webnovel

Bab 1. Isi Hatiku.

Bab

Aku Rania maharani umur 25 tahun, berjalan menuju jendela kamar, Lalu membukanya, mentari masih sembunyi dibalik awan. berdiri di balkon kamar. Membiarkan angin pagi menerpa wajah ini. Hari ini merasa hari paling menyebalkan sepanjang hidup ku

Yah orang tua ku memaksa mengenalkan anak temennya. Laki-laki mapan punya usaha cat dan mebel.

Mereka menjodohkan kami sejak masih anak- anak. Naif sekali mengerat persahabatan harus ada jodoh-jodohan. Aku menghela napas pelan mengingat itu.

Nanti malam Ridho dan keluarganya akan datang. Terpaksa aku harus pulang lebih awal dari kantor bank. Aku bekerja di Bank Swasta di Kota Semarang sebagai Custumer service. Aku sebenarnya punya pacar. Roger namanya. Tapi pekerjaannya sebagai fotografer tak di setujui orang tua ku. Menurut mereka profesi Fotografer tak menyajikan kemewahan bagi ku.

Ceklek.

Ina, nama Ibu ku. Membuka pintu dan tersenyum manis pada ku.

"Kamu, sudah sholat subuh Rania?" tanya Ibu

"Sudah Bu," Jawab Rania singkat. Ibu melangkah kakinya mendekat dan berdiri di samping ku, Merangkul pundak Memahami gejolak perasaan ku saat ini.

Aku terdiam sambil memandangi wajah ibu yang hangat. Ada kasih sayang yang besar terpancar di wajahnya. Rasa sayang ku yang besar pada Ibu Terbersit untuk menerima perjodohan ini walau hatiku menolak.

"Ibu tau perasaan mu, kamu belum mencintai Ridho. Tapi terimalah dia, cinta akan hadir di hati mu suatu saat nanti," Nasehat Ibu sembari mengusap kepala ku.

Aku hanya mengangguk sambil memainkan jemari. Tapi berusaha mendengarkan nasehat Ibu walau Saat ini hanya nama Roger di hati.

"Dah mandi sana! Ibu tunggu di bawah kita sarapan bareng."

Aku mengangguk sebagai jawaban. Ibu melangkah keluar dari kamar ku.

menengok jam di dinding sudah menunjukan pukul enam. Segera mengambil handuk lalu ke kamar mandi. Aku menyalakan shower sambil berdiri di bawahnya. Membiarkan air membasahi tubuh. Wajah Roger menari- nari di pelupuk mata. Kenangan masih melekat di kepala ku. Tak terasa air Mata mengembun di kedua pelupuk mata. Menahan sesak di dada akhirnya pertahanan jebol juga. Aku menangis tersedu- sedu mengingat semua tentang Roger. Hati sakit, Takdir serasa tak berpihak pada hidup ku.

Setelah mandi, aku memakai baju kantor, skincare tak lupa bedak dan lipstik. Mengambil tas dan sepatu lalu turun ke bawah.

Mereka tengah sarapan di ruang makan. Ada Ayah, Ibu dan adik ku. Aku punya adik Andri namanya, ia masih kelas 3 SMP.

"Met pagi Ayah, Ibu, Andri."

"Met pagi duduk lah Rania." Ucap Ayah

Nama Ayah ku Broto. Aku duduk di samping Andri.

"Nanti malam, keluarga Ridho akan datang. Ayah harap pulang dari bank langsung pulang, jangan kemana- mana. Dah Ayah berangkat ke kantor dulu, Assalamualaikum."

"Walaikum salam," Jawab mereka serempak.

Aku hanya bisa terdiam mendengar ultimatum Ayah mengambil sendok dan menyuapkan nasi goreng ke mulut.

Hambar sarapan pagi ini. Membuat suasana mood kerja berantakan. Aku tak menghabiskan sarapannya.

"Bu, Rania berangkat kerja dulu ya," Pamit ku kemudian mencium tangan Ibu.

"Iya Rania, Hati- hati di jalan."

Rania mengeluarkan scoopy warna merah nya dari garasi. melajukan honda kesayangannya menuju kantor.

