webnovel

33. Melupakan Itu Sulit

Alice masih setia mengamati salju yang turun sore ini. Pekerjaannya sebagai pelayan sudah banyak yang diselesaikan. Membuat Alice bisa bersantai lebih awal.

Alice memang khusus ditugaskan untuk menata meja makan, mengawasi dapur bersama ibunya, dan juga membersihkan kamar tidur raja dan ratu, serta kamar tidur Avery.

Tentu saja Alice memiliki pelayan yang lebih bawah darinya. Alice memiliki tiga pendamping pelayan agar bisa ia suruh membantunya bekerja. Tiga pelayan itu dikhususkan Ratu Berenice untuk membantu Alice.

Pandangan Alice yang fokus pada salju yang terjatuh terpaksa teralihkan karena melihat Avery yang masuk ke dalam istana. Langkah kaki Avery tampak terburu-buru dan wajahnya sangat murung.

Alice melihat kedua tangan Avery membawa sebuah kotak yang berisi kue kering. Kotak yang Alice siapkan tadi sebelum Avery berangkat menemui Diona. Mengapa Avery yang membawa kotak itu? Apakah tidak jadi bertemu dengan Diona?

Dengan hati-hati Alice mengikuti Avery yang menuju ke taman belakang istana. Percuma saja Avery pergi ke kamar, lelaki itu akan bertemu dengan Berenice dan Avery sedang tidak ingin bertemu dengan ibunya.

Kedua langkah kaki Alice berhenti saat Avery menghentikan langkahnya dan duduk di kursi taman. Kursi taman itu berada di terad belakang istana. Jika duduk di situ tidak akan terkena salju karena ada atap yang melindungi kursi taman tersebut.

"Pangeran, ada apa? Mengapa kotak itu ada padamu?" Tanya Alice dengan sopan. Gadis itu duduk di samping kanan Avery dan menatap Avery dengan tatapan penasaran.

Avery mendongak menatap Alice yang menatap dirinya. "Alice, menurutmu aku ini bagaimana?"

"Kau? Pangeran, tentu saja kau adalah seorang lelaki yang baik dan tampan. Semua orang mengetahui hal itu. Bahkan aku sendiri juga kagum denganmu."

"Apakah aku diijinkan hidup seperti ini? Tidak bisa mencintai seseorang? Atau sebenarnya aku ini memang tidak diperbolehkan mencintai seseorang?"

Alice meraih tangan kanan Avery. Menggenggam tangan Avery dengan sangat lembut. "Pangeran, katakan padaku. Ada apa?"

"Alice.. Diona menolak cintaku. Dia akan menikah dengan pria lain bulan depan. Dan dia sangat terkejut ketika mengetahui diriku ini adalah seorang pangeran dari kerajaan mutiara. Mengapa hal ini begitu menyakitkan?"

Mendengar hal itu, Alice ikut merasakan apa yang dirasakan Avery. Alice memahami rasa sedih itu karena dirinya juga dalam keadaan itu. Alice menyukai Avery dan Avery tidak menyukainya. Sama saja seperti kondisi Avery saat ini.

Perbedaannya terletak pada Alice yang belum menyatakan perasaannya pada Avery. Alice tidak berani melakukan itu. Ia juga takut jika dirinya akan merasakan patah hati.

Dapat Alice lihat air mata Avery jatuh begitu saja membasahi pipinya. Alice tidak bisa berkata apapun. Gadis itu baru kali ini melihat Avery menangis dan bersedih. Saat Raja Eden memukulnya, Avery tidak pernah menangis. Mengapa Avery menangis ketika cintanya ditolak seorang gadis desa?

"Alice, bisakah kau memelukku sebentar saja?" Tanya Avery dengan suara pelan.

Alice mengangguk. Kemudian mendekatkan diri pada Avery dan langsung memeluk lelaki itu. Wajah Avery menunduk pada bahu kanan Alice. Avery menuangkan rasa sedihnya pada Alice. Hanya Alice yang selalu ada di sisinya saat dirinya sedang sedih dan merasa sulit.

***

Hari demi hari berlalu. Perlahan Avery bisa merelakan Diona dan melupakan Diona dari pikirannya. Avery tidak pernah lagi berkunjung ke desa berlian. Bahkan sudah hampir dua bulan lamanya ia tidak pernah mengunjungi Ariadne lagi.

