Hari masih siang, namun akibat terhalangnya cahaya matahari membuat keadaan hutan selalu gelap. Dua mata merah terlihat menyala di dalam kegelapan.
Suara lari dari pemilik mata menyeramkan itu semakin santer terdengar. Semakin mendekat, tempat Cien berdiri mulai bergetar. Bagai sebuah gempa skala kecil terjadi akibat pergerakan makhluk di depannya.
Cien menggenggam erat pisau dapurnya. Tangan kirinya lalu menyala sejenak sebelum sebuah bola air seukuran bola sepak tercipta begitu saja.
Makhluk itu semakin mendekat, dari siluet tubuhnya saja, dia sudah tahu kalau ukuran makhluk itu melebihi tiga meter.
Cien tentu ketakutan. Tapi, dia percaya pada lapisan yang berada tidak jauh di depannya. Lapisan Pelindung Dewa Kala.
Dong!
Dengan kecepatan penuh monster itu menerjang Cien tanpa tahu kalau ada lapisan pelindung di depannya. Suara benturan sang monster ke lapisan sangat nyaring bahkan membuat udara di sekitar ikut bergetar. Kedua mata merah itu tampak terkejut sebelum akhirnya terpejam tidak sadarkan diri.
"…"
Cien hanya bisa terdiam memandangi monster yang kini terbaring tidak berdaya. Seberapa keras monster itu melaju sehingga bisa menghantam lapisan sekeras barusan?
Cien membuang bola air yang telah dibuatnya ke tanah. Dia perlahan berjalan mendekat ke tubuh monster yang telah terkulai.
Kini dia dapat melihat betul seperti apa monster tersebut. Tubuh besar gemuk kekar sekitar tiga meter tingginya ketika monster tersebut berlari dengan empat kaki. Kalau dia berdiri mungkin tingginya bisa mencapai lima meter.
Sepasang mata merahnya kini terpejam. Bulu hitam pekat di sekujur tubuh dengan beberapa bagian di punggung keras seperti batu. Pada celah-celah di bagian keras itu, tampak suatu sinar menyala dari dalam tubuhnya. Sinar itu terlihat bercahaya bagai magma dalam gunung berapi.
Monster itu berbentuk beruang. Sayangnya, Cien tidak tahu jenis beruang apa yang di depannya.
Dia mendekat secara hati-hati, takut-takut kalau beruang tersebut tiba-tiba bangun. Sembari mendekat, dia melihat satu ranting pohon tidak jauh darinya. Dengan sekali tebasan pisaunya, dia ambi ranting itu.
Ketika jaraknya telah berada sekitar dua meter dari monster beruang. Cien tidak berani mendekat lagi. Walau dia tahu ada lapisan pelindung yang akan menjaganya, tubuh besar monster itu tetap memberikan rasa ngeri padanya.
Dengan debar jantung yang tidak karuan. Cien mulai menusuk-nusuk kepala si monster dengan ranting yang baru dipotongnya.
"Grrrr….!"
"… ah, jadi kau masih sadar rupanya, hehe…"
Cien semerta melangkah mundur dengan cepat. Keringat mengalir deras dari dahi dan tengkuknya. Monster beruang itu mulai terbangun kembali, dia menggeram sembari melihat Cien dengan tajam.
"Roar!"
Dong!
Monster itu kembali menabrak lapisan pelindung.
"…"
Dong!
"..."
Dong!
"..."
Monster itu menggeleng-gelengkan kepalanya tampak pusing. Lalu kembali menatap Cien dengan seksama, namun kali ini dia tidak lagi mencoba menerjangnya. Hanya terdiam di luar lapisan menatapnya.
"Gulp… apa kau baik-baik saja?"
"Grrr...!"
Dong!
"..."
Mungkin karena kebiasaan yang ada pada dirinya di masa lalu ketika hidup di bumi. Melihat tingkah bodoh di depannya, secara otomatis, tangannya langsung merogoh saku, mengambil ponsel, membuka kamera dan…
"Peace~"
Jepret!
"Mari selfie!"
Merasa beban terasa terangkat setelah mengambil foto dari ancaman yang tidak bisa menghampirinya. Tensi dalam dirinya seketika menghilang, dia mendekat sampai jarak satu meter di antara mereka, lalu sebagaimana seorang yang berkunjung ke kebun binatang. Cien ingin selfie dengan monster besar yang ditemuinya.
Namun, ketika dia baru melihat layarnya dan ingin mengganti kamera ke kamera depan. Matanya terbuka lebar, pada layar dia mendapati terdapat opsi mencurigakan pada hasil tangkapan kamera tadi.
"Hm?"
[Detail]
'Detail? Maksudnya?'
Cien menekan tulisan detail itu, lalu suatu kolom status semerta muncul di layar.
__________
[Inferno Bear]
Rank 6 Kelas Menengah
Skill : Sihir Api (Ahli), Sihir Tanah (Ahli), Sihir Lava (Kompeten), Amplifikasi Fisik (Kompeten), Mana Slash (Master).
__________
"… jadi fungsi kamera ini sebenarnya untuk melihat status yang difoto. Benar juga, di mana foto ini disimpan?"
Karena Cien tahu kalau ponselnya tidak memiliki hal lain selain aplikasi Toko Kirana. Barulah dia sadar kalau tidak ada galeri ataupun memori sebagai opsi untuk menyimpan foto yang diambilnya.
