webnovel

4. Gantungan kunci

Kini, seorang pemuda tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Matanya terpejam dengan bibir ranum yang mengatup. Deru nafasnya terasa pelan, menandakan dia masih bernyawa. Di tangannya, tertempel infus.

Cairan infus yang terus menetes melewati selang, menjadi lagu di dalam ruangan yang sepi nan bersih itu.

Hingga akhirnya, suara gesekan pintu ruangan. Membuat mata itu terbuka. Menandakan sang empunya menyadari bahwa ada yang memasuki ruangan.

Mata itu, langsung menatap gadis cantik yang baru saja masuk. Gadis itu tersenyum, lalu berjalan mendekat, dan duduk di samping ranjang.

"Gimana kamu? Maaf. Aku baru sempet. Hehe," Ujar gadis cantik itu seraya terkekeh kecil.

Sedangkan pemuda itu hanya tersenyum tipis melihatnya. Ia kemudian mengubah posisinya menjadi duduk.

"Mamah dirumah gimana?" Tanya pemuda itu dengan suara khasnya yang serak.

"Udah ris, kamu tiduran aja." Gadis itu membenarkan posisi duduk pemuda di depannya. Menaruh bantal di belakang punggung si pemuda, lalu menyenderkan punggung pemuda itu secara pelan.

Setelahnya, wanita itu kembali duduk seraya berkata, "Mamah siapa dulu nih?" Ujarnya seraya menggoda.

"Mamah aku, mamah kamu juga Ev." Balas pemuda itu kembali tersenyum tipis pada Evelyn.

Evelyn pun juga ikut tersenyum mendengar jawaban dari pemuda di depannya. Ia merasa lega sekaligus senang karena sekarang kondisinya sudah mulai membaik.

"Oh iya Ris, aku ga bisa lama. Jadi, maaf ya." Evelyn bersandar di ranjang dengan wajah yang bertumpu pada tangan.

"Engga apa-apa Ev, kamu kesini aja aku udah seneng banget. Ngomong-ngomong, maaf ya udah ngerepotin kamu."

"Udah deh, gausah lebay."

"Oh iya Ris. Aku mau kasih tau kamu ini!" Evelyn menyerahkan botol kaca kecil, berisi bunga dandelion yang di awetkan pada Aris, pemuda yang berada di atas ranjang.

Aris terdiam, lalu meraihnya. "Ini buat aku Ev?" Tanya nya pada Evelyn. Tapi Evelyn segera menggelengkan kepalanya.

"Terus?" Aris menaruh gantungan kunci itu di depannya. Lalu matanya menatap Evelyn, mengisyaratkan pada Evelyn untuk menjelaskan apa yang terjadi.

"Aku nemu itu di loker aku tadi siang. Udah delapan kali malah. Dan aku engga tau siapa yang naruh. Jadi, tiap bulan di tanggal yang acak. Bakal ada yang naruh benda itu di dalem loker aku. Dan itu udah terjadi selama delapan bulan belakangan ini."

"Aku takut kalo itu semacem jimat. Jadi aku kasih tau kamu deh. Barangkali kamu tau 'kan? Lagian, kamu kan tahu tentang bunga Ris. Jadi, aku minta kerjasamanya sih."

Aris yang mendengar penjelasan Evelyn hanya bisa terdiam. Tapi dia juga sedikit terkejut. Ia berfikir keras dengan benda di depannya ini. Mencoba menerka apa motif si pelaku menaruh hiasan seperti ini.

Aris pun menatap Evelyn, "Setahu ku. Dandelion itu bunga yang bermakna tentang harapan. Bisa jadi, pelaku ini suka sama kamu Ev. Mungkin dengan ngasih bunga ini. Harapan dia bisa tercapai." Ujar Aris serius.

Sekarang Evelyn yang terdiam. Ia memikirkan penjelasan yang baru saja Aris lontarkan mengenai bunga itu.

Apa benar ada yang berharap padanya?

Evelyn bertanya-tanya pada dirinya.

"Yaudah-yaudah Ev. Katanya kamu ga bisa lama-lama. Sekarang udah jam 3 sore. Takut mamah kamu khawatir." Suara Aris menghamburkan fikiran Evelyn tentang bunga itu.

Alhasil, Evelyn segera tersadar dari fikiran nya. "Em, yaudah. Aku pulang ya Ris."

"Makan yang banyak. Maaf aku cuma bisa sebentar. Doa terbaik!" Ucap Evelyn seraya beranjak dari bangkunya.