Tentu saja Raja Eden marah setiap hari pada Avery. Avery tidak akan pergi ke kerajaan berlian sebelum melihat Raja Eden pergi sendiri menjenguk Ariadne. Avery akan tetap menunggu Eden untuk berkunjung ke kerajaan berlian. Jika Eden tidak melakukan hal itu, maka Avery tidak akan mau mendekati Ariadne lagi.

"Pangeran, bicaralah dengan ayahmu. Kau tidak boleg berdiam seperti ini. Kau sudah lama berdiam diri. Satu bulan lagi musim salju ini akan berakhir bukan? Apakah kau tetap tidak ingin pergi berkunjung menemui puteri Ariadne?"

Avery menoleh pada Alice yang berdiri di samping kirinya. Mereka lebih sering bertemu berdua di belakang istana. Beberapa pelayan kini juga sudah menyadari kedekatan mereka sebagai sahabat. Dan para pelayan muda tidak keberatan tentang hal itu. Alice jadi semakin dihormati oleh banyak pelayan karena Avery pernah berkata kepada seluruh pelayan bahwa Alice adalah pelayan khususnya dan tidak boleh ada yang mengganggu Alice selain dirinya.

"Alice.. kau tahu aku sedang memperbaiki kondisi perasaanku. Aku tidak ingin menemui Ariadne dalam keadaan seperti ini. Aku masih sangat sulit melupakan Diona. Ariadne adalah gadis baik. Aku tidak ingin berperilaku buruk di hadapannya. Biarkan ayahku yang mengambil keputusan. Jika ia masih tak ingin pergi berkunjung ke kerajaan Ariadne dengan kakinya sendiri, maka aku berani memutuskan hubungan kerajaan ini dengan kerajaan Ariadne."

Alice mengelus lengan kiri Avery dengan pelan. "Kendalikan emosimu, pangeran. Puteri Ariadne tidak mengetahui masalahmu dengan Raja Eden. Sejauh ini, bukankah puteri Ariadne tidak pernah menagih kedatangan Rajs Eden ke istananya?"

"Ariadne memang tidak pernah menagih hal itu. Tapi dia tahu letak kesalahanku ada di mana. Ariadne pernah berkata padaku, jika Raja Eden pergi ke istananya dan meminta secara baik-baik untuk menikah denganku maka Ariadne akan menerima hal itu. Itu jika aku bersedia. Aku dan Ariadne telah membuat sebuah keputusan. Jika ada masalah mendesak mengenai kerajaan dan jalan keluarnya adalah dengan adanya sebuah pernikahan, maka aku akan menikah dengannya."

Jantung Alice berdegup kencang. Gadis itu terkejut saat mendengar perkataan itu dari Avery. Alice teringat Avery pernah menjelaskan tentang hal ini padanya. Tetap saja perasaan Alice tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh Avery. Takdir memang mengatakan Avery berjodoh dengan Ariadne.

"Kalau begitu, menikahlah dengan puteri Ariadne. Kudengar, kerajaan berlian terlibat konflik kerjasama dengan kerajaan Utara. Terlibat konflik dengan kerajaan Utara adalah hal yang berbahaya, pangeran. Apakah kau tidak ingin menjenguk puteri Ariadne dan menanyakan kebenarannya?" Tanya Alice dengan rasa khawatir.

"Jika kabar itu benar, seharusnya ayahku pergi ke menuju kerajaan Ariadne dan menyelamatkannya dari konflik tersebut. Ayahku pernah berjanji akan membantu kerajaan berlian jika terlibat masalah." Kata Avery.

Alice menghembuskan napasnya. Gadis itu menyuruh Avery untuk menghadap padanya. "Pangeran, kembalilah seperti seorang pangeran Avery yang kukenal. Lupakan Diona. Diona sudah menikah dengan pria lain. Apakah kau akan seperti ini terus? Sampai kapan kau akan seperti ini? Aku selalu ada di sampingmu. Maka kau tidak perlu takut menghadapi hal lain. Pergilah.. temui puteri Ariadne dan bantu dia." Kata Alice.

Avery menatap kedua mata Alice. Lelaki itu seperti terbius oleh mata biru milik Alice. Kedua mata Alice tiba-tiba sangat terlihat cantik bagi Avery.

"Kau ingin aku pergi menemui Ariadne atau tetap di sini bersamamu?" Tanya Avery dengan tatapan yang sangat dalam.

***

Nächstes Kapitel