Sehingga, setelah beberapa saat mencari. Kamera itu hanya bisa mengambil satu foto untuk memberikan status pada objek, setelah itu hasil foto akan menghilang bila dia ingin mengambil foto berikutnya.
"Tidak berguna. Sigh…"
Cien lalu duduk bersila di balik lapisan pelindung, dia menyaksikan Inferno Bear yang masih berusaha masuk secara paksa.
Monster itu menyemburkan lava panas yang menyala ke arahnya, namun lava tersebut tidak bisa melewati lapisan. Mencoba menyerang dengan sihir tanah, namun sihirnya tidak bisa melewati lapisan. Menyerangnya dengan cakar yang dilapisi mana, tapi satu goresan pun tidak berbekas pada lapisan.
"Pelindung ini sangat hebat!"
Cien takjub dengan kemampuan pelindung yang diberikan oleh ponselnya. Tapi, dia tetap memiliki persoalan yang membuatnya cemas. Bagaimana bila beruang itu tidak akan pernah pergi dari sana?
Jumlah makanan yang ada di dalam lapisan pelindungnya sangat terbatas. Akan ada waktu di mana dia harus menjelajah keluar.
Cien lalu melihat pisau di sampingnya, lalu ke ranting pohon yang tadi dia potong telah tertancap di depannya.
"Mungkin bisa dicoba."
Cien melihat sekitarnya, lalu pandanganya terfokus pada karung berisikan tanaman liar yang akan menjadi makanannya. Dia robek bagian atas karung, membuatnya menjadi seperti seutas tali.
Dengan tali itu, dia ambil ranting yang tertancap, lalu ikatkan pisau dapur di ujung ranting.
Sebuah improvisasi tombak pun sukses dibuat. Cien berdiri, lalu sedikit memainkan tombaknya, merasakan keseimbangan dan kekuatan tombak tersebut.
"Tidak terlalu bagus, tapi ini sudah cukup untuk sekarang."
Dia lalu melihat ke arah monster beruang yang masih dengan susah payah ingin masuk menyerang. Cien tersenyum nakal.
'Ketika mana dalam dirinya telah habis, disitulah kesempatan muncul.'
Untuk satu jam ke depan, Cien hanya diam memperhatikan Inferno Bear menyerang Lapisan Pelindung Dewa Kala. Sesekali dia akan mengejek dan menantang monster tersebut bila beruang besar itu ingin istirahat.
Bila merasa amarah beruang itu akan mereda, Cien akan mengejeknya dan menusukkan tombaknya dengan sekuat tenaga. Sehingga beruang itu marah kembali dan menyerangnya lagi.
Setelah satu jam menyerang tanpa henti dengan berbagai sihir mengerikan. Inferno Bear akhirnya terbaring lunglai kehabisan mana.
Tubuhnya masih terlihat sangar dan menyeramkan, namun kini terdapat beberapa luka tusukan yang beberapa kali diberikan oleh Cien. Inferno Bear seperti tahu kalau dirinya akan mati bila tetap berada di sana. Jadi, setelah terbaring sebentar, dia segera bergerak untuk pergi menjauh.
Tentu saja Cien tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ketika monster itu baru saja berbalik untuk pergi. Dia berlari keluar dengan cepat, walau dia hanyalah rank 2, tetap saja fisiknya melebihi manusia pada umumnya.
"Waterball!"
Seiring dia keluar dari zona nyaman, Cien langsung menciptakan bola air dengan sihirnya dan menembakkan bola itu ke belakang kepala Inferno Bear.
Kekuatan tembakan bola air itu terbilang lemah. Namun tujuan Cien bukan untuk menembak demi melukainya. Tapi untuk menyelimuti kepala Inferno Bear dengan air. Dia ingin membuatnya tidak bisa bernapas untuk beberapa detik.
Inferno Bear yang seketika merasa kepalanya terendam tidak sengaja tersedak. Dia panik namun hanya dengan sekali cakarnya saja, bola air itu pecah bagai balon air.
Tiga detik.
Itulah waktu yang didapatkan Cien, yang dalam waktu sebanyak itu, dirinya telah berada di depan Inferno Bear yang sedang berdiri dengan dua kaki dan terengah-engah akibat tersedak.
Pandangan Inferno Bear serta merta tertegun ketika dia menyadari manusia buruannya sudah berada di depan, tersenyum dengan tombak yang mulai melaju untuk menikamnya.
Inferno Bear tidak mempunyai waktu untuk menghindar. Ujung tombak Cien yang merupakan pisau dapur itu berhasil menusuk bagian bawah kepala lalu tembus melewati otak dan keluar dari sisi atas kepala beruang tersebut.
Tubuh Inferno Bear kejang-kejang sesaat sebelum akhirnya dia menghembuskan napas terakhirnya.
Swiish!
Dengan handal, Cien mengeluarkan tombaknya dan memutar-mutarnya. Tubuh Inferno Bear yang telah tiada nyawa, serta merta jatuh.
Monster sekuat rank 6 telah berhasil dibunuhnya. Cien masih merasa tidak percaya, namun dia tidak bisa menghentikan senyum di wajahnya.
"Hehehe, daging… daging! DAGING! Yahahaha!"