Aku sampai di kantor, sesosok laki- laki yang aku rindukan ada di depan ku. Ia memandang lekat,ada kerinduan di kedua netranya. Sama Seperti yang aku rasakan. Aku terpaku melihat Roger Ingin berlari memeluk dan mengucapkan kata rindu tapi aku tahan, tak pantas kata- kata itu keluar saat kami berada di garasi kantor.

Roger tersenyum melihat kedatangan ku Ia melangkah menghampiri.

"Hai, Rania. Aku kangen," ucapnya sendu.

Mendengar kata kangen dari mulut Roger, hati ku adem. Serasa kupu-kupu beterbangan di sekitar ku

"Hai juga Roger," Aku salah tingkah di perhatikan terlalu lekat. Wajah ku serasa kepiting rebus, ingin rasanya membenamkan wajah ku di dadanya. Roger mengengam jemari ku erat.

Dia memeluk ku, membisik kan kata di kuping ku. "Please ikutlah dengan ku! Aku akan berangkat ke Paris, ada proyek pemotretan model di sana kita bisa membangun keluarga bahagia di sana," Rayu Roger . Tak rela kekasihnya di jodohkan dengan orang lain.

Aku ragu mendengar ajakan Roger, kalau ikut Roger ia tak tega dengan orang tua yang akan menanggung malu seumur hidupnya.

"Roger, nanti aku pikirkan. Aku Tak bisa memutuskan terburu- buru."

"Aku tunggu Rania," Ucap Roger sendu. Rania kemudian masuk ke kantor. Ia duduk di belakang mejanya. Memikirkan ucapan Roger. Haruskah aku ikut dengan Roger?

Menyalakan komputer karena sebentar lagi akan buka, aku berusaha harus profesional dan konsentrasi. Tak boleh mencampur adukan urusan kantor dan pribadi.

Kantor Bank di buka, antrian pertama datang. Aku melayani custumer dengan senang hati.

Sejenak bisa melupakan masalah yang menimpa. Tak terasa saat ini waktu menunjukan pukul pukul tiga Sore aku bersiap pulang. Kinanti, temen sekantor ku sudah menunggu.

"Rania, katanya kamu mau lamaran ya? Gimana nasib si Roger?

Aku menunduk sedih, ternyata kinanti sudah tau kabar ini. Paling kabar dari Ayah. Ayah ku dan Ayah Kinanti bekerja satu kantor. Di kantor Pegadaian.

Kinanti adalah temen ku saat masih SMA. hubungan ku dengan Roger ia juga tau. Aku dan Roger hampir lima tahun menjalin hubungan sejak masih berseragam abu- abu.

"Kita di jodohkan, Ayah ku dan Ayah Ridho merencanakan sejak kami masih Tk, naif nggak sih? Tanya ku sewot. Sedang Kinanti malah tertawa terpingkal-pingkal. Aku memukul bahunya, agar berhenti tertawa.

" Maaf Rania, ternyata kamu saat masih kecil udah laku ya,"

Aku hanya bisa mendelik sewot saat Kinanti terus saja meledek.

Aku berjalan terus tanpa memperdulikan Kinanti di belakang yang terus memanggil. Ia berlari dan kini di samping ku.

"Maaf Rania, jangan marah dong. Ya deh aku nggak kledek lagi,"

Sepulang dari kantor, Aku langsung pulang ke Rumah. Aneka kue dan masakan Ibu sudah tertata di atas meja. Rania sedih melihat itu. Seandainya Roger yang melamar, pasti aku adalah wanita yang paling berbahagia di dunia ini.

"Ganti baju mu Rania, bantu Ibu menyiapkan piring-piring ini untuk nanti malam,"

"Iya Bu," Jawab ku patuh tak bisa membantah. Aku melangkah dengan gontai, seakan lelah tubuh ku tak kurasakan. Tapi hati ku hampa. Aku menganti baju kantor dengan gamis modern, juga membalut kepalaku dengan pasmina.

Aku membantu Ibu menyiapkan makanan untuk nanti malam. menata di atas meja. Mengelap piring dan gelas, juga kue di piring. Sesekali ingatan ku pada Roger yang ingin aku ikut bersamanya. Tapi rasa sayang ku pada orang tua mengalahkan ego ku.

Bersambung.

Nächstes Kapitel