagi Bagas yang ingin membuktikan akan kemaluannya yang sudah bisa bangkit lagi.
Usai mereka berdua telanjang bulat, Bagas dan Yani melihat perubahan pada kemaluan Bagas yang beranjak berdiri dan siap melakukan penetrasi ke dalam lubang kemaluannya Yani.
"Jangan pak!" seru Yani.
"Saya mohon mbak." pinta Bagas.
Sampai ketika hendak masuk tepat di ujung bibir kemaluan Yani, tiba-tiba saja kemaluan Bagas kembali loyo dan tidak bertenaga.
Yani yang melihat hal itu segera memanfaatkanya untuk memakai pakaiannya.
"Puas pak?" bentak Yani.
Bagas langsung merenung dan terdiam akan hal itu, tubuh telanjangnya masih dilihat oleh Yani pada saat itu.
"Astaga." gerutu Bagas.
"Badan kamu bagus, anu kamu juga besar. Hanya saja gak bisa bangun, sayang sekali kamu pak." batin Yani.
Ketika keluar rumah Yani kaget bukan main karena di kejauhan terlihat kalau Sukma sudah pulang dari tempat kerja.
Bersambung