Ia kemudian berjalan menuju pintu seraya melihat ke Aris, melambai dan tersenyum manis. Kemudian membuka pintu, lalu melewatinya.

Aris pun membalas senyuman itu dengan kembali tersenyum pada Evelyn.

Ia kemudian mengambil benda tadi dan kembali melihatnya. Mencoba berfikir lagi, apa motif dari pelaku.

Sedangkan di lain tempat. Beberapa pemuda tengah berjalan di lorong rumah sakit. Zellio dan Kanova memimpin di depan. Sedang lainnya berjalan di belakang.

"Kita beneran engga bawa apa-apa nih Yo?" tanya Zidan pada Zellio.

"Percuma, ga bakal dia makan. Dia kalo sakit, kek berasa ibu hamil anjir. Tiap kasih makan, mual, kasih makan, mual. Kalo dia adik gue nih. Udah gue babet pake sekop sumpah." Sahut Zellio dengan wajah sedikit geram.

Zidan, Rafli, Arka, serta Arash terkekeh mendengar celotehan Zellio. Sedangkan Kanova hanya tersenyum sekilas saja. Tidak begitu minat dalam obrolan mereka.

Hingga sampai lah mereka di ruangan yang di tuju.

Setelah memasuki ruangan, mereka melihat Aris yang sudah duduk di atas ranjang. Sontak mereka langsung memeluk Aris secara bergantian.

Mereka berdiri mengepung Aris.

"Wah, gimana Ris kabarnya? Baik?" Celetuk Zidan seraya bertos ria dengan Aris. Sedangkan pemuda lainnya hanya bisa tersenyum bahagia melihat keadaan Aris yang sekarang.

"Alhamdulillah gue baik-baik aja ko." Balas Aris kembali tersenyum.

"Semuanya aman?" Tanya Rafli.

"Aman lah anjir. Yakali, gue cuma kecetit doang lho. Bukan patah tulang pea. Lebay amat Lo!"

Kanova duduk di sofa bersama Arka, dan Arash. Sedangkan sisa nya duduk di bangku samping ranjang.

"Si Ebeng kemana dia? Tumben ga ikut. Padahal dia yang paling gue rinduin." Ujar Aris membuat mereka semua tertawa.

Karena boleh jujur. Ebeng itu anggota Phoenix juga. Namanya aslinya adalah Marchelia, dia adalah pemuda bertubuh besar, dengan wajah ala timur tengah. Sama seperti anak Phoenix lainnya, dia juga memiliki bakat yang sangat bagus. Tapi karena namanya yang girly, membuat beberapa murid suka menertawakan nya. Jadi, Aris memberi nama julukan pada Marchelia. Yaitu Ebeng, agar terlihat lebih sangar dan lebih pantas saja.

"Ebeng kayanya nyesel dah, ga bisa ikut. Dia udah kita ajak. Cuma mungkin ada keperluan gitu." Ujar Arash.

"So sibuk anjir dia mah sekarang. Bilang aja masih trauma pas di Infinity cup, sama si Lio." Celetuk Zidan.

Lalu mereka tertawa lagi. Mengingat kejadian dimana Marchel dan Zellio tak sengaja berciuman. Padahal, niat awal mereka hanyalah berpelukan dan berselebrasi karena telah memenangkan pertandingan melawan E.T.B.

"Kita ga bisa bawa apa-apa nih. Jadi, maaf aja ya." Ucap Rafli lalu diangguki anak-anak lainnya.

"Elah, santai aja kali. Kalian udah kesini aja, gue seneng." Balas Aris seraya tersenyum.

Mereka semua saling mengobrol satu sama lain. Tertawa bersama, membuat jokes, dan kembali tertawa lagi.

"Buat lawan Outlaws, gue ga bisa ikut. Pertandingan beberapa hari lagi. Dan keadaan gue masih gini-gini aja. Jadi, gue serahin ke kalian ya!" Ujar Aris sedikit tidak enak.

"Santai aja. Kan ada Lio, Kano, Ebeng, gue, Rafli, Arash, Zidan. Jadi, tenang aja. Kita bakal usahain yang terbaik ko. Ya kan Ka!" Pekik Arka pada Kanova.

Kanova tersenyum, lalu mendekat. Ia membuka topik dan mereka semua merespon dengan baik. Mereka kembali tertawa dengan beberapa jokes yang Kanova lontarkan. Terkadang, ada saja dari mereka yang tak sengaja memukul bahu Aris, membuat anak itu meringis. Suasana sempat serius, tapi mereka kembali tertawa lagi.

Begitu pun seterusnya.

Nächstes Kapitel